visitaaponce.com

Solos Hadirkan Solusi untuk Transformasi Bisnis Freelancers

Solos Hadirkan Solusi untuk Transformasi Bisnis Freelancers
Ricky Willianto, CEO Solos, saat memberi pemaparan tentang platform e-commerce Solos.(Ist)

SOLOS, platform e-commerce yang membantu solopreneur (solo-entrepreneur) dan freelancer menjual layanan mereka dengan cepat dan mudah secara online pada hari ini secara resmi diluncurkan.

Dibangun pemuda asal Medan yang pernah memenangi penghargaan Telkomsel NextDev Summit untuk entrepreneurship dan solusi digital, Ricky Willianto.

"Solos memiliki visi untuk memberdayakan setiap orang untuk melakukan pekerjaan yang mereka sukai dengan cara yang berkelanjutan secara finansial," ujar Ricky Willianto, CEO Solos, dalam keterangan pers, Minggu (15/5).

Baca juga : Bisnis Kos Mulai Bangkit, Startup RoomMe Beri Apresiasi kepada Pemilik Indekos

Solos, menurut Ricky, menghadirkan tiga solusi utama yaitu sebagai portfolio builder, online shop for service, dan payment solutions for service sellers.

Solusi ini diciptakan untuk mewujudkan misi Solos membantu freelancer dan solopreneur menemukan klien baru dengan cepat.

“Solos diciptakan untuk membantu mereka mempersingkat waktu yang diperlukan untuk menyepakati transaksi, yang pada akhirnya menghasilkan lebih banyak pendapatan. Kami ingin meningkatkan pendapatan bagi para profesional Asia dari $20 per hari menjadi $20 per jam,” tutur Ricky.

Baca juga : How to Start up Digital Marketing Business Bahas Pemasaran Online

Solos saat ini merupakan platform e-commerce layanan jasa yang paling komprehensif dan unggul di antara kompetitor sejenis di Indonesia.

"Solos menjawab tantangan yang selama ini dihadapi pelaku freelancing hadapi ketika menggunakan platform sejenis, seperti biaya administrasi/bagi hasil yang mahal, komunikasi dengan klien yang dibatasi pada satu platform tertentu, dan skema pembayaran yang terbatas," paparnya.

Solos dilengkapi dengan teknologi yang memudahkan para freelancer untuk membangun website dan toko online, dengan tampilan depan (storefront) yang menarik dan memungkinkan para freelancer untuk memamerkan karya dan jasa mereka secara online dan kredibel.

Baca juga : Zoho for Startups Siap Dukung Pertumbuhan Ekosistem Kewirausahaan di Indonesia

Sehingga freelancers, tegas Ricky, tidak perlu lagi membuat website terpisah atau mencantumkan Linktree atau tool sejenis yang berisikan tautan website, portfolio, nomor telepon, email, dan sosial media mereka karena Solos menghadirkan seluruh fungsi tersebut dalam satu tempat.

Solos juga didukung dengan teknologi di belakang layar (back-end) yang membantu pengaturan proyek freelance dengan lebih mudah dan teratur, mulai dari project management, chat, tagihan, hingga sistem pembayaran.

Selain itu Solos memberi kebebasan dan keleluasaan bagi para freelancer untuk menentukan cara bekerja dengan klien, kebebasan komunikasi langsung dengan klien, serta bebas menentukan cara pembayaran dengan klien.

Baca juga : Startup JALA Raih Pendanaan Seri A USD 13,1 Juta untuk Perkuat Budi Daya Udang

“Berbeda dengan platform pencarian layanan freelance lainnya yang membatasi cara komunikasi dan skema pembayaran antara klien dengan freelancer," ucapnya.

"Solos memberi kebebasan bagi freelancer dan solopreneur untuk menawarkan layanan jasa mereka secara langsung kepada klien dengan platform komunikasi dan skema pembayaran yang bisa mereka tentukan sendiri,” ungkap Ricky.

Saat ini, tren freelancing sedang meningkat di dunia. Solos mengestimasi saat ini terdapat 70 juta freelancers dan solo entrepreneur di Asia Tenggara. Nilai pemasukan tahunan freelancers di Asia Tenggara tersebut mencapai US$ 93 miliar.

Baca juga : 6 Cara untuk Jamin Kenyamanan Konsumen saat Harbolnas

World Bank mencatat pertumbuhan pelaku freelancing mencapai 30% setiap tahunnya dengan dominasi segmentasi usia 18-44 tahun.

Penelitian School of Business University of Brighton menyatakan bahwa 97% pekerja lepas lebih bahagia daripada pekerja kantoran.

Tren yang sama terjadi di Indonesia. Badan Pusat Statistik mencatat 33,34 juta orang bekerja sebagai freelancer dan small business owners hingga Agustus 2020. Angka ini naik 4,32 juta orang atau 26 persen dari tahun sebelumnya.

Baca juga : Luncurkan GVV Batch 6, Grab Cari Startup ESG dan E-commerce Enabler

Menurut Ricky, pasokan tenaga kerja yang menginginkan pekerjaan jam 9-5 kini semakin berkurang, terutama untuk kategori pekerjaan yang banyak diminati seperti teknik, desain, UI/UX, penelitian, pembinaan (training), dan strategi.

Selain faktor fleksibilitas waktu dan tempat bekerja, ada kecenderungan sosial yang mendasari, terutama di kalangan generasi muda, untuk mendapatkan pekerjaan yang memiliki makna bagi hidup mereka.

Hal ini dapat berupa melakukan pekerjaan yang berdampak positif bagi dunia, atau bahkan hanya pekerjaan yang selaras dengan nilai-nilai pribadi seseorang seperti kreativitas atau kebebasan.

Baca juga : Sambut Ramadan, E-Commerce Cosmart Tawarkan Kemudahan dan Promo

Akibatnya, perusahaan berjuang untuk mengisi jumlah karyawan mereka, dan karena itu mereka mencari cara alternatif untuk bekerja dengan generasi muda. Perusahaan sukses seperti Google sudah memanfaatkan tenaga kerja kontrak dan freelancers dalam bisnis mereka.

Faktanya, 54% tenaga kerja Google adalah outsource. Sementara SAP menemukan bahwa rata-rata 25% tenaga kerja dari organisasi terbesar terdiri dari pekerja lepas dan kontraktor.

Menurut Ricky, skema ini memungkinkan organisasi untuk mengelola sumber daya mereka dengan lebih baik dan memaksimalkan efisiensi dan output mereka. Organisasi dengan tenaga kerja yang fleksibel lebih mampu menyesuaikan biaya mereka berdasarkan lingkungan dan situasi bisnis.

Baca juga : Juara III Lomba Startup Kemenperin Beri Solusi Bagi IKM Pantau Stok Barang

“Kami percaya bahwa terjadi transisi besar pada angkatan kerja masa kini. Generasi baru lebih menyukai kebebasan, fleksibilitas, dan pekerjaan yang berdampak dan didorong oleh hasrat," katanya.

"Hasilnya, orang-orang yang dulu bergantung pada pekerjaan kantoran kini memulai bisnis mereka sendiri yang dimungkinkan oleh teknologi dan kerja jarak jauh," jelasnya.

"Solos ingin menjadi solusi terdepan bagi orang-orang yang memulai perjalanan ini, dan menjadi mitra yang membantu mereka sukses dalam bisnis mereka,” ungkap Ricky.

Baca juga : Produk Digital TCI Bantu Membangun Branding Pelaku Usaha

Solos fokus membantu freelancer dan solopreneur menemukan klien baru dengan cepat. 

"Solusi Solos diciptakan untuk membantu mereka mempersingkat waktu yang diperlukan untuk menyepakati transaksi, yang pada akhirnya menghasilkan lebih banyak pendapatan," paparnya

Solos dirancang untuk melayani kebutuhan pekerja profesional. Siapa pun yang menjual keahlian, keterampilan, dan pengetahuan mereka adalah target pengguna Solos.

Baca juga : Quipster, Solusi Berbasis IOT untuk Digitalisasi Rantai Pasok Industri Konstruksi 

Solos memberdayakan desainer grafis, penulis, tutor belajar, pelatih pribadi, instruktur yoga, konsultan PR, peneliti profesional, dan pakar strategi.

“Saat ini Solos fokus pada pertumbuhan di Indonesia. Kami saat ini berbasis di Bali karena kami percaya Bali adalah pusat bisnis yang tepat untuk freelancer, solopreneur, dan digital nomads,” jelas Ricky.

Bali adalah pusat bagi para digital nomads (orang yang bisa bekerja dimanapun).

Baca juga : Peringati HKN 2022, KlikQu Dekatkan Layanan Kesehatan untuk Masyarakat

Menurut Ricky, ada banyak dari target pengguna Solos berada di Bali karena mereka ingin memiliki gaya hidup yang seimbang.

Mereka pergi berselancar dan melakukan yoga di pagi hari, membangun bisnis mereka di siang hari, dan kemudian memiliki kehidupan sosial yang hebat di malam hari.

“Selain itu, Bali adalah kota berskala internasional yang menarik minat orang-orang dari berbagai negara," katanya.

Baca juga : Startup Gravel Beri Solusi Cari Tukang Melalui Aplikasi

"Kami pikir Bali akan memungkinkan kami untuk membangun komunitas global, namun juga masih memungkinkan kami untuk mempertahankan identitas kami sebagai bangsa Indonesia,' ungkapnya. 

"Fakta unik, Solos adalah kata jamak untuk solo - yang mengacu pada beberapa solopreneur yang bekerja bersama. Esensi gotong royong ini berpusat pada keragaman, membangun komunitas, dan bekerja sama. Bagi kami, Bali mewakili semua hal di atas,” jelas Ricky.

“Kami percaya bahwa freelancers dan solopreneurs ingin berkembang dalam komunitas yang saling mendukung. Untuk itu kami membangun komunitas Discord dari solopreneurs dan freelancers yang ingin membawa bisnis mereka ke tingkat berikutnya," ucapnya.

"Di dalam komunitas ini, kami menghubungkan anggota dengan klien dan peluang baru, mendiskusikan proyek dan praktik terbaik, dan membantu solopreneur bertemu satu sama lain sehingga mereka dapat berkolaborasi dalam proyek yang lebih besar," katanya.

"Pada akhirnya kami ingin setiap orang mampu melakukan pekerjaan yang mereka sukai dengan cara yang berkelanjutan secara finansial,” tutup Ricky. (RO/OL-09)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat