visitaaponce.com

Demokrasi dan Kepemiluan Harus Ciptakan Meritokrasi

Demokrasi dan Kepemiluan Harus Ciptakan Meritokrasi
Dosen komunikasi politik Universitas Paramadina, Erik Ardiyanto(Ist)

SETIAP anak bangsa dari mana asalnya dan latar latar belakangnya berhak memilih dan dipilih dalam kontestasi tanpa adanya privilese atau hak istimewa. Hal itu disampaikan dosen komunikasi politik Universitas Paramadina, Erik Ardiyanto.

Erik pun mendorong sistem meritokrasi di Indonesia agar para pejabat pemerintah diisi oleh orang-orang yang berprestasi, bukan hanya karena sekadar adanya pertalian darah

"Demokrasi dan kepemiluan harus bisa menciptakan meritokrasi di mana setiap anak bangsa berhak memilih dan dipilih dalam kompetisi tanpa adanya privilese. Dengan mengikuti peraturan yang berlaku bukan sebaliknya menerabas perturan yang berlaku untuk berkuasa," kata Erik di sela-sela diskusi Literasi Media Berbasis Politik, di Kampus Paramadina, Jakarta, Sabtu (25/11).

Baca juga: Ketua Bawaslu Minta Pengawas Pemilu Tingkatkan Koordinasi

Selain itu, ia mengharapkan maraknya gimik politik tidak menjadi glorifikasi yang berlebih oleh kandidat atau media. Alasannya, kata Erik, karena hal itu bisa menghilangkan substansi dalam kontestasi. "Tidak semua generasi milenial atau Gen Z terpengaruh political gimik, mereka lebih suka ide-ide dan gagasan-gagasan besar yang konkret."

Kebebasan berbicara, berpendapat dan berserikat, imbuhnya,  juga diatur di dalamnya dan memungkinan anak bangsa bisa mengekspresikan diri tanpa adanya intervensi. Itu karena strategi komunikasi politik hidup dalam alam demokrasi, yang sejatinya harus bisa menjadi alat penerang agar kebijakan-kebijakan pemerintah dapat dipahami masyarakat.

"Tetapi di saat yang bersamaan dia bisa menjadi kritik ketika ada penyalahgunaan kekuasaan oleh pemerintah, karena dia juga berfungsi sebagai alat pembebasan," ujarnya.

Pada dasarnya, terang Erik, disinformasi dan ujaran kebencian nyaris tak terhindarkan, terutama di musim pemilu seperti sekarang ini. Oleh karena itu, tugas masyarakat sebagai pelaku, pengawas, dan regulator politik serta media untuk bahu-membahu membentuk iklim komunikasi yang baik. Tujuannya agar tercipta pemilu dan peradaban yang arif dan bijaksana.

"Sebab pada dasarnya media, pelaku politik, dan masyarakat nyaris tidak dapat dipisahkan. Masing-masing dari elemen tersebut akan saling memengaruhi satu sama lain dan pengaruh yang paling baik adalah literasi, meliterasi, dan terliterasi."

Di tempat yang sama, Komisioner KPU RI Yulianto Sudrajat mengajak mahasiswa untuk berpatisipasi aktif dalam pemilu serentak 2024. Ia merefleksi tentang ujaran kebencian dan hoaks yang terjadi pada Pemilu 2019. “Saya memiliki catatan dalam pemilu sebelumnya, jadi saya berharap ke depannya pemilu bisa berjalan lebih dewasa,”ucapnya.

Dia menjelaskan bahwa dalam pemilu serentak 2024, KPU memiliki visi mewujudkan pemilu yang adil untuk menyejahterakan rakyat dan menyatukan anak bangsa. Menurutnya, segmentasi konstituen di Indonesia hari ini mayoritas anak muda sehingga peran pemilih muda menjadi sangat signifikan dalam pemilu yang dapat menentukan postur pemilihan nasional. "Literasi media menjadi alat refleksi dan alat baca anak muda ketika melakukan kegiatan di media sosial," tutup Yulianto. (RO/J-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Eksa

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat