visitaaponce.com

Ilmuwan Selidiki Misteri Puluhan Tahun Tewasnya 9 Pendaki Rusia

Ilmuwan Selidiki Misteri Puluhan Tahun Tewasnya 9 Pendaki Rusia
Peta lokasi tewasnya 9 pendaki Rusia lebih dari enam dekade silam(AFP)

PADA malam 1 Februari 1959,  sembilan pendaki yang dipimpin oleh Igor Dyatlov mendirikan kemah di lereng Kholat Saykhl, di Pegunungan Ural, Rusia.  Saat tengah malam, sesuatu yang tidak terduga terjadi dan menyebabkan para pendaki itu keluar dari tenda dan melarikan diri ke hutan. Esoknya, kesembilan remaja itu tewas. Tubuh mereka ditemukan lebih dari satu kilometer di lereng bawah, tanpa pakaian yang pantas.

Beberapa mayat ditemukan berubah warna secara aneh, bahkan ada yang bola matanya hilang. Sementara yang lainnya mengalami luka dalam tetapi tidak ada tanda trauma luar. Pada tubuh seorang pendaki pria lainnya tercatat radiasi tingkat tinggi. Sementara lidah seorang remaja perempuan, hilang.

Polisi semula menduga ini kasus kriminal namun  penyelidikan ditutup segera setelah itu. Kasus itu tetap misteri sampai tahun 1970-an. Insiden  yang dikenal sebagai “Lintasan Dyatlov’ ini, menjadi salah satu misteri terbesar di Rusia, menginspirasi banyak buku, dokumenter, dan film yang didedikasikan untuk korban tragedi tersebut.

Selama beberapa dekade, penyebab kematian para pemuda itu juga telah melahirkan berbagai teori yang tak terhitung jumlahnya. Di antaranya adalah serangan makhluk mirip yeti, alien, ledakan yang disebabkan oleh tes senjata nuklir rahasia, puing-puing roket yang jatuh, atau bahkan kekuatan psikologis yang tidak diketahui yang mendorong para pendaki untuk saling bunuh.

Namun, kini sebuah penelitian yang diterbitkan Kamis (27/1) di jurnal Communications Earth and Environment telah menguatkan penjelasan alami penyebab kematian para pendaki tersebut. Meskipun penyelidikan resmi tahun lalu menyatakan bahwa para pemuda itu tewas karena longsoran salju, penelitian baru itu menunjukkan bahwa terdapat kombinasi sejumlah faktor. Di antaranya upaya para pemuda itu mendirikan tenda  dan penumpukan salju akibat kencangnya tipuan angin, sehingga memicu longsoran salju.  Ditambah suhu yang kala itu diperkirakan anjlok hingga -25 derajat Celcius (-13 Fahrenheit).

"Beberapa bagian dari Misteri Lintasan Dyatlov tidak akan pernah bisa dijelaskan, karena tidak ada yang selamat untuk menceritakan kisahnya," kata rekan penulis Johan Gaume, yang mengepalai Laboratorium Simulasi Longsor Salju di EPFL di Swiss.

Gaume mengatakan dia pertama kali mengetahui berita itu pada 2019, ketika dia dihubungi oleh seorang jurnalis tentang keputusan untuk membuka kembali kasus tersebut. "Saya benar-benar terpesona,” katanya kepada AFP.

Dia bekerja sama dengan Alexander Puzrin, seorang profesor di ETH Zurich, yang memiliki pengalaman dalam penyelidikan geoteknik forensik.

Serangan brutal

Tahun lalu, jaksa menyimpulkan bahwa kelompok pendaki tersebut tewas akibat longsoran salju dan menemukan bahwa sebagian besar meninggal karena hipotermia. Tapi, kesimpulan itu tetap menyimpan pertanyaan, termasuk bagaimana longsoran salju bisa terjadi di lereng sesempit itu. Pertanyaan lainnya,  bagaimana hal itu bisa dipicu beberapa jam setelah tenda dipasang, dan mengapa beberapa dari kelompok itu mengalami luka traumatis yang biasanya tidak terlihat dalam longsoran salju.

Para peneliti membuat model analitis untuk melihat pelepasan longsoran lempengan di bawah kondisi lingkungan di mana para pendaki gunung mendirikan tenda mereka. Analisis mereka menunjukkan bahwa para pendaki tanpa sadar  kemungkinan berdiri di atas lapisan salju yang lemah.

Selain itu, pada malam hari, angin mungkin telah mengendapkan lebih banyak salju di lempengan di atas tenda mereka. Tim peneliti memperkirakan longsoran salju bisa dipicu antara 9,5 dan 13,5 jam setelah para pendaki mendirikan kemah.

Studi ini juga menggunakan simulasi cedera,  dengan mempertimbangkan bahwa para pendaki akan berbaring ketika insiden itu terjadi,  dan menemukan bahwa kondisi mereka cocok dengan laporan otopsi.

Gaume mengatakan bahwa studi tersebut adalah "kasus paling menarik yang pernah ia tangani. "Kami merasa seperti detektif!," ujarnya.

Namun, dia menekankan bahwa para peneliti tidak mengklaim telah memecahkan misteri tersebut. “Saya pikir ini juga merupakan kisah yang luar biasa tentang keberanian dan persahabatan dalam menghadapi kekuatan alam yang brutal,” katanya. (M-4)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Adiyanto

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat