visitaaponce.com

Guru Besar Ilmu Politik Ingatkan Elite Jangan Buka Kotak Pandora Kekuasaan

Guru Besar Ilmu Politik Ingatkan Elite Jangan Buka Kotak Pandora Kekuasaan
Guru Besar Ilmu Politik Ikrar Nusa Bhakti(MI/Adam Dwi)

Guru Besar Ilmu Politik Ikrar Nusa Bhakti mengingatkan para elite politik untuk tidak membuka kotak pandora kekuasaan yang mendegradasi peran sipil dan partai politik di Indonesia.

“Perjalanan demokrasi kita memang tidak sempurna, tapi jangan berhenti dan jangan menghentikan proses demokrasi itu sendiri, sehingga kembali membalikkan jarum jam ke era lalu yang kemudian mendegradasi peran sipil dalam politik," kata Ikrar.

Baca juga: Mantan Ketua BEM UI Ingatkan Parpol Harus Wadahi Suara Pemuda

Sehingga, Ikrar mengaku tidak setuju dengan gagasan memberi ruang munculnya calon presiden independen. "Kalau mengelola parpol saja tidak bisa, apalagi mau memimpin negara. Mengelola parpol itu bukan seperti perusahaan dagang. Enggak gampang. Mana yang bertahan, mana yang berkurang pamor kekuasaannya. Golkar yang berkuasa 32 tahun di Orde Baru saja kini jadi turun," katanya.

Baca juga: Pemilu 2024, Jokowi: Pesan Ibu Mega Sudah Jelas

"Jangan karena banyak anggota parpol korupsi, timbul pemikiran untuk tidak memberikan parpol untuk menduduki jabatan tinggi," tambah Ikrar.

Dia mengisahkan, pascaproklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, banyak kejadian penting berkaitan datangnya kembali Belanda ke Indonesia.

Baca juga: Pengakuan Belanda Momentum Pelurusan Sejarah Indonesia

Duta Besar RI untuk Tunisia 2017-2021 ini menjelaskan, Belanda tidak mau kehilangan Dutch East Indies alias Hindia Belanda alias Indonesia karena semua kebutuhan keuangan Belanda berasal dari Indonesia. “Berjuta gulden dihisap Belanda dari Indonesia dalam artian Indonesia sebagai ATM Belanda saat itu,” kata Ikrar.

Dengan bantuan sekutu, sambung dia, Belanda berupaya masuk ke Indonesia lagi kemudian meletuslah perlawanan Surabaya yang berujung pada Jenderal Mallaby, yang menjadi peristiwa penting perjuangan mempertahankan kemerdekaan dan kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan 10 November.

Baca juga: Pembeda Kopiah BK dari Peci: Hadiah untuk Soekarno dari Sumatra Barat

Ikrar melanjutkan, pada periode 1948 Amerika Serikat mulai mendukung perjuangan Indonesia karena khawatir pengaruh komunis yang masuk di Indonesia.  “Amerika sampai harus membuat kantor khusus untuk melihat perkembangan geopolitik Asia Tenggara, khususnya Indonesia,” jelas Ikrar.

Akibat Agresi Militer 1948 serta pembangunan karakter bangsa yang dibangun Bung Karno, mengubah pemikiran pimpinan negara-negara Republik Indonesia Serikat (RIS) untuk kembali bergabung dalam NKRI. “Usia RIS itu hanya 8 bulan. Puncaknya 17 Agustus 1950 Bung Karno  mengumumkan pembubaran RIS dan kembali pada NKRI,” urai Wakil Sekretaris Dewan Pakar Pengurus Pusat Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa (PA GMNI) ini.

Masa keemasan

Ikrar menambahkan, mengacu penelitian Indonesianis Herbert Feith yang menyatakan ada enam ciri kehidupan demokrasi periode 1950-1957. Mulai dari pemerintahan sipil yang berperan dominan, bukan militer. Lalu, partai politik memiliki peran sangat penting.

Baca juga: Fungsi Partai Politik dan Peranannya dalam Pemilu

Konflik politik tetap mengacu pada aturan main. Elite politik berkomitmen pada simbol demokras. Kebebasan sipil tidak pernah diganggu. Dan pemerintah jangan menggunaan paksaan dalam menjalankan kekuasaan.

"Boleh dikatakan, tujuh tahun masa keemasan. Di mana parpol dan sipl memegang peran dominan. Para elite juga mematuhi konstitusi yakni Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950 dan simbol demokrasi dalam pertarungan politik," kata Ikrar dalam siniar Bung Karno Series yang diunggah di akun Youtube BKN PDI Perjuangan.

Baca juga: Yudi Latif Ingatkan Pentingnya Pembangunan Karakter Bangsa

Namun, pada periode 1959-1965, lanjut Ikrar, terjadi disrupsi pada demokrasi Indonesia saat MPRS memainkan peran antagonis dalam melemahnya demokrasi Indonesia dan yang berujung dengan dua kali penolakan Pidato Nawaksara Bung Karno.

"Penentuan presiden seumur hidup terhadap Soekarno dilakukan oleh MPRS. Tapi setelah itu, Bung Karno dijatuhkan oleh MPRS. Saya mengistilahkan kudeta yang menggunakan institusi yang konstitusional," ujar dia.

Reformasi total

Ikrar yang kini menjadi Tenaga Profesional Bidang Politik Lemhanas mengungkapkan, kesepakatan bangsa Indonesia untuk reformasi total jangan sampai terhenti. "Perjalanan demokrasi kita memang tidak sempurna. Akan tetapi, kita tidak boleh lagi membuat keputusan konstitusional yang justru menyetop proses demokrasi," ujar dia.

Apalagi, lanjut Ikrar, pada 2045 Indonesia adalah satu abad Indonesia merdeka. Sehingga, diharapkan Indonesia menjadi negara lima besar di dunia dalam hal keadilan dan kesejahteraan rakyat.

"Masa depan Satu Abad Indonesia adalah masa depan emas bagi anak-anak Indonesia, bukan masa depan yang suram,” pungkas Ikrar. (X-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Henri Siagian

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat