visitaaponce.com

Jokowi Sulit Netral, Gejolak Publik Bisa Terjadi

Jokowi Sulit Netral, Gejolak Publik Bisa Terjadi
Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama para menteri(Dok.IST)

DESAKAN untuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghentikan cawe-cawe politiknya merupakan keharusan semua pihak untuk tetap menjaga demokrasi tanpa kecacatan. Jokowi telah mengeksploitasi hukum dan demokrasi hingga ujung konstitusi hingga agenda politik bisa masuk. Pernyataan ini disampaikan peneliti Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Nicky Fahrizal, Jumat (26/1).

"Dalam tradisi yang demokratis dan kuat tidak mungkin seorang presiden aktif anaknya mencalonkan diri sebagai cawapres. Seharusnya itu tidak terjadi dan tidak boleh terjadi. Seharusnya bisa nyalon saat bapaknya turun tidak lagi jadi presiden," ujarnya.

Perilaku Jokowi yang semakin jauh dengan nilai demokrasi memiliki akar masalah yang jelas yakni ketika anak kandungnya muncul dan mencalonkan diri di saat orang tuanya masih berkuasa. Sehingga mustahil demokrasi dan keadilan bisa ditegakan apalagi menuntut Jokowi untuk tidak berpihak.

Baca juga: Salam Dua Jari Iriana Jokowi dari Mobil RI 1, Bawaslu tidak Jawab Tegas

"Jadi tidak mungkin presiden netral. Kita tahu eksekutif power seorang presiden menggunakan dua topi. Pertama topi kepala pemerintahan dan kepala negara," jelasnya.

Tanggung jawabnya sebagai kepala pemerintahan Jokowi harus menjamin pemerintahan tetap berjalan dan mengendalikan pemerintahan itu. Sedangkan sebagai kepala negara dia memiliki tanggung jawab sebagai pemersatu dan simbol negara.

Baca juga: Jokowi Ogah Pernyataan Boleh Berkampanye Diinterpretasikan Berbeda

"Cuma sekarang seperti ini kelakuannya ya sulit. Sekarang yang bisa dijalankan dan dijaga paling banyak soal keuangan dan ekonomi dan program pembangunan. Apa iya dia bisa running sebagai kepala negara. Dia simbol negara kalau begini dia susah jadi simbol pemersatu," cetusnya.

Kondisi yang meresahkan ini sangat berpotensi menimbulkan gejolak di tengah publik. Maka peran penyelenggara pemilu dan Mahkamah Konstitusi sangat penting dalam mengembalikan aturan pada jalurnya.

"Kita bisa mendesak tapi itu sifatnya imbauan. Maka peran penyelenggara pemilu dan juga MK yang menangani sengketa nantinyalah harus bisa mendinginkan situasi ini dengan meletakan dan menegakan aturan. RUU lembaga kepresidenan juga sebenarnya patut disambut baik karena akan mempositifkan etika kenegaraan. Lalu posisi presiden dalam pemilu harus seperti apa," tukasnya. (Sru/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat