visitaaponce.com

Bawaslu Minta Definisi SARA Diperjelas

Bawaslu Minta Definisi SARA Diperjelas
Kepala daerah yang mencalonan diri pada Pilkada 2024 membuka potensi kerawanan pelanggaran(MI/Usman Iskandar )

KOORDINATOR Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat sekaligus anggota Bawaslu RI Lolly Suhenty meminta adanya upaya bersama untuk memperjelas definisi dan regulasi mengenai suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Hal itu disampaikannya dalam acara Pemetaan Kerawanan Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 Isu Strategis: Politisasi SARA.

"Karena seringkali kita masih berdebat, kita masih bikin definisi yang kemudian multitafsir sehingga kita sendiri tidak menemukan titik temu," ujarnya di Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa (10/10).

Menurut Lolly, definisi dan aturan yang jelas serta rigid mengenai politisasi SARA diperlukan untuk menangkal bahaya terhadap keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pihaknya mengajak semua pemangku kepentingan untuk duduk bersama guna melahirkan satu definisi yang dapat diamini oleh seluruh pihak.

Baca juga: Bawaslu: DKI Jakarta Paling Rawan Politisasi SARA

Bawaslu juga mengajak berbagai pihak untuk berkolaborasi menyusun bank data kasus-kasus politisasi SARA sebagai kajian ilmiah. Upaya itu diperlukan sebagai basis pembuatan kebijakan pencegahan di masa yang akan datang.

Hasil pemetaan kerawanan yang dilakukan Bawaslu menyimpulkan kampanye bermuatan SARA di media sosial maupun di tempat umum serta mobilisasi penolakan calon berdasarkan SARA menjadi strategi umum politisasi SARA yang berujung pada kekerasan dan konflik berbasis SARA.

Baca juga: Jusuf Kalla Pilih Posisi Netral di Pemilu 2024

Kekerasan itu, sambungnya, memiliki modus yang beragam, seperti intimidasi, provokasi, bentrokan, dan kerusuhan antarpendukung. Lolly menyebut, ketika aksi saling provokasi dan intimidasi tidak terkelola dengan baik, dinamika konflik akan berkembang cepat dan menjadi sangat brutal.

"Muaranya adalah bentrokan antarkelompok atau kerusuhan antarmassa yang berlarut-larut," pungkasnya.

Bawaslu menempatkan DKI Jakarta sebagai provinsi paling rawan terjadi politisasi SARA dengan skor 100. Sementara itu, peringkat kedua diduduki Maluku Utara (77,16). Adapun peringkat ketiga sampai keenam ditempati DI Yogyakarta (14,81), Papua Barat (14,81), Jawa Barat (12,35), dan Kalimantan Barat (7,4). (Tri/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat