visitaaponce.com

ChatGPT, Bukti AI semakin Mendominasi

ChatGPT, Bukti AI semakin Mendominasi
(Dok. 123RF.com)

SEJAK pertama kali diluncurkan pada November 2022, popularitas ChatGPT semakin tak terbendung. Lembaga riset asal Amerika Serikat, UBS, menyebutkan setidaknya hingga akhir Januari 2023 ChatGPT telah digunakan oleh lebih dari 100 juta orang di dunia. Angkanya diyakini akan terus naik seiring dengan kian meningkatnya kemutakhiran fitur dan teknologi berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) yang dikembangkan.

ChatGPT dikembangkan oleh Open AI, lembaga penelitian nirlaba yang secara khusus dibuat untuk melakukan riset dan temuan terkait AI. Didirikan pertama kali oleh Elon Musk, saat Open AI bergerak dengan pendanaan dari berbagai pihak dan perusahaan yang memiliki ketertarikan kepada AI, salah satunya Microsoft. ChatGPT dibuat dengan memanfaatkan sebuah sistem AI bernama Dall-E yang diciptakan para peneliti Open AI.

Popularitas ChatGPT meroket terutama berkat kemampuannya merespons percakapan lewat pesan teks dengan manusia. Jawaban-jawaban yang diberikan ChatGPT terasa sangat nyata dan nyaris menyamai kemampuan manusia dalam merespons percakapan. Namanya juga semakin terkenal dan menjadi kontroversi setelah beberapa pihak mencoba menghasilkan beberapa karya tulis dan memberi pertanyaan ujian tingkat universitas pada ChatGPT.

Salah satunya dilakukan oleh seorang profesor dari Wharton University, Christian Terwiesch. Dilansir dari Vice (24/1), penasaran dengan tingkat kecerdasan ChatGPT, Terwiesch mencoba untuk memberikan soal ujian akhir yang biasa diberikan kepada mahasiswa S-2 bidang bisnis. Hasilnya, ChatGPT berhasil lulus ujian tersebut dengan nilai B dan B-.

Penelitian serupa juga dilakukan sekelompok peneliti dari United States Medical Licensing Exam (USMLE). Mereka memberikan soal ujian untuk mendapatkan izin praktik bagi mahasiswa kedokteran yang telah selesai menempuh studi. Meski belum berhasil, ChatGPT nyaris berhasil mendapatkan lisensi tersebut.

Para peneliti bahkan tercengang melihat bagaimana ChatGPT tak hanya mampu memberikan jawaban yang bersifat pasti, tapi juga mampu melakukan analisis mendalam terhadap berbagai masalah kesehatan.

"Teknologi ini sangat berpotensi membantu meningkatkan kualitas pendidikan kedokteran, bahkan membantu para dokter membuat keputusan dalam melakukan tindakan medis," bunyi pernyataan resmi tim peneliti tersebut.

Memiliki segudang potensi menjanjikan, teknologi itu juga menghadirkan banyak kekhawatiran. Dari sisi kemampuan, ChatGPT disebut berpotensi mengambil alih berbagai jenis pekerjaan yang saat ini dilakukan manusia.

ChatGPT versi awal saat ini, paling tidak cukup mumpuni untuk beberapa pekerjaan seperti penulis, tutor, hingga pekerja sektor keuangan. Ke depan, dengan peningkatan kecanggihan yang terus dilakukan, banyak jenis pekerjaan lain yang disebut juga akan terancam.

Seperti diketahui, saat ini ChatGPT memang masih berada pada tahap pengembangan awal. Open AI masih fokus mengandalkan teks sebagai keluaran dari sistem yang mereka ciptakan. Setelah teks, saat ini mereka tengah mengembangkan teknologi komputasi untuk menghasilkan keluaran berupa gambar dan grafis dari teks atau informasi yang diberikan penggunaannya.

 

Pengaturan

Lantas bagaimana ChatGPT akan berkembang dan seperti apa posisinya di masyarakat? Hal itu rupanya juga masih menjadi pertanyaan bagi para ahli teknologi di belakang Open AI. Mereka masih terus melakukan eksplorasi untuk mendapatkan manfaat optimal ChatGPT bagi kehidupan manusia.

Kepala Divisi Teknologi Open AI, Mira Murati, mengatakan bot percakapan seperti ChatGPT terbangun dari sekumpulan besar data (big data) yang dikelola oleh sistem komputer canggih. Pertemuan dua unsur tersebut memungkinkan hadirnya kemampuan analisis dengan akurasi tinggi. Menariknya, sistem ChatGPT tidak bergerak dengan arahan atau kendali manusia, tetapi mampu melakukan pengelompokan, analisis, dan pengenalan berbagai hal dan masalah baru yang dapat mereka selesaikan.

Di laman resminya, Open AI menyebutkan mengelola ChatGPT layaknya mendidik dan membesarkan seekor anjing peliharaan. Mereka hanya perlu diarahkan dan dengan sendirinya dapat menentukan apa yang akan mereka lakukan. Semakin banyak informasi dan orang yang menggunakan, semakin canggih dan beragam pula kemampuan memprediksi, menyelesaikan masalah, dan memberikan jawaban yang dimiliki ChatGPT.

"Dengan revolusi yang terus terjadi di dunia teknologi ini, akan ada peluang-peluang baru yang tercipta meski di saat bersamaan beberapa peran manusia memang akan tergantikan. Tapi saya optimistis akan manfaatnya," ujar Murati, dilansir dari Time, Minggu (5/2).

Murati mengatakan, sejak awal mereka memilih metode percakapan untuk mengembangkan kemampuan AI karena yakin akan kekuatan dari sebuah obrolan. Adanya dialog bakal memaksa sistem AI untuk memberikan respons kepada lawan bicaranya. Dengan banyaknya dialog dan bentuk percakapan yang digunakan manusia pada sistem tersebut, akan semakin variatif juga respons dan jawaban yang dihadirkan. Itu mengapa banyak pihak yang mengatakan ChatGPT memiliki kemampuan berinteraksi layaknya manusia nyata.

Dikatakan Murati, sejak awal membuat ChatGPT, mereka ingin agar teknologi tersebut dapat membantu memaksimalkan beberapa hal dalam kehidupan manusia. Salah satunya di dunia pendidikan. Dengan ChatGPT, diharapkan setiap orang bisa mendapatkan metode belajar yang paling sesuai dengan karakter dan potensi masing-masing.

Saat ini, dengan berbagai penelitian yang dilakukan, secara perlahan ChatGPT mulai menunjukkan kemampuannya untuk mencapai cita-cita tersebut, meskipun di saat bersamaan berbagai penolakan terhadap ChatGPT dari para aktor di dunia pendidikan juga keras disuarakan.

Murati tak menampik masih banyak hal yang harus mereka lakukan dan perjuangkan. Termasuk soal bagaimana menempatkan ChatGPT sebagai hal yang bisa bermanfaat meski mendapatkan pro dan kontra di masyarakat.

"Ada banyak hal yang harus dicari solusinya. Bagaimana membuat sebuah model yang bermanfaat, bagaimana memastikannya agar sejalan dengan kebutuhan manusia, dan tentu saja dapat berdampak baik untuk kemanusiaan," ujar Murati.

Banyak pertanyaan terkait dampak sosial dari kehadiran ChatGPT, termasuk dari segi etika dan filosofi kehadirannya untuk manusia. Ia mengaku masih membutuhkan waktu untuk bisa menjawab itu semua. Tak hanya melalui kata-kata, tapi melalui hasil nyata yang bisa diberikan oleh ChatGPT bagi kehidupan manusia.

"Kami sadar sangat penting untuk membuatnya berdampak bagi banyak kalangan agar semua merasa terwakilkan, seperti para filsuf, ilmuwan, seniman, hingga para pekerja kemanusiaan," kata Murati.

Salah satu hal yang juga menjadi perhatian tim di Open AI ialah bagaimana memastikan teknologi yang mereka ciptakan tidak membuka celah baru bagi para penjahat untuk beraksi. Karena itu, ia mengatakan dibutuhkan banyak masukan dari berbagai pihak tentang bagaimana pengoperasian teknologi AI tersebut harus dijalankan.

"Kami hanya sebuah grup kecil yang membutuhkan banyak masukan terkait sistem ini. Masukan dalam berbagai aspek, tak hanya teknologi, dan itu tentu saja bisa datang dari berbagai pihak, pembuat kebijakan, pemerintah, dan banyak pihak lainnya," tutur Murati.

Seperti diketahui, hingga saat ini belum ada negara yang secara khusus membuat aturan terkait dengan pemanfaatan teknologi AI di masyarakatnya. Aturan-aturan pemanfaatan AI masih bersifat dasar dan belum menyentuh aspek spesifik.

 

Tak terelakkan

Pakar keamanan siber dari Vaksincom, Alfons Tanujaya, mengatakan ChatGPT menjadi salah satu bukti kehadiran AI yang tidak lagi bisa terelakkan. AI, dalam hal ini diwakili oleh ChatGPT, menunjukkan kemampuan komputasi yang semakin tidak terbatas dan peningkatannya eksponensial.

"Jadi pekerjaan yang sifatnya berulang dan monoton tentunya akan diambil alih oleh mesin dan komputer nantinya," ujar Alfons, ketika dihubungi, Rabu (22/2).

Meski banyak yang khawatir, Alfons mengatakan kehadiran AI atau ChatGPT adalah sesuatu yang positif. Manusia harus bisa memanfaatkan kehadirannya untuk meningkatkan produktivitas.

"Bisa saja misalnya tenaga kerja menentang otomatisasi atau robotisasi, tetapi negara, organisasi, atau perusahaan yang tidak memanfaatkan perkembangan ini akan jauh tertinggal oleh organisasi yang mengoptimalkan hal ini. Jadi ini tidak terelakkan atau inevitable," kata Alfons.

Karena kepopuleran ChatGPT, saat ini juga semakin banyak perusahaan teknologi yang membuat aplikasi sejenisnya. Dengan begitu, akan semakin banyak masyarakat yang dapat mengakses teknologi tersebut meski tak sepenuhnya sama dengan yang dimiliki Open AI.

Kondisi tersebut, dikatakan Alfons, harus dibarengi dengan kehati-hatian dari setiap penggunanya. Seperti diketahui, teknologi bot percakapan seperti ChatGPT bekerja dengan mengumpulkan dan menganalisis data yang mereka himpun. Karena itu, kebijaksanaan setiap orang dalam membagi informasi ketika melakukan percakapan menjadi sangat penting untuk diperhatikan.

"Dan, jika pengaksesnya cukup mengerti, ChatGPT bisa dikelabui. Lagi pula umumnya informasi yang diberikan ChatGPT sebenarnya tersedia dan bisa diakses melalui internet. Hanya saja ChatGPT memudahkan cara untuk mendapatkan informasi ini," tutur Alfons.

Ke depan, Alfons mengatakan kemungkinan AI semakin bisa mengimbangi kecerdasan manusia sangat terbuka lebar. Termasuk dalam mengenali dan merespons emosi manusia.

Ketika ditanya apakah mungkin suatu saat teknologi AI akan mencapai tingkat kecanggihan seperti halnya yang ada di film fiksi ilmiah, salah satunya pada film lawas berjudul Her, Alfons menjawab dengan penuh keyakinan.

"Cepat atau lambat akan ke sana. Hanya saja kita tidak tahu seberapa cepat," pungkasnya. (M-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat