visitaaponce.com

Jokowi Kalau Mau Kampanye untuk Prabowo-Gibran Mestinya Cuti

Jokowi Kalau Mau Kampanye untuk Prabowo-Gibran Mestinya Cuti
Presiden Jokowi Salurkan Bantuan Cadangan Pangan kepada Warga Salatiga, Jawa Tengah, kemarin.(MI/haryanto mega )

Ahli hukum tata negara Univeristas Islam Indonesia Yogyakarta Dr Anang Zubaidy berharap, penyelenggara negara, termasuk presiden, jangan mencampur urusan negara dengan politik.

“Kami berharap penyelenggara negara, siapapun itu, Presiden, ketika akan melaksanakan program pemerintah untuk tidak mencampurkan dengan urusan pemenangan salah satu pasangan tertentu,” kata Anang dalam keterangan tertulisnya, hari ini.

Sudah ada aturan bagi pejabat publik yang ingin menjadi bagian dari tim kampanye, syaratnya mudah, hanya mengajukan cuti. “Kita menemukan hari ini banyak, pada pemilu dan pilpres, banyak pejabat daerah mengajukan cuti untuk mengikuti proses kampanye. Pertanyaan, kenapa presiden kita justru tidak mengajukan cuti?” kritik dia.

Aturan mengambil cuti bagi pejabat pemerintah yang ingin ikut kampanye adalah untuk akuntabilitas. “Cuti ini dimaksudkan dalam rangka memastikan bahwa yang bersangkutan tidak menggunakan fasilitas negara. Baik itu anggaran, operasional, pengamanan dan untuk logistik dan lain sebagainya,” jelas Anang.

Namun Presiden justru tidak mempergunakan ‘jatah cutinya’. “Setidaknya dalam banyak aktifitas kenegaraan, ada kesan yang bersangkutan bukan cuma bertindak sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, namun seolah-olah diduga bertindak menjadi bagian dari tim pemenangan. Ini jadi problem,” ungkap Anang.

Maka tidak heran, dugaan penyalahgunaan kekuasan kerap disematkan kepada Presiden Jokowi. Anang, yang juga Direktur RISE Institute ini menambahkan, dia pernah menemukan peristiwa dimana Presiden Jokowi membagikan bansos, namun di belakangnya ada spanduk paslon tertentu.

“Ini kan tidak fair, tidak fair karena akan ada kesan bansos yang merupakan bagian dari program perlindungan sosial yang ini jadi hak setiap warga negara seolah dikesankan sebagai bantuannya presiden. Seolah dikesankan bantuan salah satu pendukung pasangan capres. Dan ini tidak fair dan tidak mendidik masyarakat,” tegas Anang.

Baca juga: Anies Ucapkan Selamat Ulang Tahun untuk Megawati

Masyarakat perlu terus diedukasi, bahwa Bansos bukan “Dari Jokowi” atau akan dilanjutkan “Penerus Jokowi”, melainkan hak konstitusional sebagai warga negara. “Dan karena menjadi hak konstitusional, pemerintah mempunyai kewajiban. Ada atau tidak ada pemilu adalah kewajiban pemerintah memberikan bansos,” tandas Anang.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo diketahui melakukan tiga kali kunjungan kerja ke Jawa Tengah untuk meninjau program perlindungan sosial dari pemerintah. “Ya, beliau melihat kembali berapa program perlindungan sosial yang sudah dicanangkan sejak periode pertama,” kata Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana.

Jaga Martabat

Sementara itu Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Aisah Putri Budiatri menilai Jawa Tengah menjadi perebutan antara dua paslon yakni Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

“Dapil Jawa sangat signifikan bagi pemilu karena jumlah pemilihnya yang besar, termasuk Jawa Tengah. Di luar itu, Jokowi dan Ganjar memiliki irisan loyalis yang sama di Jawa Tengah,” terang sosok yang akrab disapa Puput itu.

Menurut Puput, upaya perebutan ceruk suara akan semakin intens, mengingat pelaksanaan pemilu yang tinggal menghitung hari.  “Dalam situasi satu bulan menjelang pemilu saat ini, tarik menarik pemilih menjadi semakin sengit, apalagi ada harapan kandidat untuk satu putaran,” sambungnya.

Kondisi itulah yang memunculkan spekulasi bahwa ia tengah dalam upaya pemenangan calon presiden-wakil presiden yang didukung presiden yakni Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

“Oleh karena itu, menjadi dugaan yang sangat rasional ketika melihat langkah kedatangan Jokowi setelah Ganjar berkampanye di Jateng akan terkait dengan Pemilu 2024, dalam hal ini menyukseskan pilihan politiknya masing-masing,” tegasnya.

Oleh sebab itu, Puput menilai adalah langkah yang bijak ketika Presiden Joko Widodo dan menteri yang terlibat dalam dukung-mendukung paslon, termasuk para pejabat negara diharapkan agar mengambil jarak dengan aktivitas pemilu.

“Hal ini tidak hanya presiden, menteri, tetapi semua elemen institusi negara,” tegasnya.

Puput menilai sepatutnya semua elemen yang terkait dengan institusi negara mengambil cuti agar tidak ada konflik kepentingan dengan posisinya sebagai bagian dari institusi negara.

“Selain itu, hal ini penting untuk menjaga martabat sebagai pejabat negara karena publik dapat membangun stigma negatif bahwa mereka akan mengambil keuntungan dari posisi dan/atau memanfaatkan program yang bersumber dari anggaran negara untuk kepentingan politiknya sendiri,” pungkasnya.(P-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat