visitaaponce.com

Pengertian Meritokrasi Mencegah Korupsi Pakai Orang Dalam

Pengertian Meritokrasi Mencegah Korupsi Pakai Orang Dalam
Ilustrasi.(Freepik.)

ISTILAH meritokrasi kembali menjadi sorotan. Anggota Dewan Pakar Timnas AMIN Abdul Malik menyatakan tentang pentingnya menerapkan sistem meritokrasi sejak dini. Hal ini menjadi perhatian terutama dalam upaya menghindari perilaku korupsi orang dalam atau ordal.

Abdul Malik mengungkapkan bahwa perilaku ordal merupakan masalah yang pada akhirnya dapat memunculkan perilaku korupsi. Oleh karena itu, dia menekankan perlunya menerapkan sistem meritokrasi yang memberikan kesempatan kepada individu berdasarkan kemampuan atau prestasi.

Terkait dengan topik orang dalam, perhatian terhadap isu ini semakin meningkat setelah Anies Baswedan menyoroti bahwa pelanggaran etika dan praktik orang dalam dapat merugikan negara, seperti yang diungkapkannya dalam Debat Capres pertama Pilpres 2024 pada Selasa (12/12/). Lantas apa itu meritokrasi? Berikut penjelasannya.

Meritokrasi adalah

Meritokrasi pertama kali diperkenalkan oleh Young (1959). Menurut pemaknaannya, meritokrasi merupakan suatu sistem sosial yang mempengaruhi kemajuan dalam masyarakat berdasarkan kemampuan dan prestasi individu, bukan bergantung pada latar belakang keluarga, kekayaan, atau status sosial (Kim & Choi, 2017). Selain itu, arti dari meritokrasi mengalami perkembangan seiring berjalannya waktu. 

Baca juga: Bagai Benalu, Ordal Mematikan Meritokrasi

Beberapa penelitian mengartikan meritokrasi sebagai kondisi yang memberikan peluang yang sama kepada semua individu dalam masyarakat untuk menduduki suatu posisi atau jabatan di sektor publik (Lipsey, 2014; Martin et al, 2014; Au, 2016). 

Kesempatan yang setara ini didasarkan pada kompetensi individu sehingga orang-orang terbaik dianggap pantas menduduki posisi atau jabatan tersebut. Penerapan meritokrasi ini tidak hanya terbatas pada posisi tertentu, tetapi dapat diterapkan dalam semua konteks pekerjaan atau pelayanan publik.

Dalam perkembangannya, terjadi perdebatan terkait pelaksanaan meritokrasi terutama yang berkaitan dengan hasil yang dihasilkan. Perdebatan ini muncul karena output dari penerapan meritokrasi dapat mengurangi ketimpangan atau justru memperburuk ketimpangan.

Baca juga: Timnas Amin: TGUPP Berdasarkan Meritokrasi

Hingga saat ini, penerapan meritokrasi terus berkembang dengan argumen dasar untuk menciptakan masyarakat yang adil. Upaya ini didasarkan pada prinsip kesempatan yang setara dalam masyarakat tanpa memandang posisi sosial, kelas ekonomi, jenis kelamin, atau suku bangsa. Dari berbagai studi yang menjelaskan mengenai meritokrasi, terdapat dua faktor yang dianggap prasyarat dalam penerapannya, yaitu transparansi dan ketidakberpihakan.

Sejarah meritokrasi

Di negara-negara maju sistem meritokrasi telah diterapkan sejak berabad-abad tahun yang lalu. Salah satu contoh modernnya dapat ditemukan di Singapura. Negara ini telah membentuk pemerintahan dan administrasi di berbagai sektor dengan menempatkan para pemimpin berdasarkan prestasi atau kemampuan mereka.

Kemudian pada negara Jepang, sistem meritokrasi sudah ada sejak restorasi Meiji. Pemimpin pada masa itu memberikan beasiswa kepada siswa berprestasi yang ingin melanjutkan studi ke luar negeri. 

Sedangkan pada masa Dinasti Utsmani, sistem meritokrasi juga diterapkan sebagai upaya untuk menjaga stabilitas negara yang terdiri dari berbagai etnik dan latar belakang budaya. Hal ini terlihat ketika anak-anak Balkan menjadi serdadu atau komandan militer Utsmani dalam penaklukan Eropa.

Di Indonesia, sistem meritokrasi juga pernah diterapkan. Perdana Menteri Sutan Sjahrir (1945-1947) dan Agus Salim (1947-1949) sudah menerapkan sistem ini dengan cara memilih menteri-menteri yang kompeten di bidangnya selama masa pemerintahan mereka. 

Ir Juanda (1957-1959) juga menerapkan sistem meritokrasi melalui Zaken Kabinet. Ketika BJ Habibie menjadi presiden, ia juga berupaya menerapkan pola dan sistem yang mengarah pada meritokrasi dalam pemerintahan Indonesia.

Kelemahan dan keuntungan sistem meritokrasi

Keuntungan sistem meritokrasi.

1. Keadilan. 

Keistimewaan utama dari sistem meritokrasi ialah keadilan. Semua individu dinilai berdasarkan kemampuan mereka, bukan koneksi atau faktor nonmerit lain. Ini memberikan setiap orang peluang yang sama untuk mencapai kesuksesan, tanpa memandang latar belakang atau status sosial mereka.

2. Motivasi. 

Sistem meritokrasi mendorong orang untuk bekerja keras dan mengembangkan keterampilan mereka karena individu yang menunjukkan kinerja yang baik memiliki peluang untuk mendapatkan promosi dan kesempatan lainnya. Ini dapat meningkatkan motivasi individu untuk mencapai pencapaian yang lebih tinggi dan memajukan tujuan mereka.

3. Kualitas. 

Ketika pemilihan individu didasarkan pada kemampuan dan kinerja mereka, hasil kerja yang dihasilkan cenderung memiliki kualitas yang lebih baik. Ini karena individu yang dipilih ialah yang paling terampil dan berkualifikasi untuk pekerjaannya, yang dapat meningkatkan kualitas keseluruhan.

Kelemahan sistem meritokrasi.

1. Bias. 

Salah satu masalah utama dari sistem meritokrasi ialah ada bias. Meskipun seharusnya bersifat adil, sistem ini sering kali memiliki bias, baik disengaja maupun tidak. Ada kemungkinan terjadi bias dalam proses seleksi, seperti kelompok tertentu yang kurang diwakili atau mengalami diskriminasi yang dapat mengakibatkan kurangnya keberagaman dan keadilan.

2. Elitisme. 

Dalam beberapa kasus sistem meritokrasi dapat menciptakan elitisme dan membuat individu yang dipilih berdasarkan kemampuan merasa lebih unggul. Hal ini dapat menyebabkan perbedaan antara mereka yang dianggap layak dan yang tidak serta merusak semangat tim dan budaya perusahaan.

3. Keterbatasan kesempatan. 

Dalam sistem meritokrasi, hanya mereka yang mencapai kinerja tinggi yang mendapatkan penghargaan. Meskipun hal ini dapat meningkatkan motivasi bagi sebagian orang, ini juga dapat membatasi kesempatan bagi individu lain yang mungkin memiliki potensi tetapi belum mendapatkan peluang untuk membuktikan kemampuan mereka. Hal ini dapat menyebabkan kurangnya keberagaman dan talenta dalam organisasi. 

Penerapan meritokrasi di Indonesia

Indonesia pernah dipimpin perdana menteri yang menerapkan meritokrasi, yaitu Sutan Sjahrir (1945-1947) dan Agus Salim (1947-1949). Mereka menggunakan sistem meritokrasi untuk memilih menteri yang memiliki keahlian di bidangnya.

Ir Juanda (1957-1959) juga menerapkan aristokrasi melalui Zaken Kabinet. Saat BJ Habibie menjadi presiden, ia berupaya menerapkan pola dan sistem yang mengedepankan meritokrasi dalam pemerintahan Indonesia.

Sistem meritokrasi kini banyak diterapkan dalam dunia kerja dengan bantuan teknologi. Proses rekrutmen dan penilaian kinerja menjadi lebih transparan, seperti melalui situs rekrutmen online dan penilaian kinerja dengan sistem KPI. (Z-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat