visitaaponce.com

Menelusuri Artefak Seni Taman Ismail Marzuki

Menelusuri Artefak Seni Taman Ismail Marzuki
Foto-foto kegiatan yang pernah diadakan di Taman Ismail Marzuki, Jakarta(MI/Devi Harahap)

Koleksi seni dan arsip menjadi satu kesatuan yang saling berhubungan. Ia menjadi bahan pengetahuan yang dapat membantu seniman dalam menggali isu yang ingin dibicarakan lewat karyanya. Arsip bahkan bisa menjadi semacam penanda zaman, sekaligus menggambarkan seperti apa perjalanan sejarah seni dan berkesenian suatu bangsa.  

Hal itu bisa dilihat lewat pameran Arsip dan Koleksi Seni bertajuk ”Cipta! Kapita Selekta Cikini Raya 73” yang digelar Dewan Kesenian Jakarta atau DKJ yang berlangsung hingga 16 Juli 2022 di Galeri Seni “Gedung Panjang” Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki, Jakarta.

Pameran tersebut menampilkan ratusan koleksi karya seni dan arsip berupa lukisan, drawing, grafis, dan printing. Artefak ini dipamerkan bersama naskah-naskah, foto, kliping media cetak, dokumen, hingga rekaman audio dan audiovisual dari berbagai kegiatan yang diselenggarakan di TIM dari tahun 1960-an hingga akhir 1980-an.

Berbagai karya dan arsip tersebut disusun ke dalam beberapa ruangan yang secara cair mengelompokkan koleksi seni rupa dan arsip DKJ berdasarkan kecenderungan gaya, subjek, medium, serta konteksnya dalam seni rupa Indonesia.

Koleksi seni dan arsip-arsip itu juga bisa dipahami sebagai penghubung antara apa yang terjadi di masa silam dengan masa kini dan masa mendatang. Lewat pencatatan, pengarsipan, dan pendokumentasian itu, orang juga akan bisa merunut dan mempelajari kembali beragam dinamika serta pergerakan seni di masa lalu.

Ketua Komisi Arsip dan Koleksi DKJ Farah Wardani mengatakan ratusan karya seni dan arsip yang dipamerkan itu dikurasi dua kurator, yakni Ady Nugeraha dan Esha Tegar Putra. Setelah dikurasi, semua koleksi karya seni dan arsip itu disusun berdasarkan bab-bab sesuai periode waktu tertentu untuk kemudian dipamerkan berdasarkan urutan waktu tersebut.

“Koleksi arsip dan seni milik DKJ jumlahnya hampir 200-ribuan lebih, untuk pameran perdana kali ini setelah TIM kembali dibuka untuk publik, kita memilih koleksi yang berhubungan dengan seni rupa saja, hal ini kita sesuaikan dengan tema pameran dan moment peringatan bulan seni rupa,” ujar Farah saat ditemui Media Indonesia di Taman Ismail Marzuki Rabu, (29/6).

Farah mengatakan pembagian bab-bab itu juga bertujuan mengaitkan kecenderungan suatu karya seni dengan periode masa serta momentum peristiwa yang diwakilinya. Salah satu contoh bab tersebut adalah seksi khusus pameran yang menampilkan karya-karya lukisan dari Pameran Lukisan-lukisan Dunia Minyak, yang pernah digelar di PKJ TIM tahun 1974.

“Saat itu di Indonesia memang sedang terjadi booming (produksi) minyak (bumi). Para seniman diajak kerjasama oleh pihak swasta untuk melukis kondisi kilang minyak. DKJ menggalang kerja sama dengan Pertamina, yang mensponsori sejumlah perupa untuk berkunjung ke berbagai infrastruktur perminyakan di seluruh Indonesia,” jelasnya.

“Beberapa lokasi yang dikunjungi antara lain kilang minyak, pelabuhan, dan pabrik. Para pelukis kemudian diminta berkreasi menghasilkan karya lukis sesuai gaya masing-masing untuk kemudian dipamerkan di PKJ TIM,” lanjutnya.

Beberapa karya pada pameran lukisan dunia minyak taun 1974 yang kini kembali dipamerkan yaitu karya Sudarso berjudul “Terminal Balongan Cirebon” dan karya Srihadi Sudarsono berjudul “Terminal Minyak Irian Jaya”. Selain itu, juga ada karya Popo Iskandar berjudul “Dok Terapung Dumai” dan “Pelampung Tambatan Tunggal Balongan” karya Batara Lubis.

Pameran ini juga menampilkan sejumlah karya seniman generasi baru yang dinilai lebih berani bermuatan politis. Salah satunya karya seniman Suhardi screenprint on paper berjudul “Suhardi Presiden RI 2001” (1980), yang berisi gambar diri Hardi mengenakan seragam tentara lengkap dengan banyak tanda bintang jasa plus tulisan “Suhardi Presiden RI 2001”.

Karya ini dinilai sangat berani lantaran dibuat dan dipamerkan di masa pemerintahan otoriter Orde Baru masih sangat berkuasa. Dalam catatan pemberitaan Kompas, “Pelukis Hardi dipanggil Laksusda Jaya”, Sabtu, 8 Desember 1979, Hardi bahkan sempat ditahan selama dua hari, sementara karyanya disita oleh aparat.

Selain karya seni dan arsip lama, pameran juga menampilkan seni instalasi dari Cut and Rescue seperti perlengkapan dan peralatan lama DKJ dalam melakukan dokumenatsi penyiaran pameran. Terdapat meja dan kursi, alat perekam serta pemutar kaset video lama yang sudah rusak dan tak terpakai, kardus-kardus berisi dokumen dan naskah, foto-foto, rekaman video pertunjukan, hingga rekaman suara pidato.

Pihak DKJ juga menampilkan kisah tentang awal kebangkitan Gerakan Seni Rupa Baru (GSRB) di Indonesia. Gerakan yang ditandai Peristiwa Desember Hitam (1974) dan Pameran Seni Rupa Baru Indonesia (1975) itu dianggap menjadi fondasi awal perkembangan seni rupa kontemporer di Tanah Air hingga hari ini.

Peristiwa Desember Hitam sendiri dipicu perlawanan sejumlah seniman muda asal beberapa kota, seperti Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta. Para seniman muda dimotori, antara lain, oleh Jim Supangkat, Bonyong Muri Ardi, dan Hardi, memprotes keputusan dewan juri terkait dengan pemenang Pameran Senilukis Indonesia di TIM saat itu. Mereka sempat diskors dari kampus masing-masing.

Setahun kemudian, DKJ memfasilitasi GSRB para seniman tersebut untuk berpameran di Galeri Cipta TIM. Pameran Seni Rupa Baru Indonesia itu kemudian menjadi tonggak penting sejarah seni rupa kontemporer di Indonesia.

Di ruang terpisah, yakni di Galeri Annex, DKJ juga menampilkan karya “Transcendence” berupa kutipan-kutipan beberapa nama besar, seperti Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin, Sutan Takdir Alisjahbana, dan Ismail Marzuki. Teks kutipan puisi dan pidato tersebut digarap oleh studio kreatif Mahavisual dan diaplikasikan ke dinding-dinding ruangan Annex dalam bentuk grafiti berukuran besar.

Pameran ‘CIPTA! Kapita Selekta Cikini Raya 73’ merupakan sebuah pengingat dan penghormatan terhadap kiprah DKJ dalam dunia seni rupa sekaligus menandai era baru DKJ dan TIM agar dapat meneruskan semangat dan kontribusi para perintisnya terhadap perkembangan wacana, ekosistem, dan diseminasi seni rupa Indonesia.(M-4)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Adiyanto

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat