visitaaponce.com

Dirut AirNev Indonesia Diminta Beberkan Aliran Dana Fiktif PT Amarta Karya

Dirut AirNev Indonesia Diminta Beberkan Aliran Dana Fiktif PT Amarta Karya
KPK berharap dirut AirNev Indonesia mengungkapkan informasi terkait kasus dugaan proyek fiktif di PT Amarta Karya pada 2018 - 2020.(Antara)

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Direktur Utama (Dirut) AirNev Indonesia Polana Banguningsih Pramesti pada Rabu (2/8). Dia diminta memberikan informasi terkait kasus dugaan proyek fiktif di PT Amarta Karya pada 2018 - 2020.

"Didalami pengetahuannya antara lain dugaan adanya aliran uang dari proyek fiktif PT AK (Amarta Karya) ke beberapa kegiatan bisnis perusahaan," kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Kamis (3/8).

Kepala Bagian Pemberitaan KPK itu enggan memerinci aliran dana fiktif yang dipakai untuk kegiatan bisnis itu. Informasi serupa juga didalami dengan memeriksa Building Manager Kawasan Taman Melati Margonda Ashadi Cahyadi. "Selanjutnya akan didalami dan dikonfirmasi lebih lanjut ke beberapa pihak," ucap Ali.

Baca juga: KPK Serahkan Mobil Terkait OTT Basarnas ke Puspom TNI

Informasi dari keduanya baru dipaparkan dalam persidangan. Masyarakat diharap bersabar.

Kasus ini bermula ketika mantan Direktur Utama PT Amarta Karya Persero Catur Prabowo meminta mantan Direktur Keuangan PT Amarta Karya Trisna Sutisna menyiapkan uang untuk kebutuhan pribadinya pada 2017. Duit yang dipakai berasal dari proyek yang dikerjakan PT Amarta Karya.

Baca juga: KPK Terus Menelusuri Aset Andhi Pramono

Trisna juga meminta bantuan beberapa staf PT Amarta Karya membuat badan usaha berbentuk CV sebagai subkontraktor untuk merealisasikan permintaan Catur. Perusahaan fiktif yang dibuat itu dimasukkan dalam proyek padahal tidak melakukan apapun.

Dalam kasus ini, staf bagian akuntansi PT Amarta Karya menyimpan rekening, ATM dan cek badan usaha fiktif yang sudah dibuat tersebut. Tujuannya untuk memudahkan pengambilan uang yang dibutuhkan oleh Catur.

Uang yang sudah dikumpulkan itu diduga digunakan untuk membayar tagihan kartu kredit, pembelian emas, jalan-jalan ke luar negeri, biaya member golf, dan juga diberikan ke pihak lain.

Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Z-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat