visitaaponce.com

Pengamat PKS Bisa Oposisi atau Koalisi dengan Kritis

Pengamat: PKS Bisa Oposisi atau Koalisi dengan Kritis
Logo PKS di kantor DPP PKS, Jakarta, Kamis (21/9/2023).(MI/Ramdani)

PEROLEHAN suara Partai Keadilan Sejahtera (PKS) secara nasional dari hasil real count sementara KPU memang tidak terlalu jauh berbeda dengan perolehan pada 2019. PKS dalam hitungan sementara bahkan tidak menembus lima besar perolehan suara terbesar. 

Menurut Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago, PKS belajar dari 10 tahun sebagai penyeimbang pemerintah. Perolehan suara 2024 tidak cukup signifikan untuk menambah kursi di DPR RI.

"Tenggelam dan timbul bersama rakyat itu sangat penting. Menjadi penyambung lidah rakyat itu kehormatan. Namun ternyata perilaku pemilih kita tidak mengapresiasi hal ini. Harusnya, mereka memberikan suaranya untuk PKS agar bisa menambah kursi di DPR. Fenomena PKS menjadi oposisi selama 10 tahun tidak semaksimal yang dilakukan PDIP. Hasilnya, PDIP panen pada pemilu kedua yang memperoleh suara terbesar," tuturnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (17/3).

Baca juga : Pendaftaran Capres-Cawapres Dipercepat, PKS : Minimalisir Manuver

Pangi mengatakan, menjadi oposisi itu kere, kasusnya bisa diulik, dan tidak ada penghargaan dari rakyat.
"Rakyat tidak cukup cerdas untuk itu. Rakyat tidak memberikan reward terhadap perjuangan PKS. Saya berpikir bahwa PKS bisa nomor satu atau dua, tetapi faktanya tidak seperti yang dihitung di atas kertas."

Menjadi oposisi selama 10 tahun, ungkapnya, cukup melelahkan. Partai tidak dapat program dan kebijakan dari pemerintah. Banyak program kepala daerah PKS yang tidak bisa mendapat anggaran pusat karena dianggap oposisi, salah satunya ialah Depok.

"Saya pikir PKS akan rasional. Kalau 10 tahun oposisi tidak maksimal membantu rakyat, saya pikir di dalam pemerintah pun tidak membawa kesialan, justru membawa kebaikan. PKS tidak ada kendala dengan Prabowo, telah membersamai dua kali pemilu, dan ini tidak membuat chemistry mereka sulit untuk bersatu. Berbeda dengan PDIP. Dengan Gerindra pun setahu saya tidak ada kendala dalam membangun koalisi."

Baca juga : Jika PKB Bergabung, NasDem: Anies Bakal Diusung 'Koalisi Gocapan'

Pangi mengatakan tidak ada partai yang bisa menjadi oposisi selama 15 tahun. Namun jika PKS mengambil jalan 15 tahun sebagai oposisi, hal tersebut harus diapresiasi. "Saya pikir PKS lebih mempertimbangkan kebermanfaatan dan kemudratannya. Masyarakat masih berharap ada oposisi."

Pengamat komunikasi politik dari Universitas Islam Bandung Muhammad Fuady mengatakan koalisi itu mungkin saja terjadi. Hanya persoalannya apakah konsituen PKS dapat menerima jika partai pilihannya memilih untuk berkoalisi dibanding menjadi oposisi?

"PKS ialah salah satu partai yang memiliki tingkat pragmatisme rendah. Partai ini relatif konsisten, berbasis ideologi keagamaan, baik di level elite maupun konstituennya. Pilihan menjadi oposisi juga sudah dilakukan sejak lama. Keputusan politik PKS biasanya memiliki resonansi yang sama dengan pemilih. Artinya, suara partai selaras dengan publiknya."

Baca juga : DPR dari Fraksi PKS Dorong Keterwakilan Perempuan di KPU-Bawaslu untuk Demokrasi Berkualitas 

Dalam politik, tambah Fuady, semua serbaboleh dan serbamungkin. Mereka yang menjadi lawan politik seketika dapat menjadi kawan dalam perahu yang sama. Apalagi jika mereka sebenarnya relatif memiliki ikatan emosional karena pernah berkoalisi di pilpres sebelumnya.

"Jadi bila relawan dan pemilih menginginkan PKS menjadi oposisi, sebaiknya musyawarah elite partai mempertimbangkan hal itu. Apalagi PKS sudah berpengalaman menjadi oposisi. Demokrasi yang sehat membutuhkan oposisi untuk memastikan kebijakan pemerintah selaras dengan aspirasi publik."

Bagi pemilih PKS, tradisi PKS bukan pragmatisme tetapi politik yang lebih ideologis, bukan kekuasaan yang menjadi tujuan. Artinya berada di luar lingkaran kekuasaan lebih terhormat bagi PKS. "Partai ini tidak memiliki tradisi mengkhianati suara konstituennya." (Z-2)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat