visitaaponce.com

Menteri Sibuk Kampanye, Harga Pangan Masih Tinggi

Menteri Sibuk Kampanye, Harga Pangan Masih Tinggi
Ilustrasi: tumpukan cabai rawit di pasar tradisional(Dok.MI)

PEMILU kian dekat, sejumlah pejabat negara yang merupakan anggota atau bahkan pimpinan partai politik tampak sibuk melakukan kampanye. Padahal banyak persoalan di masyarakat yang mesti diselesaikan, salah satunya harga pangan.

"Menteri-menteri yang mengurus ekonomi beberapa cuti untuk kampanye, sementara kenaikan harga pangan masih terjadi," kata Wakil Direktur Indef Eko Listiyanto saat dihubungi, Selasa (23/1).

Dia menilai, menteri yang juga menjadi petinggi parpol harus bisa memilih fokus, mengurusi rakyat, atau melakukan kampanye. Menurut Eko, itu merupakan pilihan yang harus diambil dan diprioritaskan.

Baca juga: Bantuan Pangan Bulog Berbau Politik

Jika yang bersangkutan lebih memprioritaskan kampanye, maka rakyat kena getahnya, alias terus berkelindan dengan kenaikan harga-harga pangan dan kebutuhan hidup lainnya.

"Sampai pilpres usai, masyarakat harus bersiap-siap dengan berbagai kejutan kenaikan harga, salah satu penyebabnya karena di pucuk pimpinan kementerian banyak yang cuti," tutur Eko

Baca juga:

Cawapres Mahfud MD

Mahfud Md Singgung Janji Jokowi tidak Impor Pangan

"Cara paling ideal ya yang bersangkutan pilih salah satu, fokus kampanye atau urus bahan pokok dan ekonomi," lanjutnya.

Namun Eko menilai kecil kemungkinan pimpinan maupun pengurus parpol yang menjabat sebagai menteri mau mengurangi intensitas kampanye. Sebab, upaya meraih suara sebesar-besarnya menjadi misi utama yang tampaknya diutamakan.

Apalagi aktivitas kampanye juga tak hanya dilakukan oleh menteri-menteri. Kondisi serupa juga menurut Eko terjadi di level daerah. Dia meyakini banyak pejabat daerah yang mengambil cuti untuk mendulang suara.

Karenanya, opsi lain yang dapat ditempuh untuk mendorong stabilisasi harga pangan ialah melalui optimalisasi lembaga-lembaga di bawah presiden seperti Badan Pangan Nasional. Lembaga tersebut dinilai dapat mengambil peran untuk mengantisipasi kenaikan harga pangan.

 

Pengabaian Urusan Pangan

Dihubungi terpisah, Direktur Program Indef Esther Sri Astuti mengatakan, pengabaian urusan pangan sedianya tak hanya terjadi di saat pemilu. Itu bahkan dilakukan secara sadar dan terang-terangan oleh pemerintah dalam beberapa waktu terakhir.

"Sebelum ke pemilu pun, pemerintah ini juga sudah berorientasi ke impor. Itu yang membuat masalah tidak pernah tuntas. karena tidak ada keseriusan untuk mengatasinya," kata dia.

Para menteri yang merupakan pimpinan atau pengurus parpol, lanjut Esther, seharusnya bisa menentukan skala prioritas dan mementingkan urusan masyarakat terlebih dulu. Namun dia juga menyadari hal itu sukar dilakukan lantaran perilaku elite politik lebih mengutamakan kepentingan kekuasaan.

Salah satu indikasi paling jelas, lanjut Esther, ialah keputusan pemerintah untuk melakukan impor beras dalam jumlah besar dan kemudian membagikannya kepada masyarakat dalam bentuk bansos. Selain ditujukan untuk menarik hati masyarakat, dia menduga impor itu juga dilakukan agar pihak tertentu mendapatkan keuntungan.

"Ada dana empuk di sana, kalau kita lihat apa yang disampaikan Rizal Ramli, Abraham Samad. Misal, 1 kg impor beras masuk ke Indonesia, itu Rp50 rupiah masuk ke kantong orang-orang tertentu. Bisa dibayangkan kalau berjuta-juta ton beras yang diimpor," pungkas dia. (Mir/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat