visitaaponce.com

Melongok Jejak Kota Santri Kaliwungu

Melongok Jejak Kota Santri Kaliwungu
Masjid Agung Kaliwungu, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah menjadi tempat favorit bagi warga dan para santri.(MI/Akhmad Safuan)

MENYUSURI Jejak Islam di ‘Kota Santri’ Kaliwungu, Kabupaten Kendal, menjadi sebuah perjalanan menarik di bulan Ramadan karena keindahan dan kesyahduan bacaan Al-Qur’an terdengar menyejukkan hati di setiap sudut perkampungan dan masjid yang ada.

Sejarah Kaliwungu menjadi Kota Santri tidak terlepas dari perjuangan Sunan Katong atau Bathara Katong yang lebih dikenal dengan nama Sunan Ampel, mampu mengislamkan wilayah ini, setelah bersama mendarat bersama pasukannya termasuk beberapa tokoh, seperti Ten Koe Pen Jian Lien (Tekuk Penjalin), Han Bie Yan (Kyai Gembyang), dan Raden Panggung (Wali Joko).

Perjuangan untuk menguasai dan menyebarkan agama Islam tidak mudah karena pada saat itu Kaliwungu dan Kendal masih harus menaklukkan seorang tokoh agama Hindu/Buddha, juga disebutkan sebagai mantan petinggi Kadipaten di bawah Kerajaan Majapahit untuk wilayah Kendal/Kaliwungu bernama Suromenggolo (Empu Pakuwojo).

Hingga akhirnya Sunan Katong berhasil memenangi perkelahian yang digambarkan dalam sejarah cukup sengit hingga akhirnya dapat menguasai wilayah serta mengislamkan Pakuwojo dan menjadikan rakyat wilayah itu mengikuti ajaran sunan.

Setelah penaklukan Kaliwungu dan Kendal, Wali Joko (Suweryo) merupakan adik dari Sunan Katong juga salah satu santri Sunan Kalijaga, mendirikan masjid di pusat Kota Kendal (sekarang Masjid Agung Kendal) sekitar 1493 pada Kasultanan Demak.

Wali Joko yang juga bernama Pangeran Panggung secara hierarki merupakan putra bungsu Prabu Kertabumi (Prabu Brawijaya V) dari Permaisuri Dewi Murdaningrum, seorang putri dari Kerajaan Campa, sehingga Wali Joko masih memiliki hubungan darah dengan Raden Patah (raja pertama Kesultanan Demak Bintoro).

Perjalanan sejarah Kaliwungu sebagai Kota Santri terus berjalan hingga Kiai Asy'ari (Kiai Guru) yang mengajarkan dan menyebarkan agama Islam serta mendirikan Masjid Al-Muttaqin pada 1653 sebagai pusat peribadatan dan pendidikan agama Islam kepada santri dan warganya.

Bahkan, setelah belajar di Mekah, Kiai Guru yang mendirikan pondok pesantren di Kaliwungu. Kiai Asy'ari merupakan utusan dari kerajaan Mataram Islam Yogya yang melahirkan para ulama besar, seperti KH Sholeh Darat (Semarang), KH Ahmad Bulkin (Mangkang), KH Musa Kaliwungu (Kiai Musa Bobos), dan KH Anwaruddin Kriyan (Cirebon).

Di bulan Ramadan seperti saat ini, baik di Masjid Agung Kendal maupun Masjid Besar Al-Muttaqin Kaliwungu, menggelar pengajian Kitab Kuning serta menyediakan makan dan minum untuk berbuka bagi semua lapisan masyarakat, terutama para musafir yang kebetulan singgah.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat