visitaaponce.com

Hasil Penelitian ini Bisa Mengungkap Misteri Penyebab Keguguran

Hasil Penelitian ini Bisa Mengungkap Misteri Penyebab Keguguran
Pertumbuhan Gastruloid manusia. Para ilmuwan telah mengembangkan "cetak biru" embrio manusia menggunakan sel punca(Naomi Moris / University of Cambridge / AFP)

PARA ilmuwan telah menghasilkan model embrio manusia tahap awal yang dapat membantu menjelaskan misteri awal perkembangan manusia. Penemuan ini akan berperan penting pada penelitian tentang keguguran dan cacat lahir.

Dua tim terpisah menemukan cara berbeda untuk menghasilkan versi blastokista (masa sel pra-embrionik pada tahap perkembangan sekitar lima hari setelah sperma membuahi sel telur), yang berpotensi membuka celah untuk penelitian lebih lanjut.

Menurut penjelasan para ilmuwan, model tersebut berbeda dari blastokista manusia dan tidak mampu berkembang menjadi embrio. Tetapi, penelitian mereka terbentur pedoman etika baru tentang penelitian semacam itu yang sedang disusun dan dapat memicu perdebatan baru.

Tim, yang penelitiannya dipublikasikan Rabu di jurnal Nature, percaya model yang dijuluki "blastoids" akan membantu penelitian tentang segala hal terkait janin, mulai dari keguguran hingga efek racun dan obat-obatan pada tahap awal embrio.

"Kami sangat gembira," kata Jun Wu dari University of Texas Southwestern Medical Center, yang memimpin salah satu tim.

"Mempelajari perkembangan manusia sangat sulit, terutama pada tahap perkembangannya, pada dasarnya ini adalah kotak hitam (misteri)," katanya dalam jumpa pers menjelang publikasi penelitian tersebut.

Jose Polo, seorang profesor di Universitas Monash Australia, yang memimpin tim peneliti kedua mengatakan penemuan ini  bisa menjadi pengubah dunia penelitian. "Kapasitas untuk bekerja dalam skala besar, kami pikir akan merevolusi pemahaman kami tentang tahap awal perkembangan manusia," katanya kepada wartawan.

Model pengembangan blastokista sejauh ini hanya dilakukan pada hewan, seperti yang dilakukan para peneliti di tahun 2008, pada seekor tikus dengan menggunakan sel punca.

Pada penelitian kali ini, kedua tim melakukan pendekatan terhadap pengembangan model manusia dengan cara yang sedikit berbeda.

Tim Wu menggunakan dua jenis sel punca, beberapa berasal dari embrio manusia, dan sel punca berpotensi majemuk terinduksi lainnya, yang berpotensi menjadi sel apa pun dan diproduksi dari jaringan dewasa.

Tim Polo malah memulai dengan sel kulit dewasa, tetapi kedua tim berakhir dengan hasil yang sama efektif: sel mulai mengatur diri mereka sendiri menjadi blastoid, menampilkan tiga komponen utama yang terlihat pada blastokista manusia.

"Bagi kami, yang benar-benar mengejutkan adalah ketika Anda menyatukannya, mereka (sel) mengatur diri sendiri, mereka tampaknya berbicara satu sama lain dalam beberapa cara ... dan mereka berkonsolidasi," kata Polo.

Tetapi meski modelnya mirip dengan blastokista manusia dalam banyak hal, ada juga perbedaan yang signifikan. Blastoid kedua tim akhirnya mengandung sel-sel dengan jenis yang tidak diketahui, dan mereka kekurangan beberapa elemen yang secara khusus berasal dari interaksi antara sperma dan sel telur.

Perdebatan etis

Para ilmuwan bersusah payah untuk menjelaskan bahwa model tersebut tidak boleh dilihat sebagai embrio semu, dan tidak mampu berkembang menjadi janin.

Namun, mereka melanjutkan dengan hati-hati, memilih untuk mengakhiri penelitian dengan blastoid pada empat hari setelah dikembangkan, setara dengan sekitar 10 hari setelah pembuahan dalam interaksi normal telur-sperma.

Aturan penelitian yang melibatkan blastosis manusia menetapkan batas waktu itu selama 14 hari.

Peter Rugg-Gunn, pemimpin kelompok di penelitian ilmu kehidupan Institut Babraham di Inggris, mengatakan proses tersebut memperlihatkan  kemajuan yang menarik tetapi diperlukan studi lebih lanjut agar menghasilkan sesuatu yang spektakuler.

"Untuk memanfaatkan penemuan ini, prosesnya perlu lebih terkontrol dan lebih sedikit variabel," katanya.

“Dan mengingat perbedaan antara blastoid dan blastosis manusia, setiap hipotesis yang mereka bantu hasilkan perlu divalidasi dalam embrio manusia,’ kata Teresa Rayon dari Francis Crick Institute, pusat penelitian biomedis.

Penelitian ini juga dapat memicu perdebatan etis, kata Yi Zheng dan Jianping Fu dari departemen teknik mesin Universitas Michigan.

“Saat protokol dioptimalkan, blastoid ini akan lebih mirip dengan blastokista manusia," tulis mereka dalam sebuah opini yang diterbitkan di Nature.

Mereka memperingatkan, sejumlah orang mungkin melihat penelitian blastoid manusia sebagai jalan menuju rekayasa embrio manusia. Oleh karena itu, mereka menyerukan percakapan (diskusi) publik tentang signifikansi ilmiah dari penelitian tersebut, serta tentang masalah sosial dan etika yang dimunculkannya. (AFP/M-4)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Adiyanto

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat