visitaaponce.com

Aturan Batas Usia Notaris Diuji ke MK

Aturan Batas Usia Notaris Diuji ke MK
Ilustrasi(Dok MI)

SEJUMLAH aturan mengenai batas usia notaris dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UU Jabatan Notaris) diuji secara materiil ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang perdana Perkara Nomor 165/PUU-XXI/2023 tersebut diajukan oleh Anisitus Amanat yang berprofesi sebagai notaris di Kendal, Jawa Tengah.

Dalam pokok permohonannya, Pemohon menguji Pasal 8 ayat (1) huruf b, Pasal 8 ayat (2), Pasal 13, serta Pasal 82 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU Jabatan Notaris. Menurutnya, pasal-pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Hal tersebut karena jabatan notaris memiliki batas masa usia, yakni 65 tahun dan 67 tahun untuk perpanjangannya.

Anisitus membandingkan dengan ketiadaan batasan usia bagi advokat, dokter, dan dokter gigi. Ketiga jabatan tersebut diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 29/2004 tentang Praktik Kedokteran juncto UU Nomor 17/2023 tentang Kesehatan diangkat tanpa batas waktu masa jabatannya alias diangkat seumur hidup.

Baca juga: Koleksi Langka Notaris Batavia Abad Ke-17 dan Ke-18

“Pengujian mengenai pensiun notaris, saya keberatan karena kami saat dan setelah pensiun tidak mendapatkan gaji dari negara, berbeda dengan profesi lain seperti advokat, dokter dan lain lain itu diangkat seumur hidup. Maka saya persoalkan, kenapa kami notaris tidak digaji oleh negara padahal kami kerja untuk negara juga tapi kok di pensiun tidak ada. Kami tidak ada persamaan di hadapan hukum,” ujarnya dalam sidang MK, Rabu (20/12).

Baca juga : Rentan Dikriminalisasi, Notaris Minta Perlindungan Profesi

Pemohon mendalilkan norma dalam pasal 13 UU Jabatan Notaris tidak adil bagi notaris. Pasal tersebut mengatur bahwa notaris diberhentikan dengan tidak hormat oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia karena dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih. Ia menilai pasal tersebut tidak adil dan melanggar hak asasi manusia karena notaris yang sudah dipidana oleh pengadilan dihukum, juga mendapat hukuman dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

“Mohon diuji karena kami notaris, setelah diputus dan dihukum oleh pengadilan juga Menkumham yang diberhentikan tidak dengan hormat diadakan syarat-syarat tertentu. Di sini tidak ada perlindungan hukum terhadap notaris yang telah melewati masa hukuman pidana tanpa batasan waktu. Maka, saya minta supaya pemberhentian dengan hormat atau dengan tidak hormat harus berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap,” terangnya.

Selain itu, Pemohon juga menguji mengenai wadah organisasi notaris sebagaimana diatur dalam Pasal 82 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU Jabatan Notaris. Pasal tersebut dinilainya menimbulkan sengketa dan perselisihan pendapat terkait pengurus organisasi di tingkat pusat bernama Ikatan Notaris Indonesia (INI).

“Organisasi kami menurut UU hanya tunggal, yakni Ikatan Notaris Indonesia (INI) saat ini pengurus sedang bertikai sehingga Kemenkumham tidak mau mendaftarkannya. Maka, sampai saat ini kami tidak punya organisasi di pusat. Jika berkenan Yang Mulia, kami berharap organisasi notaris bisa lebih dari satu organisasi,” ujar Anis sapaan akrabnya.

Dalam petitumnya, Pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan seorang Notaris dapat diberhentikan dengan hormat dari jabatannya apabila berdasarkan hasil pemeriksaan medis membuktikan anggota notaris tersebut tidak sehat pendengaran yang sangat diperlukan untuk konsultasi dengan anggota masyarakat yang membutuhkan sebelum menyusun naskah akta, tidak sehat penglihatan dan berbicara yang sangat diperlukan untuk membaca akta, tidak sehat organ bagian tangan yang sangat diperlukan untuk menulis dan/atau menandatangani akta, tidak sehat fisik karena sakit atau karena faktor usia lanjut yang sangat diperlukan untuk pergi dan pulang kantor, tidak sehat jiwa karena stres atau sudah gila.

“Menyatakan organisasi para Notaris Indonesia dapat lebih dari satu. Menyatakan seorang anggota Notaris Indonesia dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak dengan hormat dari jabatan notaris hanya berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap,” tandas Anis.

Menanggapi permohonan Pemohon, Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah pun memberikan serangkaian saran perbaikan permohonan. Ia menyoroti agar Pemohon memperbaiki argumentasi mengenai materi organisasi notaris harus lebih dari satu. Di samping itu, ia pun menekankan perlunya Pemohon mendalami Putusan MK Nomor 52/PUU-VIII/2010 karena pasal dan batu ujinya sama dan juga terkait sistematika pembutan permohonan ke Mahkamah Konstitusi yang dapat dicermati pada PMK No.2 Tahun 2021 tentang tata cara beracara di MK.

“Argumentasi Pak Anis sebenarnya sudah menjadi bagian dari argumentasi dari pertimbangan Mahkamah, coba dipelajari lagi Putusan MK Nomor 52/PUU-VIII/2010. Kemudian menyangkut format, struktur dan sistematika tentu dipelajari dan ikuti saja PMK Nomor 2 Tahun 2021, dengan mengikuti itu permohonannya akan menjadi sempurna karena Pak Anis, Sarjana Hukum juga notaris jam terbangnya tinggi bisa ditunjukan permohonan ini,” tegas M. Guntur Hamzah.

Sementara, Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur menyoroti format yang Pemohon tidak untuk mengajukan uji materiil di Mahkamah Konstitusi melainkan seperti permohonan di peradilan umum. “Saudara lebih sering beracara di peradilan umum ya, makanya format ini format peradilan umum, jadi kalau saudara mau challenge harus disesuaikan ketentuan dan formatnya. Kiranya saudara harus lebih serius memberbaiki permohonan,” tegas Ridwan.

Ketua Panel Hakim Daniel Yusmic P. Foekh pun memberikan nasihat terkait penegasan uji materiil dalam uraian substansi permohonan. “Pak Anis perlu memperhatikan di sini menguraikan kerugian materiil, nah kerugian materiil itu berbeda dengan kerugian konstitusional. Kemudian pengujian materiil itu disebutkan pasal pasalnya dan jangan lupa nanti dimasukkan Undang-Undang Jabatan Notaris terhadap Undang-Undang Dasar 1945,” jelasnya.

Panel Hakim pun memberikan waktu hingga 14 hari kerja agar Pemohon memperbaiki permohonan. Berkas perbaikan baik hardcopy maupun softcopy diterima MK paling lambat Selasa, 2 Januari 2024 pukul 09.00 WIB. Agenda sidang berikutnya adalah perbaikan permohonan. (Z-8)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putra Ananda

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat