visitaaponce.com

Kesempurnaan Man City Diuji Inter

Kesempurnaan Man City Diuji Inter
Seorang warga berlarian di area acara Yenikapi di Istanbul, pada 8 Juni 2023.(AFP/Yasin Akgul.)

MANCHESTER City menjadi favorit menuju final Liga Champions, Minggu (9/6) dini hari WIB, melawan Inter Milan di Istanbul, Turki. Kecerdasan Pep Guardiola meramu taktik dipertaruhkan agar bisa mendapatkan trofi Si Kuping Besar untuk pertama kali sekaligus menyempurnakan diri sebagai tim superior di Eropa.

The Citizen--julukan Man City--membangun momen ini sejak pengambilalihan klub pada 2008 oleh Abu Dhabi United Group. Mereka telah menjadi kekuatan dominan Inggris, memenangkan tujuh gelar Liga Primer dalam 12 musim terakhir.

Namun, banyaknya trofi domestik yang diraih terasa belum sempurna ketika belum meraih trofi kasta tertinggi Eropa itu. Kedigdayaan Man City yang belum pernah kalah di Liga Champions musim ini ditambah mengalahkan RB Leipzig, Bayern Muenchen, dan Real Madrid di babak sistem gugur harus ditutup sempurna dengan gelar akhir pekan nanti.

Baca juga: Manchester City Gusur Real Madrid Sebagai Klub Paling Berharga di Eropa

Apalagi, peluang Man City menjadi klub kedua dalam sejarah sepak bola Inggris setelah Manchester United yang memenangkan Treble terbuka lebar. Man City sebelumnya merebut dua trofi domestik, yakni Liga Primer dan Piala FA.

"Kami masih belum memenangkannya. Saya sudah berada di sini selama delapan tahun dan ini luar biasa. Namun (Liga Champions) sesuatu yang belum kami menangkan dan itu sesuatu yang ingin kami menangkan," kata gelandang Man City Kevin De Bruyne.

Belajar dari kesalahan

Untuk mewujudkan misi itu, Pep Guardiola mengharapkan hasil yang lebih baik daripada di final melawan Chelsea pada 2021 saat ia salah dalam meracik strategi. Salah satu yang disorot saat itu ialah starting line-up yang diturunkan Guardiola menuai banyak kritik. Rodri yang biasa jadi starter dan dipercaya mengawal lini tengah The Citizens dicadangkan.

Baca juga: Inzaghi Tegaskan Inter Milan tidak Takut dengan Manchester City

Guardiola mempercayakan Ilkay Guendogan sebagai holding midfielder yang dipasang sejajar dengan Bernardo Silva dan Phil Foden. Sementara Kevin De Bruyne yang biasa jadi gelandang sering dipasang sebagai penyerang tengah. Taktik ini membuat Man City kesulitan mengimbangi permainan cepat Chelsea sejak menit awal hingga berujung kekalahan 0-1.

Guardiola dianggap sebagai pelatih terhebat di generasinya dengan 11 gelar liga hanya dalam 14 musim saat menangani tiga klub berbeda yakni Barcelona, Bayern Muenchen, dan Man City. Namun sejak menjuarai Liga Champions pada 2011 untuk kedua kali dalam tiga tahun pertama di Barcelona, Guardiola mengalami serangkaian kekalahan di Eropa. Bersama Man City, ia butuh lima kali percobaan hanya untuk menembus perempat final. Ia kemudian kalah di final dari Chelsea dua tahun lalu dan takluk dari Real Madrid di semifinal musim lalu.

Guardiola mengakui bahwa kesuksesan Liga Champions akan membawa status yang tidak dapat diberikan oleh gelar domestik mana pun. "Begitu banyak klub yang menghancurkan proyek dan ide karena mereka tidak mampu memenangkan kompetisi ini dan begitu banyak yang menjadi klub besar karena mereka mampu memenangkannya," kata Guardiola.

Namun, Man City tidak dapat mengabaikan ancaman Inter Milan yang lolos dari grup dengan menyingkirkan Barcelona sebelum mengalahkan Porto, Benfica, dan rival sekota AC Milan di babak sistem gugur. Nerazzurri--julukan Inter-- memang tidak menghadapi tim sekaliber Man City, tetapi mereka memiliki naluri juara setelah mempertahankan Coppa Italia musim ini.

"Mereka berada di final Liga Champions karena suatu alasan. Mereka memiliki pemain yang luar biasa. Kita semua bisa melihatnya. Bagaimana mereka bermain di pertandingan besar dalam pertandingan derby di semifinal Liga Champions, tidak pernah mudah. Kami tahu yang akan kami hadapi," kata John Stones, pemain yang pindah posisi dari bek ke lini tengah dan menjadi kunci penampilan luar biasa Man City.

Selain itu, sang pelatih Simone Inzaghi juga memiliki rekam jejak yang mengesankan ketika bermain di turnamen sistem gugur. Ia punya catatan memenangi tujuh partai final terakhir. Modal ini yang dibawa Inzaghi saat mendampingi timnya berlaga di final Liga Champions.

Sepanjang karier kepelatihannya, Inzaghi pernah memainkan delapan final sekaligus. Tujuh partai final di antaranya berakhir dengan kemenangan. Satu-satunya kekalahan yang didapat Inzaghi ketika ia masih menangani SS Lazio melawan Juventus pada Mei 2017 di Coppa Italia. Selama melatih Nerazzurri, Inzaghi telah memenangkan turnamen Coppa Italia dan Supercoppa Italia dalam dua musim berturut-turut.

Statistik mentereng Inzaghi belum teruji hingga level Eropa. Sebab, ini kali pertama dirinya membawa tim ke final turnamen Eropa, termasuk Liga Champions. Meski melawan tim favorit juara, Inzaghi mengatakan timnya tidak takut dan siap memberikan hasil terbaik di final nanti. "Kita berbicara tentang pertandingan sepak bola, tidak ada rasa takut," kata Inzaghi. (AFP/Footballitalia/Z-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat