visitaaponce.com

Penerapan Hukum Persaingan Usaha Dinilai belum Maksimal

Penerapan Hukum Persaingan Usaha Dinilai belum Maksimal
Seminar nasional bertajuk Memahami Seluk Beluk Hukum Persaingan Usaha(Dok. DPN Peradi)

MASALAH persaingan usaha di Indonesia kian mengemuka. Namun, penerapan hukum terkait persoalan itu justru belum maksimal. Padahal, kebijakan tersebut dilakukan untuk menciptakan pasar yang efisien.

Hal itu disampaikan Ketua Harian Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi) R Dwiyanto Prihartono saat membuka seminar nasional persaingan usaha bertajuk Memahami Seluk Beluk Hukum Persaingan Usaha, di Jakarta, Jumat (27/8). Kegiatan secara hybrid ini merupakan program bidang Pendidikan Berlanjutan DPN Peradi.

Dwi yang hadir mewakili Ketua Umum DPN Peradi Otto Hasibuan, menilai perlu peran besar advokat dalam menangani persoalan-persoalan yang muncul dalam menciptakan persaingan usaha yang sehat.

Baca juga: Kepentingan Sempit Hancurkan Keadaban Konstitusi

Menurut dia, pendidikan berkelanjutan merupakan mandat dari UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. "Dilaksanakannya seminar ini karena penting bagi para advokat untuk mengetahui secara memdalam soal hukum acara persaingan usaha. Karena dalam kasus-kasus yang ada jelas menimbulkan kerugian hukum pada masyarakat. Dan itu jelas harus menjadi concern seluruh advokat,” kata Dwi melalui keterangannya, Sabtu (28/10).

Ketua Panitia Pendidikan Berkelanjutan Hendronoto Soesabdo menuturkan pendidikan berkelanjutan adalah keniscayaan untuk meningkatkan kualitas advokat di Indonesia. “Walaupun langit runtuh, bumi gonjang-ganjing, kualitas advokat di Indonesia harus terus ditingkatkan,” ujarnya.

Seminar tersebut menghadirkan sejumlah pembicara, antara lain Guru Besar Persaingan Usaha Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Kurnia Toha, anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Dinni Melanie, dan Associate Partner Hadiputranto & Partners Law Firm Dyah Ayu Paramita.

Dalam uraiannya, Kurnia Toha menjabarkan hal-hal penting yang perlu diketahui oleh para advokat.  “Seorang advokat harus jeli melihat persaingan usaha yang terjadi. Untuk itu perlu memahami hukum persaingan usaha. Salah satunya ada perubahan tempat berperkara persaingan usaha, dari pengadilan negeri ke pengadilan niaga, seperti tertuang dalam UU Cipta Kerja,” jelasnya.

Kurnia juga membedah sejumlah aturan yang ada terkait persaingan usaha, di mana sekarang terkesan melemahkan proses penegakan hukum pada persaingan usaha yang tidak sehat. Saat ini, lanjutnya, ada dua mazhab dalam persaingan usaha yakni, efisiensi dan multipurpose.

Ia juga mengingatkan saat ini ada fenomena pengusaha uang dan pengusaha politik. Itulah muncul oligarki. “Sepanjang tidak melanggar, seperti terjadinya monopoli atau kartel yang tidak masalah,” kata dia.

Sementara itu, Dinni Melanie menguraikan Peraturan KPPU Nomor 2 Tahun 2023 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. “Laporan persaingan usaha yang masuk lebih banyak dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) dibandingkan dari advokat. Ada dua jenis laporan di KPPU, yakni umum dan tuntutan ganti rugi dengan minimal satu alat bukti,” terang dia.

Setelah menerima laporan, KPPU akan melakukan penyelidikan awal secara tertutup. Usai ditemukan dua alat bukti akan dilakukan semacam gelar perkara. “Peran advokat besar. Bila mendampingi pelapor harus menyiapkan saksi-saksi. Sementara bila advokat di pihak terlapor maka akan berhenti bila perkara dinyatakan bisa diteruskan.”

Adapun Dyah Ayu Paramita menekankan pentingnya para advokat mendalami hukum acara persaingan usaha. “Sudah menjadi fakta bahwa di Indonesia banyak terjadi monopoli usaha dalam berbagai bidang. Di sinilah para advokat bisa berperan agar terjadi keadilan berusaha kepada semua pihak,” tukasnya.

Otto Hasibuan yang hadir menutup seminar tersebut berpesan agar para advokat tidak saja mendalami soal persaingan usaha, tapi juga melihat peluang-peluang yang ada. “Sebelum mendampingi klien tentu kita harus menguasai seluk beluk persaingan usaha, termasuk regulasi yang digunakan. Dengan begitu, maka pendampingan hukum yang dilakukan akan lebih maksimal lagi,” kata Otto.

Pada kesempatan itu, Happy SP Sihombing selaku Wakil Ketua Umum Bidang Pendidikan Berkelanjutan DPN Peradi meminta para advokat untuk bisa lebih mempelajari soal persaingan usaha. “Pihak-pihak yang merasa dirugikan dalam persaingan usaha tidak sehat tentu membutuhkan advokat guna mengawal perkaranya,” tandasnya. (RO/J-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Eksa

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat