visitaaponce.com

Keluarga Korban Tragedi Kanjuruhan Tidak Puas Hanya 6 Tersangka

Keluarga Korban Tragedi Kanjuruhan Tidak Puas Hanya 6 Tersangka
Sejumlah suporter klub sepak bola berkumpul saat doa bersama tragedi Kanjuruhan di Maguwoharjo, Sleman, DI Yogyakarta.(ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyasyah)

SEBANYAK 50 orang baik korban maupun keluarga korban Tragedi Kanjuruhan berbondong-bondong menyambangi Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan. Mereka datang untuk melaporkan insiden maut itu karena belum puas dengan penetapan enam tersangka.

"Pagi ini kami tim kuasa hukum bersama 50 orang terdiri dari korban penyintas dan juga keluarga korban hari ini mengunjungi Bareskrim Mabes Polri dengan agenda yaitu membuat laporan polisi terkait dengan peristiwa 1 Oktober 2022 di Stadion Kanjuruhan Kabupaten Malang," kata kuasa hukum korban, Anjar Nawan Yusky di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, hari ini.

Anjar mengatakan laporan yang ditangani di Polda Jawa Timur dengan enam tersangka itu laporan model A. Artinya, laporan yang di buat oleh polisi. Menurut dia, perkara yang ditangani dengan laporan model A itu tidak banyak mengakomodasi perspektif korban.

"Sehingga dengan demikian, masyarakat Malang khususnya korban Aremania merasa kurang ada keadilan di sana karna tidak sesuai fakta yang sebenarnya," ujar Anjar.

Maka itu, kata dia, puluhan korban dan keluarga korban datang ke Bareskrim Polri untuk membuat laporan sendiri. Harapannya, dengan laporan ini dapat lebih membuka perspektif korban terkait peristiwa yang terjadi di tribun.

"Karena korban yang berada di tribun. Sementara, pihak kepolisian berada di tengah lapangan stadion," ucapnya.

Lebih lanjut, dia menyebut masih banyak yang bisa ditetapkan tersangka dalam insiden itu. Anjar mengaku akan membeberkan ke penyidik terkait serangkaian penyidikannya mengacu temuan-temuan tim gabungan independen pencari fakta (TGIPF) dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

Anjar mengaku juga membawa bukti berupa resume medis yang tidak terakomodasi dalam laporan model A di Polda Jawa Timur. Anjar menyebut dalam laporan model A di Polda Jatim tidak menjelaskan secara gamblang luka yang dialami korban.

"Luka ini banyak, tidak hanya patah tulang karena patah tulang seperti yang ada di perkara berjalan di Polda Jatim itu seolah-olah korbannya karena terinjak Injak. Padahal banyak, ada korban mata merah, ada korban sesak napas, itu kami bawa semua buktinya," beber dia.

Laporan mode A di Polda Jawa Timur juga disebut belum menyasar tentang kekerasan terhadap anak seperti yang diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak. Padahal, kata dia, negara harus hadir melindungi anak termasuk dalam proses penegakan hukum.

Anjar juga mengaku menggunakan pasal berbeda dengan laporan model A di Polda Jawa Timur. Pihaknya bakal menggunakan pasal terkait tindak pidana yang mengakibatkan orang mati sebagaimana diatur dalam Pasal 338 KUHP, 340 KUHP, Pasal 351 ayat 3 KUHP. Lalu, pasal penganiayaan dan pasal tentang korban anak.

Baca juga: Keluarga dan Penyintas Tragedi Kanjuruhan Lapor Bareskrim Polri, Ini Alasannya

"Ada ketentuan khusus yang mengatur yaitu tentang perlindungan anak. Itu harusnya bisa diterapkan, tapi nyatanya di Jatim belum," ucapnya.

Andy Irfan dari Federasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menambahkan pelaporan ini dilakukan karena laporan di Polda Jawa Timur diyakini tidak akan menyentuh seluruh peristiwa pidana yang terjadi. Di antaranya dugaan pembunuhan, pembunuhan berencana, penyiksaan, penyiksaan hingga meninggal dunia kekerasan kepada anak, kekerasan kepada perempuan, dan lainnya.

"Laporan sekarang dari korban itu untuk kita menyampaikan fakta-fakta yang selama ini belum dilihat secara utuh oleh penyidik polisi di Jatim. Pihak yang paling bertanggung jawab tentu saja perwira paling tinggi di Polda Jatim waktu itu, yaitu Pak Kapolda," kata Andi.

Menurut dia, Kapolda Jatim yang kala itu dipimpin Irjen Nico Afinta harus bertanggung jawab. Selain itu, semua personel polisi yang berada atau tidak berada di lapangan namun mengetahui terkait pengerahan pasukan di Kanjuruhan juga disebut harus bertanggung jawab.

"Polda dan Polres paling tinggi Kapolda," katanya.

Tragedi Kanjuruhan

Kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur (Jatim) terjadi pada Sabtu malam, 1 Oktober 2022. Insiden terjadi usai pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya. Aremania turun ke lapangan setelah Arema dinyatakan kalah dengan skor 2-3.

Tindakan Aremania membuat aparat kepolisian di lokasi mengambil langkah-langkah, salah satunya, tembakan gas air mata yang memicu kepanikan penonton dan berdesakan mencari pintu keluar. Akibatnya, 135 orang meninggal dunia.

Sebanyak enam orang ditetapkan tersangka. Para tersangka itu tiga sipil dan tiga anggota polisi.

Berikut tersangka dalam tragedi Kanjuruhan:

1. Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru (LIB), Ahmad Hadian Lukita
2. Ketua Panitia Pelaksana Arema Malang, Abdul Haris
3. Kabag Ops Polres Malang, Kompol Wahyu Setyo Pranoto
4. Kasat Samapta Polres Malang, AKP Bambang Sidik Achmadi
5. Komandan Kompi Brimob Polda Jawa Timur, AKP Hasdarman
6. Security Steward, Suko Sutrisno

Tiga warga sipil dijerat Pasal 359 dan atau Pasal 360 KUHP dan atau Pasal 103 ayat (1) jo Pasal 52 Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan. Sedangkan, tiga anggota polisi dijerat Pasal 359 KUHP tentang (kesalahannya atau kealpaannya menyebabkan orang lain mati dan atau Pasal 360 KUHP tentang (kesalahannya atau kealpaannya menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat).(OL-4)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat