visitaaponce.com

Puasa Era Medsos

Puasa Era Medsos
Achmad Ubaedillah Anggota Badan Pengembangan Jaringan International PBNU(MI/Duta)

ADALAH Imam Al-Ghazali, filsuf muslim abad ke-12, yang mengklasifikasikan puasa Ramadan menjadi tiga tingkatan: umum, khusus, dan premium (khusus al-khusus). Puasa umum ialah puasa yang dilakukan orang kebanyakan, hanya menjaga masuknya makan dan minum seharian. Sebaliknya lisan, tangan, dan anggota badan lainnya tidak dijaga dari perbuatan yang membatalkan puasa.

Lisan tetap bergosip, bergunjing, menebar hoaks. Mata dan telinga gandrung menyaksikan berita yang kurang bermanfaat. Ini hanya di antara contoh perbuatan yang dapat menggerus pahala ibadah puasa. Inilah tingkatan ibadah orang awam, yakni ibadah tanpa ilmu. Puasa hanya menahan lapar dan dahaga. "Berapa banyak orang yang berpuasa, tidak ada dampak baginya kecuali hanya lapar dan haus," demikian hadis Nabi mengilustrasikan tingkatan puasa awam itu.

Di peringkat kedua, puasa khusus ialah puasa yang tidak hanya menahan makan minum, tapi juga menjaga anggota badan lainnya dari perbuatan tercela, seperti berdusta, bergosip, dan mengumpat. Itulah puasa yang dilandasi ketakwaan dan keilmuan. Sepanjang Ramadan diisi dengan aktivitas ibadah berzikir, membaca Al-Qur'an, belajar, menghindari hoaks atau menyebarkan berita yang tidak benar, dan sebagainya.

Tingkatan puasa yang ketiga, kelas premium, ialah puasa tingkat kedua plus, yakni puasa para ahli ilmu dan ma'rifatullah. Puasa itu identik dengan puasa dalam bentuknya yang totalitas, puasa lahir batin dengan dimensi spiritual tinggi, didedikasikan sepenuhnya hanya untuk menggapai rida Allah SWT. Inilah puasa para kekasih (aulia) Allah. Merekalah hamba Tuhan dengan predikat sangat istimewa (khawas al-khawas).

Membahas ketiga tingkatan puasa di atas tentunya masih relevan hingga sekarang, era teknologi dan kebebasan berekspresi.

Teknologi ibarat pisau berfungsi ganda, positif dan negatif. Keduanya bergantung pada manusia si pengguna pisau tersebut. Di tangan penjual daging pisau digunakan untuk memotong daging hewan yang bermanfaat bagi manusia. Sebaliknya pisau di tangan pelaku kriminalitas dapat digunakan untuk tindakan kejahatan.

Demikian pun teknologi komunikasi seperti ponsel (handphone). Ia bisa digunakan untuk beribadah atau perbuatan yang dilarang ajaran agama. Era media sosial (medsos) puasa Ramadan dengan parameter Al-Ghazali tentunya masih relevan.

Kehidupan manusia modern yang tak lepas dari perangkat komunikasi digital tantangan puasa Ramadan semakin meningkat. Unsur yang dapat membatalkan pahala puasa tidak hanya bersumber dari lisan kita, tapi juga dari jari hamba yang berpuasa.

Jari-jari kita dapat menjadi penyebab utama puasa kita tidak naik kelas, alias tetap di tingkatan awam kebanyakan. Jemari kita dengan mudah memindai informasi yang tidak sahih (hoaks), fitnah, provokasi yang tidak jelas sumbernya.

Dengan mudah jari kita mem-forward kabar yang dapat menyebabkan si penerimanya kesal, marah, dan tersinggung. Tak cukup hingga di sini, pertengkaran di dunia maya antar-netizen acap kali lebih ramai jika dibandingkan dengan dunia nyata. Jari kita dengan mudah menjadi anggota badan yang paling bertanggung jawab atas tergerusnya ibadah puasa.

Esensi ibadah puasa sebagai perbuatan menahan diri di era medsos ini hendaknya menjadi perhatian mereka yang berpuasa. Ramadan sebaiknya menjadi bulan untuk menahan jari kita dari menyebar berita yang tidak benar atau tidak masuk akal. Ramadan era medsos hendaknya dijadikan momentum literasi umat Islam untuk bijak bermedsos.

Pada saat bersamaan momentum Ramadan memberi kesempatan bagi jari orang yang berpuasa untuk mem-posting kabar baik, tausiah, seruan damai dan berbuat kebaikan, atau kutipan bijak orang arif kepada saudaranya yang tengah berpuasa. Semoga jari kita dapat meningkatkan kelas puasa kita ke rangking kedua seperti dikategorikan Al-Ghazali.

Media sosial membuka peluang bagi peningkatan kualitas ibadah kita, sekaligus dapat menjadi penyebab berkurangnya pahala puasa. Bijak bermedsos selama Ramadan dapat mengantarkan kita menjadi manusia yang bertakwa, sebagai tujuan utama ibadah Ramadan.

Mari kita puasakan jari dan pikiran kita. Wallahu a'lam.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat