Konsumen Minta Edukasi dan Regulasi Soal Rokok Elektrik
HADIRNYA rokok elektrik atau vape di Indonesia dinilai sebagai alat bantu untuk mengurangi konsumsi rokok konvensional. Hal itu berdasarkan hasil riset Pusat Studi Konstitusi Universitas Trisakti tentang persepsi konsumen di Indonesia terhadap penggunaan rokok elektrik.
"Hasil riset menunjukkan, responden di Indonesia mulai menggunakan rokok elektrik sebagai upaya intervensi kesehatan, seperti membantu mengurangi konsumsi rokok 30%, alasan kesehatan 11%, dan mengikuti anjuran ahli kesehatan 9%," kata Kepala Pusat Studi Konstitusi Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah dalam keterangan resmi, Kamis (21/1).
Selain itu, 80% responden menilai bahwa promosi Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) sebagai alternatif tembakau harus lebih digalakkan. Lantas, para konsumen meminta edukasi terkait jenis dan profil risiko tiap produk HPTL perlu dilakukan secara berkelanjutan. Di samping itu, dibutuhkan regulasi yang jelas untuk melindungi konsumen, terutama terkait standardisasi produk dan pencegahan produk ilegal.
“Regulasinya (untuk HPTL) harus tersendiri. Namun, sampai hari ini memang produksinya masih relatif kecil. Kalau idealnya, harusnya dibuat aturan tersendiri yang terpisah dari peraturan produk tembakau konvensional,” ujarnya.
Dia mengungkapkan, sejumlah responden di Indonesia masih menganggap konsumsi nikotin lewat produk HPTL memiliki risiko yang sama dengan proses pembakaran pada rokok konvensional. Padahal, variasi produk HPTL tidak menghasilkan tar atau bahan kimia yang muncul dari proses pembakaran.
"Dalam hal ini, edukasi yang tepat mengenai manfaat dan profil risiko HPTL yang lebih rendah, seperti vape, tembakau yang dipanaskan (HTP), snus dan kantong nikotin, menjadi sangat mendesak," tambahnya.
Menurut survei yang sama, 50% responden mengindikasikan adanya kekhawatiran terhadap potensi kandungan bahan ilegal sebagai penyebab timbulnya risiko kesehatan. Sedangkan sebanyak 90% responden percaya jika vape seharusnya tersedia di pasaran sebagai pilihan alternatif bagi perokok konvensional, dan oleh karenanya membutuhkan regulasi yang tepat.
Baca juga : Bank DKI Dukung Sistem Pembayaran Donasi PMI DKI Secara Non Tunai
“Hak konsumen adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa. Kedua, konsumen memiliki hak untuk memilih serta mendapatkan barang atau jasa. Ketiga, konsumen memiliki hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai barang atau jasa,” ucap Koordinator Bidang Pengawasan Produk Hasil Pertanian, Kimia, dan Aneka, Kemendag Amiruddin Sagala.
Menurutnya, hak perlindungan konsumen memang telah diatur dalam regulasi. Akan tetapi, soal rokok elektrik atau HPTL persoalannya masih cukup rumit. Diperlukan pembahasan yang lebih luas mengingat produk tersebut masih baru.
“Memang kita harus duduk bersama, dari swadaya masyarakat, perguruan tinggi dan pemerintahan. Bagaimana suatu solusi yang tepat, membuatkan suatu regulasi, agar kedua belah pihak saling menguntungkan. Paling tidak, bisa meminimalkan hal-hal yang tidak diinginkan," imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Subdirektorat Program Pengembangan Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar, Kemenperin Mogadishu Djati Ertanto mengungkapkan bahwa Slsaat ini, produk HPTL semakin diminati oleh pasar. Pada 2020, tercatat pengguna vape di Indonesia telah mencapai 2,2 juta orang, dengan jumlah toko ritel mencapai 5.000. Oleh karena itu, diperlukan regulasi untuk meningkatkan kepercayaan publik akan kualitas produk melalui standardisasi.
“Saat ini Kemenperin telah menyelesaikan konsensus SNI Hasil Tembakau Dipanaskan (HTP) yang mana saat ini baru saja melalui tahap jajak pendapat. Kementerian Perindustrian juga mengusulkan penyusunan RSNI E-liquid di tahun 2021," tuturnya.
Untuk menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) harus sangat berhati-hati. Dari ratusan jenis produk makanan dan minuman, pihaknya hanya terapkan enam SNI wajib.
"Karena hal ini (SNI wajib) akan berlaku untuk produk impor maupun dalam negeri, industri kecil maupun industri besar. Jadi kami selekif sekali untuk menetapkan SNI wajib, jangan sampai itu menjadi senjata makan tuan. Jangan sampai industri dalam negeri jadi terbebani atau bahkan tutup,” tandasnya.(OL-7)
Terkini Lainnya
Perilaku Konsumen Indonesia, Benakah Harga Murah Jadi Alasan Utama Berbelanja Daring?
Studi: Mayoritas Masyarakat Senang Berbelanja Barang Kemasan Konsumen
Tak Ada Kejelasan Bertahun-tahun, 46 Konsumen Korban Pembelian Properti Laporkan Developer ke Polisi
Industri FMCG Punya Potensi Pasar Besar di Tengah Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Ini 5 Tren Utama Perilaku Belanja Konsumen Indonesia
Ruko Masih Menarik untuk Investasi Properti Jangka Panjang
Nikmati Kesegaran Rasa Buah dari Varian Rasa Baru FOOM Fruity Series
Produk yang Dikonsumsi Masyarakat Harus Disertai Analisis Risiko
Waspadai Peningkatan Pengguna Rokok Elektrik pada Anak-Anak
Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Tolak Kenaikan Tarif CHT
Swedia Bagikan Cara Mengurangi Prevalensi Perokok
Minuman Beralkohol dan Vape Gerbang Masuk Penyalahgunaan Narkoba
Pemilu Iran: Pertarungan Dua Kubu Politik yang Sangat Berjarak
Spirit Dedikatif Petugas Haji
Arti Penting Kunjungan Grand Syaikh Al-Azhar
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap