visitaaponce.com

ICW KPU Harus Minta Maaf kepada Masyarakat Efek PKPU

ICW: KPU Harus Minta Maaf kepada Masyarakat Efek PKPU
Kantor KPU, Jakarta.(Dok MI.)

ANGGOTA Komisi Pemilihan Umum (KPU) Idham Holik mengatakan pihaknya belum menerima salinan putusan dari Mahkamah Agung (MA) terkait uji materi pasal dalam dua Peraturan KPU (KPU) terkait syarat mantan terpidana untuk mencalonkan diri sebagai anggota legilsatif dan senator. Putusan itu sendiri baru diketok pada Jumat (29/9).

"Sampai 30 September 2023, KPU belum menerima salinan Putusan MA Nomojr 28 P/HUM/2023 tersebut," ungkap Idham melalui pesan singkat. 

Menanggapi itu, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan sebaiknya Idham Holik segera menghubungi anggota KPU lain untuk mencabut Pasal 11 ayat (6) PKPU 10/2023 dan Pasal 18 ayat (2) PKPU 11/2023. "Tidak cukup itu, bahkan KPU seharusnya meminta maaf kepada masyarakat karena merumuskan PKPU secara ugal-ugalan," tegas Kurnia kepada Media Indonesia, Minggu, 1 Oktober 2023.

Menurutnya, komentar Idham sebenarnya tertuang dalam eksepsi dan tidak lagi relevan dibincangkan karena faktanya Mahkamah Agung sudah memutus bahwa dua pasal tersebut melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dan putusan Mahkamah Konstitusi. "Jika KPU tetap kukuh, penyelenggara pemilu tersebut tidak menghormati dan tunduk pada putusan pengadilan. Tentu ini semakin memperlihatkan kualitas yang buruk dari KPU," tuturnya.

"Sekarang pilihannya tinggal dua, tunduk pada putusan pengadilan yang menitikberatkan pada kepentingan masyarakat atau tetap berpegang teguh melindungi para mantan terpidana korupsi?" tambah Kurnia.

Adapun dalam amar singkatnya, MA menyatakan KPU kurang menunjukkan komitmen sebagai penyelenggara pemilu untuk turut serta menjamin pemilu legislatif mendapatkan para wakil rakyat yang berintegritas tinggi. Padahal, pengaturan syarat pencalonan yang ketat bertujuan mencegah tindak pidana korupsi oleh wakil rakyat yang terpilih dari hasil pemilu.

Selain ICW, uji materi itu dimohonkan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi atau Perludem serta dua mantan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Saut Situmorang dan Abraham Samad. Termohon dalam perkara tersebut ialah KPU.

Lewat amar putusan yang diketok pada Jumat, 29 September 2023, MA menyatakan Pasal 11 ayat (6) PKPU Nomor 10 Tahun 2023 dan Pasal 18 ayat (2) PKPU Nomor 11 Tahun 2023 bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yakni Pasal 240 ayat (1) huruf g dan Pasal 182 huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu serta putusan Mahkamah Konsitusi (MK) Nomor 87/PUU-XX/2022 dan Nomor 12/PUU-XXI/2023. Dua pasal dalam PKPU tersebut memberikan ruang bagi mantan terpidana dengan ancaman pidana lebih dari 5 tahun untuk mencalonkan diri sebagai anggota DPR maupun senator tanpa melewati masa jeda lima tahun setelah dinyatakan bebas murni. Dalam hal ini, mantan terpidana yang ingin mencalonkan diri hanya perlu menjalankan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik, di samping pidana pokoknya. 

Menurut Kurnia, masih ada waktu bagi KPU merevisi PKPU Nomor 10 Tahun 2023 dan PKPU Nomor 11 Tahun 2023. Revisi tersebut diperlukan untuk memastikan tidak ada calon anggota legislatif maupun senator dalam surat suara yang belum menjalani masa jeda lima tahun setelah dinyatakan bebas murni. "Atau yang lebih dekatnya terhadap daftar calon tetap pada November mendatang," jelas Kurnia. (Z-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat