visitaaponce.com

Kewaspadaan Perang Siber Indonesia masih Rendah

Kewaspadaan Perang Siber Indonesia masih Rendah
Ilustrasi paspor(Antara )

PEMERINTAH disebut belum memiliki tingkat kewaspadaan yang tinggi terhadap serangan siber atau perang siber. Sehingga langkah pengamanan dan pencegahan tidak bisa memberikan perlindungan maksimal. Hal ini dikatakan pakar IT Hariqo Wibawa Satria saat dihubungi, Jumat (7/7).

"Sebetulnya ini sudah perang siber. Serangan siber ini masuk ranah pertahanan jadi lebih kepada militer artinya bukan BSSN tapi TNI yang harus menambah matra lagi. Jadi harus siaga di saat tidak perang," ujarnya.

Menurutnya pemahaman kita terhadap serangan siber tidak segenting dengan ancaman perampasan pulau atau budaya oleh negara lain. Situasi ini disebutnya sebagai mainset tua yang masih dipertahankan sehingga lemah dalam pencegahan.

Baca juga: Data 34 Juta Paspor WNI Diretas Bjorka dan Dijual di Dark Web, Salah Siapa?

"Terjadinya pencurian data analoginya sama dengan terjadinya bom yang kemudian dipertanyakan kinerja pencegahan," sambungnya.

Dia menduga kejadian bocornya data kali ini karena akses kebocoran yang bukan berasal dari penyimpanan data pusat tapi akses dari perangkat lain.

Baca juga: BSSN Selidiki Dugaan Kebocoran 34 Juta Data Paspor WNI

"Pengamanan kita masih sangat longgar khususnya di internal lembaga dan kementerian termasuk perangkat yang digunakan oleh petinggi-petinggi," imbuhnya.

Dia menilai sarana dan upaya yang kita miliki tidak optimal sehingga harus ada evaluasi ulang terhadap standar minimal dalam operasi yang dilakukan. Hariqo juga melihat ketidaksiapan BSSN dalam memberikan keterangan atas kejadian tersebut.

"Karena yang begini terus akan terjadi dan yang berbahaya itu di luar siber, bukan kehilangan data tapi serangan psikisnya yang berbahaya. Seperti sekarang serangan siber yang muncul ketidakpercayaan publik kepada pemerintah itu yang bahaya

Selain itu UU PDP juga belum bisa melindungi secara maksimal. Sebab tidak ada poin spesifik yang mengatur tentang keamanan siber.

"Kita perlu menyusun strategi keamanan siber nasional," tukasnya.

Baca juga: Dirjen Imigrasi Pastikan tidak Ada Kebocoran Data

Sementara itu pakar keamanan siber dan forensik digital dari Vaksincom, Alfons Tanujaya mengungkapkan kebocoran tersebut memang terjadi namun masih terbatas data yang bocor tersebut.

"Kemungkinan memang datanya data imigrasi yang bocor, tetapi masih agak terbatas bocornya dan kualitas datanya kurang menarik bagi kriminal dibandingkan data yang bocor sebelumnya," terangnya.

Hal ini harus dipastikan lagi oleh imigrasi apakah data yang dibocorkan memang sesuai nomor NIKIM (nomor induk keimigrasian), paspor, dan nama pemegang paspor.

"Sampel datanya sendiri kurang nendang karena cukup banyak yang mengandung data lama," tambahnya.

Dalam analisanya dalam data yang bocor tersebut seharusnya memiliki bidang sama untuk semua data. Jadi jumlah datanya saja yang dikurangkan hanya 1 juta Tapi kolomnya akan sama untuk semua data yang lainnya. Sedangkan NIKIM nantinya akan dijadikan database dasar untuk paspor elektronik dan cuma dimiliki Ditjen Imigrasi.

"Cuma kurang nendang saja, tidak ada data kependudukan dan data pendukung lainnya. Pihak imigrasi perlu menginvestigasi darimana sumber kebocoran data ini. Karena NIKIM memang data unik yang dimiliki oleh imigrasi. “Atau jangan-jangan malah data ini dianggap tidak terlalu rahasia dan dapat diakses dengan mudah oleh semua petugas imigrasi," tandasnya.

 

Buat Peraturan Darurat

Anggota Komisi I DPR Fraksi PKS Sukamta mengusulkan pemerintah untuk membuat peraturan darurat untuk mencegah terjadinya kebocoran data kembali sebelum Undang-Undang Pelindungan Data pribadi Pribadi berlaku.

"Aturan ini saya pikir sangat penting dan dibutuhkan sekali," ujarnya, Jumat (7/7).

Peraturan yang dikeluarkan tersebut bisa berbentuk keputusan menteri atau peraturan menteri atau sebagainya, yang mengatur tentanf kewajiban pengelola data untuk memberikan perlindungan data seoptimal mungkin kepada subyek data pribadi.

"Bisa aja yang penting ada peraturannya yang cukup," tukasnya. (Sru/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat