visitaaponce.com

Revisi UU ITE, Tugas Direktorat Siber Harus Dipastikan

Revisi UU ITE, Tugas Direktorat Siber Harus Dipastikan
Sejumlah pendukung Haris Azhar dan Fatia yang ditahan atas pelanggaran UU ITE(Antara )

REVISI UU ITE menjadi ujung tombak kepastian dan jaminan dalam menjalan berbagai peraturan atau badan hukum yang dibentuk dalam mengamankan ruang siber.

Direktur Pusat Studi Media dan Demokrasi LP3ES Wijayanto mengatakan UU ITE menjadi payung hukum utama dalam menjamin perlindungan kebebasan berpendapat dan ancaman kejahatan digital. Dibentuknya direktorat siber di 8 Polda tersebut harus terlebih dulu dipastikan tujuannya sebab kita telah memiliki polisi siber yang memiliki tugas melakukan pengamanan ruang siber.

"Direktorat siber ini tujuannya apa dulu harus jelas. Karena kalau untuk mengawasi dunia digital sebelumnya kita sudah ada polisi siber. Dan 34% justru publik merasa terancam adanya polisi siber ini," ujarnya saat dihubungi, Kamis (28/12).

Baca juga : Jumlah Kasus Pemidanaan Melalui UU ITE Paling Masif di Era Jokowi

Wija yang juga Ketua Presidium Koalisi Masyarakat Sipil Nasional untuk Demokrasi dan Moderasi Ranah Digital Indonesia menerangkan idealnya pengawasan ruang digital dilakukan oleh badan independen yang beranggotakan masyarakat sipil dan jurnalis. Pembentukan lembaga independen tersebut telah memiliki kesamaan pandangan dengan Kemenkominfo namun masih belum diakomodir dalam UU ITE.

"Kalau kita melihat ke negara lain di eropa untuk pengawasan siber dilakukan lembaga independen yang isinya sipil, jurnalis yang melakukan pengawasan dan memberikan rekomendasi kepada polisi dan pemerintah tentang aktor disinformasi di media sosial misalnya," terangnya.

Lembaga ini penting sebab jika yang melakukan pengawasan dari pemerintah maka terdapat kecenderungan mengarah pada tindakan represi dan pembatasan ruang berekspresi.

Baca juga : Revisi UU ITE Kedua Tunjukkan Perbaikan tapi Belum Ideal

"Kami memang belum pernah diajak bicara (tentang 8 direktorat siber) tapi waktu dengan kemenkominfo sudah dibicarakan dan sudah ada kesamaan pandangan dan sikap. Tapi belum ada perkembangan terbaru lagi yang harusnya diakomodir dalam UU ITE sehingga tidak bersifat ad hoc," paparnya.

Dia menilai jika dibentuknya direktorat tersebut bertujuan untuk pidana siber seperti penipuan dan judi online maka hal pembentukan badan tersebut dibutuhkan.

Namun jika terkait moderasi penyaringan konten maka perlu dikomunikasikan dan disosialisasikan lebih lanjut.

Baca juga : RUU ITE semakin Mengecewakan dan Mengancam

"Saat ini perlu komunikasi sosialisasi oleh berbagai pihak khususnya masyarakat sipil. Karena ranah digital masih baru banyak hal yang perlu diantisipasi dan diwaspadai. Dan yang menarik juga penelitian tergantung apa tujuan dan batas-batasnya haru diketahui," tandasnya.

Pernyataan serupa juga disampaikan peneliti Imparsial Al Araf. Langkah antisipasi terhadap kejahatan siber harus dilakukan namun revisi UU ITE juga sama pentingnya agar memberikan jaminan kepada publik. Sehingga selain revisi UU ITE dan penegakan hukum dilakukan revisi pasal pencemaran nama baik juga harus diperbaiki.

"Memang ini menjadi strategis dalam konteks keamanan. Kejahatan siber sangat serius dan penegakan hukum penting untuk antisipasi kejahatan. Oleh karena itu pembentukan ini untuk jangka panjang tujuannya untuk antisipasi kejahatan bukan jadi sarana menyerang kelompok kritis dan oposisi. Jadi harus dipertegas dulu jangan karena UU ITE lalu menyasar ke kelompok kritis," tegasnya. (Sru/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat