visitaaponce.com

Puisi-puisi Endry Sulistyo

Puisi-puisi Endry Sulistyo
(Ilustrasi: A A Mochalova)

Rindu, Smooth Jazz Seperti yang Kita Mainkan
: kepada Asril Gunawan

 

Violin itu kubawa serta
kelak bila rindu itu menyeruak
pada dawai dawainya kugesek luka
nada ngilu seiiring meninggalkanmu
meski sesaat, engkau pun tahu pedihnya

Ada dua pasang binar mata kanak
kutitipkan doa di setiap kantuk dan terjaga 
pun pada janin yang bernaung 
tolong nyanyikan setiap malamnya sebuah lagu 
semacam dzikir yang tak sempat kubisikan 

Jangan lupa kisahkan pula pada mereka 
tentang risalah Ibrahim yang meninggalkan 
Hajar di gurun yang ngungun 
seperti halnya kutinggalkan kalian 
dari kota tepian dan bentang Mahakam

Perjalanan ini bukanlah kehendak semata 
bila dunia yang digaidakan
langkah ini pun terasa tak sepadan 
sebab rempah makanan yang kau sajikan 
celoteh anak anak adalah semerdunya musik 
smooth jazz yang sering kita mainkan
   
Samarinda, 2023

 

 

Sajak Tikus Jelang Mati

 

Di cekung kelokan got rupawan kota
persis di bawah padatnya jalan raya
pekat anyir air ceceran kotoran
raja tikus uzur menggelar sidang akbar
berhimpunlah rakyat mendengar sabda 

Berabab sudah kita mendiami dan berdiam 
menjadi nista tanpa kendali atas kuasa manusia 
mengerat apa yang disisa menjadi seteru melulu diburu 
bangkai bangkai kerabat kita mati sia sia saat mencari makan
dilindas kendaraan dicampakan begitu saja 
tanpa pemakaman atas nama mahluk Tuhan 
demi jenama keindahan, kesehatan, dan perababan
tersematlah bangsa kita adalah hama yang perlu dimusnahkan 

Otak otak manusia sudah rusak pandir pikir 
berlomba mencipta untuk saling menista 
zikir sombong dan nurani bolong  
mengerat apa yang mereka bisa 
memenuhi syahwat anak pinak 
melebihi apa yang diajarkan leluhur pada kita

Sudah saatnya kita menjadi penentang 
mengambil alih kodrat pengerat yang diambil mereka

Sorak sorai menggema di bawah tanah kota 
cericit cindil dan wirok meruncing taring di bebatuan
got got pengap dan gelap ditinggalkan penghuni 
hijrah dengan panji belapati 
menjelajah kota menjarah peraban manusia
sebagian berkoloni di restoran dan hotel berbintang 
mengerat kenyang kencing sesuka hati 
sebagian lagi menuju elit perkantoran 
mengintip paha perempuan yang panik saat bersua 
lalu melompat ke rerumputan padang golf bersama dasamuka 
sebagian yang tak butuh kenyang menyalurkan hobi dengan bermukim di brankas brankas bersandi 
mengerati gambar pahlawan di sampul uang

Di atas tanah dunia lintang pukang 
manusia berlari jijik menjerit tanpa nyali 
kucing dan anjing peliharaan semakin 
mendekam di kandang kandang 
tak ada meongan dan gongongan

Di cekung kelokan got kota 
persis di bawah padatnya jalan raya
pekat anyir air ceceran kotoran 
raja tikus uzur menuliskan sajak terakhirnya 
    
Samarinda, 2023

 

 

Mala Teroka

 

Pelepah kelapa gugur sendiri 
menyisa setandan kelapa tua 
karena tak ada lagi yang memanjat 
bapak sudah bergetar linu saat berpijak pada jejak gelugu 
bukan lantaran surut nyali namun usia tak pernah dapat ditipu
ibu sudah lama tak memeras kelapa menjadi santan 
mengepel licin lantai ulin dengan ampasnya 
kini ke warung acil sebelah rumah 
santan kemasan mudah ia didapatkan

Ilalang meninggi lama abai disiangi 
tak sempat dibabat sebab lembu 
kini terbiasa memamah konsentrat
ternak ternak dikurung dalam kandang tak lagi diumbar 
ketinting berkarat sandar di bahu baru muara
orang orang mengganti jala dan joran dengan tojok dan gancu
meninggalkan sungai menuju daratan

Samboja, 2023

 

 

Tuah Tukang Ukir

 

Belasan hari kami tempuh 
mengarungi lautan menaiki gelombang 
demi sebuah titah dan undangan 
dari yang dipertuan 
memperelok kekuasaan 
agar kelak jadi tetirah sejarah 

Datang kami tak hendak berdagang
tak hendak pula mencari pasangan 
apalagi berperang menaklukan 
pahat besi dalam peti kayu jati 
hanya menjejak batang kayu 
bukan di dada penuh angkara 

Tugas kami sudah jangkap 
jangkar kapal di tepian siap diangkat
kembali ke tanah asal 

Tapi siapa bisa sangka 
dalam dan tenang samudera 
ada bara kesumat hingga tega khianat ke raja
hasut kami tak bersusila merudapaksa dayang istana 
hingga jatuh qanun mencabut nyawa 

Pantang kami undur diri 
meski mati hasut dengki tak akan mampu menghabisi 
sungai tempat melarung adalah makam sunyi 
hanya tonggak keras ulin tanpa ukir 
penanda bahwa lisan sejarah hidup abadi 
"Sepuluh hancur luluh, sebelas jadi alas."

Samarinda, 2023

 

 

Behempas

 

Bilur
sebab gai lihai menyergap 
lentur rotan 
melenting menghempas badan

Kokoh saloko 
bentang anyaman rotan 
leluhur penjaga alam 
akar, ranting, batang, dedaunan hutan 

Ketopong kayu pohon 
cerdik siasat lepas jua kepala bolong 
akal menebal ilmu meramu 
dangkal dalam pasang surut teguh berguru 

Bimpas 
kepala mlompong berisi amarah 
tangantangan memegang bilah memburu entah 
orang orang mencari perisai menghindari amukan
sungai sungai hilang tanpa batangan 
rotan tak bersua indungnya lagi di hutan
terempas

Samarinda, 2023


Baca juga: Sajak-sajak Uhan Subhan
Baca juga: Sajak-sajak Norham Wahab
Baca juga: Sajak-sajak Osip Mandelstam

 

 

 

 


Endry Sulistyo, penyair, lahir di Sleman, Yogyakarta, 30 Januari 1978. Puisi-puisinya termuat dalam Antologi Puisi 154 Penyair Indonesia Upacara Tanah Puisi (2022), Antologi Distopia, Sayembara Penulisan Puisi yang diselenggarakan oleh Payakumbu Poetry Festival (2023), dan Antologi Puisi Simbiosis yang diterbitkan oleh Dewan Bahasa dan Pustaka, Malaysia (2023). Sehari-hari berdomisili dan berkarya di Samarinda, Kalimantan Timur. (SK-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Iwan Jaconiah

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat