Bawaslu DKI Jakarta Paling Rawan Politisasi SARA
![Bawaslu: DKI Jakarta Paling Rawan Politisasi SARA](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2023/10/faba78346fec056bffb1c1dee0242f2b.jpg)
BADAN Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI menempatkan DKI Jakarta sebagai provinsi paling rawan terjadinya politisasi suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dalam pemilu. Provokasi SARA melalui media sosial dan media daring menjadi yang paling banyak terjadi.
Hal itu diungkap Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat Bawaslu RI Lolly Suhenty dalam acara Pemetaan Kerawanan Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 Isu Strategis: Politisasi SARA yang digelar di Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa (10/10).
Lolly mengungkap, DKI Jakarta menempati urutan pertama sebagai provinsi yang paling rawan terjadi politisasi SARA dengan skor 100. Adapun peringkat kedua diduduki Maluku Utara (77,16). Sementara peringkat ketiga sampai keenam ditempati DI Yogyakarta (14,81), Papua Barat (14,81), Jawa Barat (12,35), dan Kalimantan Barat (7,4).
Baca juga : Jika Didampingi Yenny, Ganjar Dapat Kalahkan Prabowo
Jika diurutkan berdasarkan kabupaten/kota, Kabupaten Intan Jaya menempati posisi teratas yang paling rawan politisasi SARA (100). Kabupaten Jayawijaya, Kaputaen Pandeglang, dan Kabupaten Puncak menyusul di bawahnya dengan skor yang sama, yakni 91,95. Urutan berikutnya diisi Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu (61,58) dan Kota Jakarta Pusat (38,37).
Namun, saat diranking berdasarkan agregasi kabupaten/kota, Papua Tengah menjadi provinsi paling rawan isu politisasi SARA dengan skor 41,02. Urutan di bawahnya adalah DKI Jakarta (20,82), Banten (11,64), DIY (2,77), Papua Pegunungan (2,74), dan Maluku Utara (2,23).
Baca juga : KPU Segera Undang Parpol Jelang Pendaftaran Capres-Cawapres
"Dalam konteks ini, waspadalah untuk provinsi yang dipetakan peristiwanya banyak terjadi di kabupaten/kota. Lakukan upaya pencegahan terbaik supaya ini tidak terjadi di 2024," kata Lolly.
Lolly mengungkap isu sara yang tergambar dari hasil pemetaan kerawanan yang dilakukan pihaknya adalah kampanye bermuatan SARA di media sosial yang. Di tingkat provinsi, kampanye bermuatan SARA berdasarkan agama mencapai 86%. Adapun penolakan calon peserta pemilu berbasis etnik sebesar 75%.
"Kedua isu ini memang sangat mudah diprovokasi karena etnis dan agama merupakan bagian dari identitas kolektif yang mampu menggerakkan suatu kelompok untuk berhadapan dengan kelompok lain," tandas Lolly. (Z-5)
Terkini Lainnya
Langgar Kode Etik, DKPP Pecat Tiga Penyelenggara Pemilu
Urus Kampanye Pilkada 2024, KPU-Bawaslu Diminta Belajar dari Pemilu 2024
Partisipasi Warga Jakarta untuk Pemilu 2024 Capai 78%
Perputaran Uang Pemilu 2024 Mencapai Rp80 Triliun
Menteri PPPA: Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Perempuan Harus Diberikan Efek Jera
Bawaslu Cegah Calon Berkampanye Sebelum Pemilu Ulang 2024
Jakarta dan Jabar Minim Tokoh, PKB: Cuma Anies Baswedan dan Ridwan Kamil
Polusi Udara Bisa Picu Depresi dan Rusak Kesehatan Mental
PKS DKI: Pecat Anggota DPRD yang Main Judi Online
PDIP Prioritaskan Andika Perkasa Calon Gubernur DKI Jakarta
Diusulkan Jadi Calon Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi: Tidak Tertarik
Umur di Tangan Tuhan, Bantuan Hidup Dasar Mesti Dilakukan
Sengkarut-marut Tata Kelola Pertanahan di IKN
Panggung Belakang Kebijakan Tapera
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap