visitaaponce.com

UU HPP Bawa Kinerja Perpajakan ke Level Potensial

UU HPP Bawa Kinerja Perpajakan ke Level Potensial
Ilustrasi.(DOK MI.)

KEPALA Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu menuturkan bahwa Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) akan membawa kinerja perpajakan ke level potensialnya. Dalihnya, dalam produk hukum anyar itu dilakukan perbaikan administrasi dan kebijakan yang dinilai mampu menjawab tantangan di masa mendatang.

"Ini tongkat estafet yang penting dari berbagai reformasi yang telah dilakukan sebelumnya," ujarnya dikutip dari siaran pers, Senin (11/10). Dari sisi administrasi, UU HPP menutup berbagai celah aturan (loop holes) yang masih ada dan mengadaptasi perkembangan baru aktivitas bisnis terkini. Hal itu berkaitan dengan maraknya bisnis yang berbasis digital mengikuti pesatnya kemajuan teknologi informasi.

Dari sisi kebijakan perpajakan, UU HPP akan memperkuat aspek keadilan dalam hal beban pajak yang harus ditanggung oleh wajib pajak serta keberpihakan untuk mendukung penguatan sektor UMKM yang merupakan pelaku utama ekonomi nasional. UU HPP, imbuh Febrio, mencerminkan besarnya komitmen pemerintah untuk melakukan reformasi kebijakan fiskal secara menyeluruh. Perbaikan terus-menerus di sisi belanja melalui berbagai upaya penguatan efisiensi dan efektivitas anggaran harus dibarengi dengan penguatan di sisi pendapatan.

Keberhasilan reformasi kebijakan fiskal, menurutnya, sangat krusial karena mampu memfasilitasi reformasi struktural lainnya, seperti reformasi di bidang kesehatan dan pendidikan untuk penguatan modal manusia (human capital) serta keberlanjutan penguatan infrastruktur (physical capital). Reformasi struktural akan membentuk fondasi bagi ekonomi yang semakin tumbuh tinggi secara berkelanjutan ke depan untuk mencapai Indonesia Maju 2045, melalui penciptaan iklim investasi dan bisnis yang kompetitif.

UU HPP juga akan menguatkan efektifitas fungsi APBN meliputi fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Ketiga fungsi APBN tersebut akan dapat dilaksanakan dengan baik apabila ditopang oleh pendapatan negara yang kuat, pengelolaan belanja negara yang berkualitas, dan pengelolaan pembiayaan yang inovatif dan berkelanjutan.

Fungsi alokasi terkait dengan penyedian berbagai pelayanan publik seperti pendidikan, kesehatan, keamanan dan ketertiban serta sarana dan prasarana kegiatan ekonomi lain. Sedangkan fungsi distribusi erat kaitan dengan upaya pemerataan hasil-hasil pembangunan, baik antarpenduduk maupun wilayah. Berbagai bentuk program bantuan sosial kepada keluarga miskin dan hampir miskin serta program pembangunan kawasan tertinggal dan terluar (perbatasan) merupakan contoh paling nyata pelaksanaan fungsi distribusi APBN.

Sementara itu, fungsi stabilisasi APBN menyangkut upaya-upaya pemerintah dalam penanggulangan krisis ekonomi, seperti langkah cepat dan darurat oleh pemerintah dalam rangka penanggulangan krisis akibat pandemi covid-19 dalam dua tahun terakhir. Pada hampir semua negara maju, perpajakan menjadi penopang pendapatan negara.

Baca juga: Waspadai Rontoknya Industri Akibat Pajak Karbon

Keberhasilan reformasi perpajakan menjadi faktor di balik tingginya angka rasio penerimaan pajak terhadap PDB (tax ratio) di negara-negara maju tersebut. Sebagai ilustrasi, rata-rata tax ratio di negara-negara OECD berdasarkan data World Development Indicators Bank Dunia tahun 2019 mencapai 15,87% PDB. (OL-14)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat