visitaaponce.com

Pilkada 2024 Digelar di Tengah Kelelahan Politik

Pilkada 2024 Digelar di Tengah Kelelahan Politik
Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini (kanan) dalam diskusi 'Membangun Pilkada Sukses, Aman dan Partisipatif'(MI/Usman Iskandar)

ANGGOTA Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini menilai, Pilkada 2024 diselenggarakan di tengah political fatigue atau kelelahan politik setelah Pemilu 2024 pada Februari lalu. Jeda waktu yang singkat sejak selesainya Pemilu 2024 sampai persiapan Pilkada 2024 membuat penyelenggaraan pilkada itu sendiri terkesan dipaksakan.

Bagi Titi, irisan antara pemilu dan pilkada itu menjelaskan mengapa bakal pasangan calon kepala daerah jalur perseorangan mengalami penurunan dari sisi jumlah dibanding pilkada sebelumnya. Pasalnya, para aktor politik diduga belum sepenuhnya pulih dari praktik Pemilu 2024.

"Tiba-tiba sudah dibuka pengumuman penyerahan bakal calon syarat dukungan bakal calon perseorangan. Makanya ini adalah tahun terendah calon perseorangan maju di pilkada," kata Titi dalam diskusi bertajuk Pilkada Damai 2024 yang digelar Persatuan Wartawan Indonesia di Jakarta, Rabu (5/6).

Baca juga : Kemandirian Partai Politik Pengaruhi Potensi Korupsi

Menurutnya, kelelahan politik dirasakan baik oleh politisi, partai politik, mapun pemilih. Dari sisi pemilih, ia memprediksi ada potensi mengalami penurunan partisipasi dibanding Pemilu 2024 lalu. Sementara itu, dari sisi kandidat, kelelahan politik berpotensi meningkatkan calon tunggal di sejumlah daerah.

"itu diakibatkan, akibat ekses pragmatisme politik sebagai dampak dari sentralisasi pencalonan," sambungnya.

Potensi calon tunggal pada Pilkada 2024, kata Titi, bakal menguat karena kondisi partai politik belum sepenuhnya terkonsolidasi setelah Pemilu 2024. Pasalnya, masih ada partai yang mengalami keterbelahan karena calon anggota legislatifnya saling berselisih soal perolehan suara Pileg 2024 di Mahkamah Konstitusi.

Lebih lanjut ia menjelaskan, warga negara yang ingin maju sebagai calon kepala daerah lewat jalur partai politik setidaknya harus "mengetuk tiga pintu" untuk mendapatkan rekomendasi. Ketiga pintu itu adalah rekomendasi dari pengurus partai di tingkat kota, tingkat provinsi, dan tingkat dewan pengurus pusat (DPP). (Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat