visitaaponce.com

Intervensi Oligarki Disebut telah Memporak-porandakan Demokrasi

Intervensi Oligarki Disebut telah Memporak-porandakan Demokrasi
Ilustrasi(MI/ Seno )

KETUA Umum NETFID Indonesia Muhammad Afit Khomsani mengatakan, kerja-kerja elite politik menjadikan Indonesia berada dalam situasi ‘militan demokrasi’. Dan ini bukan sesuatu yang membanggakan.

“Dimana kita menggunakan instrumen-instrumen demokrasi, institusi-institusi demokrasi untuk mencapai tujuan dengan cara yang tidak demokratis,“ kata Afit dihubungi Rabu (22/11). 

Bentuk oligarki hari ini sangat berbeda dengan yang dulu. Afit menjelaskan, “karakter oligarki dulu dan sekarang sudah berevolusi, beda. Dulu oligarki mendorong, sekarang oligarki masuk dan tampil dalam kontestasi elektoral kita”.

Baca juga: Anies Baswedan Sebut Indeks Demokrasi Indonesia Menurun

Maka dari itu, masyarakat bisa menilai sendiri apakah Luber Jurdil masih relevan sebagai tujuan dan  dasar dari penyelenggaraan pemilu atau sebagai jargon belaka. “ Iya pemilu Langsung Umum. tetapi apakah Bebas, Rahasia, Jujur atau Adil, karena ada dugaan potensi intervensi dari kekuasaan yang sangat ada, potensi ada di situ.”  jelas Afit. 

Pemerintah seringkali menggembar-gemborkan bahwa harus netral, ASN, TNI dan sebagainya.  Tetapi keterlibatan -dalam kontestasi hari ini- ada potensi conflict of interest didalamnya. “Dan saya rasa kaitan oligarki hari ini memang kita tidak bisa lepas,” tandas Afit. 

Baca juga: Anies Baswedan Sampaikan Aparat Negara Harus Netral Demi Kepercayaan Publik

Dengan masifnya kerja-kerja oligarki memporakporandakan demokrasi, selalu ada harapan bagi penyelenggara Pemilu untuk menjalankan marwahnya. Aditya yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Algoritma ini mengatakan,  Bawaslu secara fungsi harus mampu melakukan pengawasan, secara aktif. 

Kalo saat ini pasif karena aturannya begitu dan mereka berlindung dari sisi aturan sehingga menjadi pasif. “Yang kita butuhkan adalah (Bawaslu) yang aktif dan progresif untuk melakukan pengawasan,” tegas Aditya.

 

Manipulasi dan Malpraktik

Pengamat Politik dari Universitas Indonesia Aditya Perdana menambahkan, tantangan pemilu di indonesia soal manipulasi dan malpraktek yang sudah merajalela.

“Ini yang perlu menjadi warning buat kita untuk selalu mengingatkan para pihak yaitu peserta pemilu, penyelenggara dan kita sebagai stakeholder pemilu untuk mulai awas ada banyak potensi manipulasi dan pelanggaran yg akan terjadi dan sudah terjadi,” ujar Aditya.  

Selain itu, yakni manakala elite politik merasa etika politik dalam berdemokrasi itu sudah tidak penting. 

“Tentu yang krusial adalah bagaimana pemimpin negara yaitu presiden dalam mengelola etika berdemokrasi itu, karena kunci arah pergerakan berbangsa dan dan bernegara ada di tangan pemimpin politik,” ujar Adit.

Beruntung, masih banyak pihak yang kritis terhadap Presiden Jokowi. Pegiat demokrasi, tokoh nasional,  gotong royong menjaga demokrasi dan reformasi. 

“Masih banyak yang protes atas ketidaketisan yg dimaksud sehingga masih ada kewarasan dalam menjalankan demokrasi. Yang repot kalau semua orang ignorance, cuek ga peduli terhadap hal tersebut maka ya mungkin saja kita akan menghadapi masa otoriter baru nanti,” jelas Aditya. (RO/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat