Sisi Gelap Black Metal Diakui dalam Ruang Budaya di Norwegia
Di banyak negara, musik black metal kerap diidentikan dengan kesuraman. Lirik-lirik berbau kematian, pembunuhan, dan pemujaan terhadap setan. Namun, di Norwegia, jenis musik itu mulai mendapat tempat dalam ruang budaya meski awalnya juga dianggap sampah.
Sebuah pameran terkait musik tersebut kini sedang digelar di Perpustakaan Nasional Norwegia yang berlangsung sejak 11 April hingga 15 September 2023. Pameran bertajuk Bad Vibes ini menampilkan dunia black metal yang memiliki sisi kontemplatif dan intelektual, di balik sisi luarnya yang terkesan merusak.
Pameran ini menampilkan klip video yang penuh dengan tubuh telanjang dan salib dalam api, sampul CD provokatif yang diilustrasikan dengan gereja yang hangus, serta kliping berita terkait sejarah perjalanan skena musik tersebut.
"Semuanya di sini cenderung tentang perasaan," jelas kurator pameran Thomas Alkarr, di tengah gemuruh musik latar.
"Raison d'etre (tujuan) dari black metal bukanlah untuk meniduri perempuan, tapi lebih untuk melihat sisi terdalam manusia," imbuhnya.
Black metal - subgenre dari heavy metal – memang pertama kali muncul di Norwegia pada pertengahan 1980-an, sebagai penolakan terhadap masyarakat yang mapan.
Dipenuhi dengan mitologi Norse, sejarah Viking, legenda populer, dan Satanisme, liriknya diumbar dengan musik brutal dan abrasif, yang sengaja dibuat agar terdengar mentah dan primitif.
"Pesan utama black metal adalah bahwa kegelapan adalah sesuatu yang baik," kata Dan Eggen, mantan pesepakbola profesional yang kini menjadi filsuf.
'Pemakan bayi'
Selama empat dekade terakhir, banyak bermunculan band black metal terkenal dari Norwegia seperti Mayhem, Darkthrone, Burzum, Satyricon, Immortal, Emperor, dan Dimmu Borgir.
Popularitas mereka tumbuh melampaui batas negara, namun sebagian karena masalah hukum. Pada tahun 1993, misalnya, pada saat kancah black metal diliputi rivalitas yang keras, bassis black metal Varg Vikernes menikam penyanyi-gitaris Mayhem, Oystein Aarseth sampai mati.
Tahun berikutnya, Vikernes dihukum atas pembunuhan tersebut serta beberapa kasus pembakaran gereja. Aksi yang terakhir itu ditiru oleh anggota band black metal lainnya, yang menyebabkan sejumlah bangunan berusia beberapa abad menjadi abu.
"Salah satu alasan utama mengapa black metal Norwegia menjadi begitu besar, setidaknya di luar negeri, adalah karena apa yang terjadi selama ini," kata Alkarr. "Itulah mengapa black metal Norwegia dipandang lebih jahat dan brutal daripada yang lain."
Namun, kata Alkarr, reputasi genre tersebut di luar negeri, di mana band-band tersebut terkadang dianggap sebagai "pemakan bayi" yang kejam, sebenarnya adalah hasil dari konstruksi beberapa individu yang tidak suka akan musik tersebut.
“Sebenarnya kebanyakan dari mereka hanyalah orang biasa yang suka menonton ski di kursi yang nyaman,” kata kurator. "Mereka adalah musisi profesional dan kepala keluarga yang kebetulan sangat menyukai jenis musik tertentu."
Paradoks
Namun mengingat sifat perlawanannya, apakah black metal -- yang intinya antikemapanan -- benar-benar termasuk bagian dari Perpustakaan Nasional Norwegia yang terhormat?
"Ini semacam paradoks. Tapi kita tidak bisa mengabaikan fakta bahwa black metal Norwegia merupakan bagian penting dari warisan budaya nasional kita," aku Marte-Kine Sandengen, penanggung jawab pameran di perpustakaan itu.
“Salah satu aspek dari mandat kami adalah untuk berbagi warisan ini dengan publik – tidak hanya budaya arus utama seperti Ibsen, Hamsun, dan penulis besar lainnya, tetapi juga suara sumbang dari budaya bawah tanah,” imbuhnya.
Skena black metal juga tidak lagi memiliki masalah dengan hukum dan saat ini telah menjadi arus utama. Di Norwegia, akhir-akhir ini, Dimmu Borgir, salah satu band black metal terkenal di Norwegia, sering tampil bersama orkestra simfoni radio nasional, sementara Satyricon, band lainnya, juga suka mengisi musik pada pameran Museum Munch. Black metal juga memiliki festival terkenalnya sendiri yang dijuluki Inferno, juga kategori sendiri di ajang Grammy versi Norwegia.
Keberadaan fanbase internasional kini mendorong kementerian luar negeri Norwegia untuk memberi pengarahan kepada para diplomatnya tentang masalah tersebut. Namun, tidak semua band-band tersebut menikmati penerimaan yang sama. Pada Maret lalu, misalnya, otoritas Brasil membatalkan konser Mayhem, karena secara keliru meyakini bahwa grup tersebut menganut paham neo-Nazi. (AFP/M-3)
Terkini Lainnya
Artist Playground: Beyond Duality Karya Sastia Naresvari Satukan Keseimbangan di Pullman Bali Legian Beach
Dere Gelar Pentas Rubik Rayakan 4 Tahun Bermusik
Kadri Daur Ulang Lagu Farid Hardja, Karmila
Juliet Ivy Rilis Single dan Video Klip 4 Foot 2
Desya Gandeng Ison di Single Menyesal
Meski Sudah Berusia 70 Tahun, Kitaro Ingin Terus Belajar Musik
Arch Enemy Tutup Rangkaian Konser Decievers Asia Tour 2024 di Jakarta
20 Drama Korea Terbaik dengan Rating Tertinggi Sepanjang Masa
21 Rekomendasi Film Semi Korea dengan Adegan Panas yang Menggoda
Gloria Jessica Rilis Single What Are We Now?
Konser Wanita Hebat Hadirkan Raisa, Titi DJ, hingga Putri Ariani
Arti Kemenangan Prabowo Subianto dan Vladimir Putin
Tantangan Pendidikan di Indonesia
Membenahi Pola Tata Kelola PTN-BH
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap