Proyektor Jadul yang Disukai Anak-anak di Hongaria
![Proyektor Jadul yang Disukai Anak-anak di Hongaria](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2024/03/3f7b541bb4ad0eb405faab2aa80aee83.jpg)
Di rumahnya di pinggiran Kota Budapest, Alexandra Csosz-Horvath mematikan lampu dan mulai membacakan dongeng Putri Tidur untuk kedua anaknya. Ia tidak membacakannya dari sebuah buku melainkan dari serangkaian gambar diam yang diproyeksikan ke dinding kamar tidur anaknya yang berusia tiga dan tujuh tahun, yang nampak terpesona.
“Kita dapat kumpul bersama, ini lebih nyaman dari pada bioskop namun lebih baik dari pada buku,” kata perempuan berusia 44 tahun itu.
Saat ini, sebagian besar anak-anak di dunia mungkin sangat menggemari gawai pintar seperti tablet dan handphone, namun tidak di Hongaria. Mereka justru menyukai sebuah teknologi berusia lebih dari 100 tahun, yakni sebuah strip film. Mereka terpesona dengan cerita yang diputar dengan bantuan proyektor.
Baca juga : Hoala dan Koala, Animasi 3D Lagu Anak Indonesia
Strip film – media penyampaian cerita berusia seabad yang di Barat sudah tidak ada lagi karena munculnya kaset video pada 1980an, tidak hanya bertahan di Hongaria, namun juga berkembang dengan gelombang peminat baru yang terpesona oleh hiburan yang berjalan lebih lambat tersebut.
Dicetak pada gulungan film, gambar diam ini tidak pernah dimaksudkan untuk bergerak.
Tradisi panjang
Baca juga : Pendapatan Cinema XXI Naik 18,9% pada 2023
“Antara tahun 1940-an dan 1980-an, strip film digunakan di seluruh dunia sebagai alat visualisasi yang hemat biaya dalam pendidikan dan bidang lainnya," Levente Borsos, dari Seoul's Hankuk University of Foreign Studies mengatakan kepada AFP.
Meskipun teknologi ini sudah dikalahkan oleh teknologi yang lebih maju di negara-negara Barat, hiburan ini menjadi bentuk sarana rekreasi di rumah yang populer di eropa timur, terutama blok Soviet di mana TV dan video lebih sulit didapat.
Ketika komunisme runtuh, strip film mulai menghilang – kecuali di Hongaria, di mana perusahaan Diafilmgyarto yang sejak diprivatisasi masih bertahan sebagai produser tunggal di negara tersebut.
Baca juga : Kemendikbudristek Pertegas Komitmen untuk Memperkuat Dunia Film Indonesia di Panggung Internasional
“Penerbitan strip film dan tayangan slide secara terus-menerus di dalam negeri dapat dianggap sebagai kekhasan Hongaria, bagian khusus dari warisan budaya negara tersebut,” kata Borsos.
Kebangkitan
Produser Diafilmgyarto telah menyaksikan peningkatan penjualan dari 60 ribu keping strip film pada tahun 1990-an menjadi 230 ribu keping pada tahun lalu.
Baca juga : Tawarkan Pengalaman Audio Visual di Rumah, ViewSonic Luncurkan Proyektor Laser UST 4K
Setiap film -- yang diproduksi semata-mata untuk pasar domestik -- berharga sekitar lima euro (US$5,50) atau kurang lebih Rp80 ribu, lebih murah dari harga tiket bioskop di sana. Sebagian besar merupakan adaptasi dari dongeng klasik atau buku anak-anak.
Menurut direktur pelaksana Diafilmgyarto, Gabriella Lendvai salah satu karya klasik Hungaria yang cukup laris "The Old Lady and the Fawn", berkisah tentang seorang wanita yang merawat seekor rusa, telah berada di 10 besar sejak dirilis pada tahun 1957.
Pihak perusahaan pembuat film juga menugaskan seniman, termasuk beberapa orang Hongaria terkenal, untuk membuat konten eksklusif untuk strip filmnya.
Baca juga : Film Kuyang: Sekutu Iblis yang Selalu Mengintai akan Tayang Perdana 7 Maret
“Ini adalah tradisi yang tak tergantikan dalam budaya Hongaria”, kata Beata Hajdu-Toth, yang menghadiri pemutaran film baru-baru ini di bioskop Budapest bersama putranya untuk merayakan ulang tahun ke-70 Diafilmgyarto.
“Saya sangat senang itu menjadi bagian hidup kami dan mudah-mudahan saya bisa menceritakannya kepada cucu-cucu saya juga,” imbuh pria berusia 37 tahun itu.
Csosz-Horvath juga memuji tradisi tersebut. Ia lebih memilihnya daripada kartun berdurasi cepat, yang menurutnya membuat anak-anak menjadi “liar”.
“Mereka tidak bisa memahami bahwa apa yang terjadi dalam tiga detik di layar juga terjadi dalam tiga jam di kehidupan nyata,” ujarnya.
“Dengan strip film mereka tidak percaya bahwa segala sesuatu terjadi dalam sekejap mata," imbuh Hovath. (AFP/M-3)
Terkini Lainnya
Membangkitkan Desa Bermodal Alam dan Budaya
Muhibah Budaya Jalur Rempah akan Singgah di Melaka
Bahasa Bali Terancam Punah, Generasi Z Diminta Gunakan dalam Keseharian
HUT Jakarta, Mandra Harap Budaya hingga Kesenian Betawi Terus Lestari
Dieng Culture Festival 2024 Bakal Digelar Agustus
Kondisi Hukum Indonesia makin tidak Baik-Baik Saja
Inside Out 2 Jadi Film Pertama di 2024 Raup USD1 Billion
Sukses Memproduksi Teater Jalasena Laksamana Malahayati, Marcella Zalianty Berharap Bisa Dijadikan Film
Film Heartbreak Motel Rilis Teaser Trailer, Bawa Cinta Segitiga Laura Basuki, Reza Rahadian, dan Chicco Jerikho
Reza Rahadian Klaim Heartbreak Motel Karya Adaptasi Buku Ika Natassa Terbaik
Film Horor Sakaratul Maut Rilis Trailer Resmi
Film Dosen Ghaib: Sudah Malam atau Sudah Tahu Rilis Poster Terbaru
Tantangan Pendidikan di Indonesia
Membenahi Pola Tata Kelola PTN-BH
Ngariksa Peradaban Nusantara di Era Digital
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap