visitaaponce.com

Quo Vadis Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Refleksi UU 2 tahun 2004

Quo Vadis Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial: Refleksi UU 2 tahun 2004
Seminar Nasional bertajuk Refleksi 2 Dekade UU Nomor 2 tahun 2004(Dok Politeknik Ketenagakerjaan)

HUBUNGAN pengusaha dan pekerja adalah hal yang sangat penting dalam aspek berusaha di Indonesia. Sering kali, dalam konteks ketenagakerjaan, hal ini dapat menyebabkan konflik antara kedua belah pihak.

Dalam hal ini, agar terjadi kepastian dan proses penyelesaian yang efektif, pemerintah telah mengatur terkait mekanisme penyelesaian tersebut melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UUPPHI).

Politeknik Ketenagakerjaan yang berada dalam naungan Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia telah menyelenggarakan Seminar Nasional bertajuk Refleksi 2 Dekade UU Nomor 2 tahun 2004: Quo Vadis Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang di selenggarakan secara offline maupun online pada 20-21 Mei 2024 di Auditorium Polteknaker Ketenakerjaan.

Baca juga : Pengusaha dan Pekerja di Batam Kompak Tolak Iuran Tapera

Acara ini mengupas secara tuntas bagaimana efektivitas proses non-litigasi dan litigasi yang diatur di dalam UUPPHI yang sudah kurang lebih hadir selama 20 tahun di negara ini. Hadir dalam acara ini sekitar kurang lebih 300 peserta yang terdiri dari perwakilan perusahaan maupun serikat pekerja.

Partner dari Dharmaraksa Law Firm, Azka Hanani S.H., LL.M., menjelaskan bahwa UUPPHI perlu dipahami sebagai hukum formil yang mengatur tata cara dan penegakan suatu ketentuan hukum ketenagakerjaan dalam konteks penyelesaian ketika terjadi perselisihan hubungan industrial.

Azka menyampaikan bahwa proses penyelesaian perselisihan ini harus menerapkan asas cepat, tepat, adil dan murah sehingga menjamin kepastian hukum bagi para pihak yang sehingga tidak mengganggu kegiatan berusaha.

Baca juga : Buruh Apresiasi Pembentukan Unit Khusus Ketenagakerjaan Polri

“Tidak jarang perselisihan hubungan industrial mengganggu kegiatan berusaha karena adanya demo dari pekerja ataupun lock out dari pengusaha sehingga kegiatan berusaha terganggu yang pada akhirnya merugikan para pihak yang bersengketa. Selain itu, penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial rentan sekali berhadapan dengan proses di luar dari yang diatur dalam UUPHI seperti Bipartit, Mediasi, PHI ataupun Kasasi,” ujar Azka dalam seminar tersebut.

Menurut Azka, para pihak harus mempunyai itikad baik dan pemahaman yang sama dalam penyelesaian perselisihan sehingga win-win solution dapat tercapai dan proses bipartit di dalam perusahaan bukan hanya sekedar formalitas dan slogan belaka.

Namun, Azka menilai bahwa Pemerintah perlu melakukan evaluasi ulang terhadap implementasi UUPPHI ini. Ia berpendapat bahwa apa yang diatur dalam UUPPHI, terutama dalam hal waktu penyelesaian, khususnya dalam proses mediasi dan litigasi di pengadilan, tidak sesuai dengan waktu yang diamanatkan dalam UUPPHI. Waktu penyelesaian sering kali terhambat karena kurangnya efektivitas dalam proses administrasi dan sumber daya manusia di lapangan.

Baca juga : Hari Buruh, Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan yang Dipimpin Andi Gani Nena

Hal ini berdampak pada tidak tercapainya tujuan awal berdirinya UUPPI yaitu menyelesaikan perselisihan dengan cepat, tepat, adil dan murah. Lebih dari itu, Azka juga menilai bahwa UUPHI harus bisa mengakomodir perkembangan dunia usaha ke depan sehingga menjadi relevan dan sesuai dengan perkembangan zaman.

Serupa dengan hal tersebut, Dr. Andari Yuriko Sari SH, MH selaku Hakim Ad Hoc PIH pada Mahkamah Agung menyoroti terkait efektivitas eksekusi putusan PHI.

Menurutnya, Pemerintah perlu mempunyai lembaga khusus yang menjalankan dan mengatur terkait proses eksekusi putusan pengadilan setelah perkara diputus. Sehingga para pihak mendapatkan perlindungan dan kepastian dari proses hukum yang telah dijalani.

Yuriko menambahkan bahwa terkadang terdapat kendala dari proses eksekusi putusan walaupun sudah dilakukan teguran (aanmaning) maupun terdapat penetapan dari Ketua Pengadilan Negeri berupa sita eksekusi (executorial beslag). Kondisi ini pun perlu dijadikan evaluasi terutama jika UUPHI akan direvisi. (H-2)
 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat