visitaaponce.com

Sanksi Administratif Dikhawatirkan Tingkatkan Peredaran Rokok Ilegal

Sanksi Administratif Dikhawatirkan Tingkatkan Peredaran Rokok Ilegal
Pemusnahan rokok ilegal(Antara)

PERATURAN Pemerintah 54/2033 tentang Penghentian Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Cukai untuk Kepentingan Penerimaan Negara dikhawatirkan bakal mendorong peredaran rokok ilegal di masyarakat. 

Sebab sanksi yang diatur dalam beleid itu dapat menjadi celah yang dimanfaatkan oleh pengedar rokok ilegal.

Hal tersebut diungkapkan Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad saat ditanya mengenai pendapatnya tentang beleid yang diteken pada 22 November 2023 tersebut.

Baca juga : Bea Cukai Purwakarta Musnahkan 3,6 Juta Batang Rokok Ilegal

"Saya khawatir yang terjadi rokok ilegal semakin tinggi karena dendanya adalah administratif. Ini bisa menjadi celah kurang tegasnya penegakan hukum melalui PP tersebut," ujarnya melalui pesan singkat, Rabu (29/11).

Baca juga : Pemkot Bandung dan Bea Cukai Musnahkan 4 Juta Batang Rokok Ilegal

Sebelumnya, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengungkapkan, penyelesaian tindak pidana di bidang cukai yang diatur dalam UU 11/1995 tentang Cukai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU 7/2021, merupakan upaya pemerintah untuk mengoptimalkan penerimaan cukai, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan meningkatkan penegakan hukum di bidang cukai.

Pada aturan terdahulu, lanjutnya, diketahui hanya mengatur soal penyelesaian dengan pemidanaan. Namun dalam UU 7/2021 menegaskan akan terdapat aturan lebih lanjut dalam penyelesaian secara administratif, sehingga PP 54/2023 hadir untuk memenuhi ketentuan tersebut.

Sebelum PP 54 Tahun 2023 berlaku, mayoritas pelanggaran di bidang cukai merupakan tindak pidana yang diselesaikan melalui proses penyidikan. Namun penyelesaian pelanggaran melalui proses penyidikan, belum memberikan efek jera bagi pelaku.

"Dengan terbitnya PP 54 Tahun 2023 merupakan bentuk penegasan pada prinsip ultimum remedium atau sanksi pidana sebagai upaya terakhir dalam penegakan hukum di bidang cukai. Prinsip ini selaras dengan UU HPP sebagai perwujudan keadilan restorative (restorative justice) yang lebih objektif," terang Yustinus.

Secara historis, lanjutnya, prinsip tersebut sudah lebih dahulu dipakai dalam UU KUP (UU Perpajakan) sejak 1983. Karakteristik UU Perpajakan ialah administrative penal law atau hukum administrasi yang diperkuat dengan pidana. 

Unsur kepidanaan sejatinya tidak hanya mendorong kepatuhan, namun juga berprioritas untuk penerimaan negara sehingga memiliki ketentuan denda yang besar.

Adapun PP 54/2023 juga mengatur soal pemberian persetujuan penghentian penyidikan. Permohonan dari pelaku harus terlebih dahulu melewati mekanisme penelitian oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. 

"Apabila telah memenuhi hasil penelitian, sanksi administratif berupa denda harus dibayarkan dan apabila tidak dibayar maka proses penyidikan akan tetap dilanjutkan," kata Yustinus.

Pemerintah, lanjut dia, telah dan akan terus melakukan sosialisasi PP 54/2023, sehingga publik, khususnya semua pihak yang terlibat di bidang cukai, dapat memahami peraturan ini secara lebih mendalam untuk patuh dan sadar akan ketentuan hukum yang berlaku. (Z-8)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putra Ananda

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat