visitaaponce.com

Terorisme di Lingkungan BUMN Bukan Kali Pertama

Terorisme di Lingkungan BUMN Bukan Kali Pertama
Sejumlah anggota Densus 88 menunjukkan barang bukti senjata api dan barang bukti lainnya milik terduga teroris berinisial DE(Antara)

PENGAMAT Intelijen dan Terorisme Ridlwan Habib mengatakan, bukan kali pertama adanya oknum karyawan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terdoktrin paham terorisme. Menurutnya hal ini kerap terjadi beberapa kali dengan BUMN yang berbeda-beda.

Sebagaimana diketahui sebelumnya, Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri menyebutkan, karyawan PT Kereta Api Indonesia (KAI) berinisial DE ditetapkan sebagai tersangka terorisme.

DE disebut merupakan salah satu pendukung Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) yang aktif melakukan propaganda di media sosial terkait motivasi untuk jihad melalui media sosial Facebook. Selain itu, DE juga disebut memiliki akun marketplace atau platform yang disediakan untuk tempat melakukan jual-beli senjata api.

Baca juga : DE Tersangka Teroris Bekasi Galang Dana Lewat Telegram, Beli Senjata dari Marketplace

"Sudah beberapa kali dalam catatan kami pegawai BUMN (terlibat terorisme), sebelumnya misalnya oknum pegawai BUMN dari Kimia Farma, kemudian oknum BUMN dari PLN, hingga oknum BUMN dari Krakatau Steel. Setidaknya memang sudah pernah beberapa kali oknum pegawai BUMN ditangkap Densus 88 terkait tindak pidana terorisme. Jadi kasus ini bukan yang pertama," ucap Ridlwan dalam keterangannya, Selasa (15/8).

Baca juga : DE Tersangka Teroris Bekasi Modifikasi Air Gun Jadi Senpi

Ditegaskan Ridlwan hal ini merupakan alarm tegas bagi kementerian BUMN untuk dapat lebih serius dalam memantau karyawan mereka. Dia mendorong BUMN untuk melakukan kerja sama dengan Badan Nasional Penanganan Terorisme (BNPT) dalam menangani hal ini.

"Saran kami selaku akademisi selaku pengamat adalah agar Menteri BUMN segera bertemu dengan Kepala BNPT untuk membuat kerja sama dan strategi matang untuk kemudian dilaksanakan serentak di semua institusi BUMN," jelasnya.

"Nah dari situkan bisa kemudian dilakukan terapi misalnya dari sisi media sosial, dari sisi pemahaman. Kalau ibarat covid-19 itu diberikan vaksin, diberikan antivirus supaya ketika ada kelompok teror yang merekrut mereka sudah kebal," imbuhnya.

Dijelaskan Ridlwan dalam mengindikasi seseorang terdoktrin paham terorisme tidaklah mudah, perlu dilakukan proses intelijen mendalam termasuk melakukan proses digital intelijen.

"Mereka ini tidak bisa dilihat dari penampilan, tidak bisa dilihat seperti dari wawancara  biasa, tapi memang harus melakukan proses intelijen yang mendalam terhadap gerakan  tindak-tanduk perilaku, bahkan sosial media intelijennya artinya dipantau media sosialnya," terangnya.

Meskipun dalam menangkal paham terorisme dan deradikalisasi tidaklah mudah, namun Ridlwan meyakini melalui sejumlah upaya termasuk dengan kerjasama yang serius antara BUMN dan BNPT hal itu dapat terwujud.

"Misalkan mereka mengadakan kajian rutin seminggu sekali di BUMN, kajian yang kemudian bisa menjelaskan bahwa ini salah dan ini benar. Kalau yang terjadi sekarang kan mereka mencari tahu sendiri, sehingga mereka mencari di sumber-sumber yang ternyata adalah terafiliasi dengan terorisme," ucapnya.

"Kalau kemudian dilakukan secara serius melibatkan misalnya ormas-ormas besar misalnya ulama-ulama Nahdlatul Ulama, Muhamadiyah, serta ulama-ulama moderat secara konsisten. InshaAllah akan berhasil," tukasnya. (Z-8)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putra Ananda

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat