Pakar HTN Unpad Minta Hentikan Politisasi untuk Kembalikan Independensi MK
![Pakar HTN Unpad Minta Hentikan Politisasi untuk Kembalikan Independensi MK](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2024/05/036a56b88f965efbff285595f21b48ee.jpg)
PAKAR hukum tata negara dari Universitas Padjajaran (Unpad) Prof Susi Dwi Harijanti meminta kepada pembuat kebijakan atau siapa pun aktor di balik pengusul perubahan Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi (RUU MK) untuk berhenti mempolitisasi konstitusi.
Hal itu demi menjaga demokrasi serta menjaga independensi MK sebagai lembaga yang mengawal hak konstitusional bagi seluruh warga negara. Politisasi pengadilan, kata dia, amat berbahaya bagi masa depan bangsa.
“Sebab hal itu membuat masyarakat rentan terhadap perebutan kekuasaan oleh cabang-cabang politik,” ucap dia mengutip pemikiran Eric Hemilton, Kamis (16/5).
Baca juga : Revisi UU MK Harus Dicegah karena Argumentasi Asas Kebutuhannya Lemah
Jika pengadilan telah kehilangan otoritasnya untuk memeriksa kekuasaan politik dan membuat keputusan yang tidak popular, lanjut Susi, maka pengadilan itu tidak dapat menegakkan konstitusi dengan efektivitas yang sama.
“Saya akan mengatakan hentikan politisasi untuk mengembalikan independensi MK. Namun, perkembangan independensi pengadilan yang merupakan fenomena multidimensi tergantung pada kondisi-kondisi ini. Seperti apa tipe rezim yang berkuasa, level kompetisi politik dalam rezim yang berkuasa, serta potensi kepercayaan antar kelompok masyarakat secara keseluruhan,” jelasnya.
Selain itu, Susi juga menyoroti terkait poin yang ada dalam RUU MK yang mengatakan setiap hakim konstitusi akan dievaluasi oleh lembaga pengusulnya. Menurut Susi, hal itu bisa menjadi praktik balas dendam dari lembaga pengusul terhadap hakim yang dinilai tidak memutus perkara sesuai keinginan lembaga pengusul.
“Bisa dilakukan sebagai bentuk pembalasan terhadap hakim-hakim yang sudah menjatuhkan putusan atau mengeluarkan pertimbangan-pertimbangannya dalam bentuk dissenting opinion yang tidak disukai oleh pihak-pihak yang mengusulkan hakim-hakim tersebut,” kata Susi.
“Oleh karena itu, ketika akan dilakukan evaluasi, pertanyaan kita, poin, standar, atau ukuran apa yang akan digunakan oleh lembaga pengusul itu dalam rangka melakukan evaluasi? Dalam pandangan saya, seharusnya evaluasi ini tidak dilakukan oleh lembaga pengusul,” pungkasnya. (Dis/Z-7)
Terkini Lainnya
Revisi RUU MK, DPR RI Fokus ke RAPBN 2025
NasDem: Pembahasan RUU Lebih Cepat Lebih Baik
DPR belum Prioritaskan Revisi UU MK
Baleg DPR Bantah Terburu-buru Bahas Revisi UU TNI, Polri, hingga Kementerian Negara
Sikap Fraksi NasDem terhadap Revisi UU MK: Menerima dengan Catatan
PKB belum Tentukan Sikap soal RUU MK
MK Gelar Sidang Uji Konstitusionalitas soal Kewajiban Kepesertaan Tapera bagi Pekerja Lepas
Megawati Dinilai Konsisten Perjuangkan Demokrasi
Perubahan Nomenklatur Wantimpres Jadi DPA Dinilai Bertentangan dengan Semangat Reformasi
Memunculkan Lagi Dewan Pertimbangan Agung Berarti Melawan Konstitusi
Fraksi NasDem Dorong Revisi Wantimpres Segera Dibawa ke Rapat Paripurna
Menteri Yaqut Hormati Pembentukan Pansus Haji 2024
Pezeshkian dan Babak Baru Politik Iran
Hamzah Haz Politisi Santun yang Teguh Pendirian
Wantimpres jadi DPA: Sesat Pikir Sistem Ketatanegaraan
Memahami Perlinsos, Bansos, dan Jamsos
Menyempitnya Ruang Fiskal APBN Periode Transisi Pemerintahan
Program Dokter Asing: Kebutuhan atau Kebingungan?
1.000 Pelajar Selami Dunia Otomotif di GIIAS 2024
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap