visitaaponce.com

MK Menjelma Jadi Mahkamah Kekuasaan

MK Menjelma Jadi Mahkamah Kekuasaan
Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman (kiri) didampingi hakim konstitusi Suhartoyo(MI / Susanto)

MAHKAMAH Konstitusi (MK) dinilai telah menjelma menjadi mahkamah kekuasaan. Pasalnya, MK kerap mengeluarkan putusan yang memicu kegaduhan di publik.

"Melihat banyaknya permasalahan yang melanda hakim MK dan putusan MK, maka MK sudah cenderung menjadi mahkamah kekuasaan yang dikhawatirkan mengutamakan kepentingan kelompok tertentu saja," kata Koordinator Pergerakan Advokat Nusantara, Petrus Selestinus, melalui keterangan tertulis, Senin, (16/10). 

Direktur Eksekutif Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menyebutkan MK tidak kredibel menjaga konstitusi. Terlebih Ketua MK Anwar Usman merupakan ipar Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Baca juga : Prabowo Gelar Rapat dengan Elite Gerindra, Bahas Putusan MK?

"Ketua MK Anwar Usman yang memiliki hubungan kekeluargaan dengan Presiden Joko Widodo sehingga rentan terdapat konflik kepentingan jelang putusan yang akan dibacakan oleh MK," ucap Isnur.

Baca juga : MK Dianggap Lampaui Batas Kewenangan

Isnur menuturkan banyak putusan MK yang tak merepresentasikan kepentingan nasional. Jika MK konsisten sesuai dengan aturan, seharusnya MK akan menolak gugatan syarat capres-cawapres.

"Namun hal tersebut tidak terjadi, dan MK justru mengabulkan gugatan terkait batas usia capres-cawapres," ucap Isnur.

Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Prof Muchamad Ali Safa’at mengatakan bahwa potensi konflik kepentingan dalam putusan batas usia capres-cawapres cukup besar. Karena diduga memiliki muatan politis.

"Hal yang menjadi celah bagi MK dalam memutuskan gugatan batas usia capres-cawapres adalah guna memastikan setiap warga negara terbebas dari perilaku diskriminatif yang diwujudkan dengan berkedudukan sama dalam hukum dan pemerintahan," ucap Ali Safa’at.

Direktur Eksekutif Lingkar Madani Ray Rangkuti menilai putusan MK dalam gugatan gugatan batas umur capres-cawapres rentan ditunggangi muatan politik. Ia mencontohkan kasus keluarga Presiden kedua RI Soeharto yang masuk di lingkungan kabinet.

"Isu nepotisme merupakan salah satu tema yang membuat gejolak politik 1997-1998 bermula dari masuknya para anggota keluarga Soeharto ke kabinet. Dalam keputusan MK dimana Ketua MK merupakan kerabat dekat dengan tokoh tertentu, maka publik pasti menilai putusan MK adalah untuk kepentingan politik jelang pendaftaran Capres -cawapres,” sebut Ray.

Sebelumnya, politikus PDI Perjuangan Rieke Diah Pitaloka, juga menyampaikan Anwar Usman sesat berpikir. Sebab, Usman telah mengatakan, Nabi Muhammad SAW mengangkat panglima perang Muhammad al-Fatih untuk melawan kekuatan Bizantium.

Jika Usman menjadikan ini sebagai pertimbangan hukum, lanjut Rieke, maka terindikasi kuat itu merupakan suatu kesesatan dalam berpikir.

“Terindikasi kuat merupakan ‘fallacy argumentum ad verecundiam’ dalam suatu putusan pengadilan. Terindikasi kuat merupakan suatu penalaran hukum yang tidak tepat, karena penggunaan otoritas yang tidak dapat dibenarkan berdasarkan Ilmu Hukum,” ujar Rieke. (Z-8)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putra Ananda

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat