visitaaponce.com

Sanksi ASN Pelanggar Netralitas saat Pilkada Harus Lebih Progresif

Sanksi ASN Pelanggar Netralitas saat Pilkada Harus Lebih Progresif
Ilustrasi Pilkada 2024(Dok.MI)

PELANGGARAN atas netralitas aparatur sipil negara (ASN) saat penyelenggaraan Pilkada 2024 nanti diprediksi bakal lebih besar ketimbang Pemilu 2024 pada Februari lalu, meski Undang-Undang Nomor 10/2016 tentang Pilkada mengatur soal netralitas ASN secara lebih komprehensif. Pakar hukum kepemiluan dari Universitas Indonesia Titi Anggraini mengatakan penegakan hukum terhadap ASN yang melanggar netralitas tidak cukup dengan pidana.

Menurut Titi, efektivitas kerja Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan kolaborasi bersama pemangku kepentingan terkait menjadi kunci dalam mencegah dan menangani pelanggaran netralitas birokrasi dan ASN. Menurutnya, potensi politisasi birokrasi dan ASN pada kontestasi pilkada cenderung lebih besar dibanding pemilu.

"Sebabnya karena pejabat pembina kepegawaian dipegang oleh kepala daerah. ASN bukan hanya diperlukan suaranya tapi juga pengaruhnya sering kali dimanfaatkan untuk mendapatkan dukungan yang lebih besar dari masyarakat pemilih," terang Titi kepada Media Indonesia, Minggu (26/5).

Baca juga : Pemetaan Kerawanan Netralitas ASN Diluncurkan di Tengah Rencana Percepatan Pilkada

Ia menjelaskan, UU Pilkada sebenarnya mengatur masalah netralitas dan penegakan hukum terhadap ASN secara lebih komprehensif ketimbang UU Pemilu. Hal tersebut membuat pelanggaran atas netralitas ASN lebih dapat ditindak dari aspek pidana saat pilkada dibandingkan saat pemilu. Pasalnya, ASN yang berpihak dinyatakan sebagai tindak pidana pilkada.

Itu berbeda dengan pelanggaran netralitas ASN saat pemilu seperti yang berlangsung pada Februari lalu. Sebab, mereka baru dapat dinyatakan melakukan tindak pidana pemilu jika terbukti menjadi bagian dari tim kampanye peserta pemilu. Namun, penegakan hukum atas pelanggaran netralitas ASN saat pilkada tidak boleh berhenti pada aspek tindak pidana saja.

"Penegakan hukum tidak cukup hanya dengan proses pidana. Juga diperlukan penindakan dari aspek administrasi atau jabatan yang bisa memberi efek jera," terang Titi.

Sanksi administrasi itu misalnya penurunan jabatan, pemotongan gaji ASN, ataupun mutasi. Titi menilai, sanksi atas pelanggaran netralitas ASN selama ini diteruskan kepada Komisi ASN (KASN). Namun, pembubaran KASN dalam rezim UU ASN yang baru perlu menjadi perhatian semua pihak untuk menyelesaikan masalah netralitas ASN saat Pilkada 2024 pada November mendatang.

"Agar tidak menjadi celah makin masifnya pelanggaran. Kemenpan-Rebiro dan kementerian terkait mestinya punya prosedur yang terstandar dan terukur soal penanganan pelanggaran netralitas ASN termasuk pengawasan dan penjatuhan sanksinya," pungkas Titi. (Tri/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat