Bawaslu Minta Definisi SARA Diperjelas
![Bawaslu Minta Definisi SARA Diperjelas](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2023/10/308659cafd8c03eacff434a75947347f.jpg)
KOORDINATOR Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat sekaligus anggota Bawaslu RI Lolly Suhenty meminta adanya upaya bersama untuk memperjelas definisi dan regulasi mengenai suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Hal itu disampaikannya dalam acara Pemetaan Kerawanan Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 Isu Strategis: Politisasi SARA.
"Karena seringkali kita masih berdebat, kita masih bikin definisi yang kemudian multitafsir sehingga kita sendiri tidak menemukan titik temu," ujarnya di Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa (10/10).
Menurut Lolly, definisi dan aturan yang jelas serta rigid mengenai politisasi SARA diperlukan untuk menangkal bahaya terhadap keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pihaknya mengajak semua pemangku kepentingan untuk duduk bersama guna melahirkan satu definisi yang dapat diamini oleh seluruh pihak.
Baca juga: Bawaslu: DKI Jakarta Paling Rawan Politisasi SARA
Bawaslu juga mengajak berbagai pihak untuk berkolaborasi menyusun bank data kasus-kasus politisasi SARA sebagai kajian ilmiah. Upaya itu diperlukan sebagai basis pembuatan kebijakan pencegahan di masa yang akan datang.
Hasil pemetaan kerawanan yang dilakukan Bawaslu menyimpulkan kampanye bermuatan SARA di media sosial maupun di tempat umum serta mobilisasi penolakan calon berdasarkan SARA menjadi strategi umum politisasi SARA yang berujung pada kekerasan dan konflik berbasis SARA.
Baca juga: Jusuf Kalla Pilih Posisi Netral di Pemilu 2024
Kekerasan itu, sambungnya, memiliki modus yang beragam, seperti intimidasi, provokasi, bentrokan, dan kerusuhan antarpendukung. Lolly menyebut, ketika aksi saling provokasi dan intimidasi tidak terkelola dengan baik, dinamika konflik akan berkembang cepat dan menjadi sangat brutal.
"Muaranya adalah bentrokan antarkelompok atau kerusuhan antarmassa yang berlarut-larut," pungkasnya.
Bawaslu menempatkan DKI Jakarta sebagai provinsi paling rawan terjadi politisasi SARA dengan skor 100. Sementara itu, peringkat kedua diduduki Maluku Utara (77,16). Adapun peringkat ketiga sampai keenam ditempati DI Yogyakarta (14,81), Papua Barat (14,81), Jawa Barat (12,35), dan Kalimantan Barat (7,4). (Tri/Z-7)
Terkini Lainnya
Pengamat: Pernyataan Zulhas Layak Dibawa ke Ranah Hukum
Zulkifli Hasan Dinilai Lakukan Politisasi Agama
Polisi: Jemaah Masjid Harus Waspadai Berita Hoaks Jelang Pemilu
Kapolri, Titik Terbit Kepercayaan Publik dan Isu Polarisasi
Ramai Politisasi Agama, LHS: Kedepankan High Politic, Hindari Low Politic
Penyaluran Bansos Kerap Tak Libatkan Kemensos, Risma Dinilai Perlu Mundur
Ketidaknetralan Bukti Ketidakmampuan dan Takut Kalah
Menko PMK Sebut Bansos 2024 tidak Berhubungan dengan Pemilu
Potensi Politisasi Bansos Kian Masif, Pengamat: Pengawasan Harus Diperkuat
DPR Segera Panggil Mendag soal Bansos
Moeldoko Bantah Bansos untuk Menangkan Gibran
Umur di Tangan Tuhan, Bantuan Hidup Dasar Mesti Dilakukan
Sengkarut-marut Tata Kelola Pertanahan di IKN
Panggung Belakang Kebijakan Tapera
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap