visitaaponce.com

DPR Kejar BPJT soal Proyek Jalan Tol yang Merugikan Negara Rp4,5 Triliun

DPR Kejar BPJT soal Proyek Jalan Tol yang Merugikan Negara Rp4,5 Triliun
Ilustrasi(Antara/RAISAN AL FARISI )

KOMISI V DPR RI meminta penjelasan Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) soal dugaan korupsi proyek pembangunan jalan tol yang berpotensi merugikan negara hingga Rp4,5 triliun dalam rapat dengar pendapat di Jakarta, Selasa (28/3).

"KPK pada tanggal 8 maret 2023 mengungkap adanya masalah tata kelola jalan tol di indonesia mengakibatkan berpotensi kerugian negara mencapai Rp 4,5 Triliun," kata Ketua Komisi V Lasarus.

Menurut KPK, terdapat lima titik rawan korupsi dalam proyek pembangunan jalan tol, di antaranya dari sisi perencanaan, proses lelang, pengawasan BUJT yang tidak maksimal pada kewajiban badan usaha, konflik kepentingan dan mekanisme pascapelimpahan hak konsesi BUJT ke pemerintah yang menjadi rancu.

Baca juga : KPK Temukan Miliaran Rupiah dalam Penggeledahan Korupsi Dana Tukin ESDM

Selain itu, KPK juga menyoroti keterlambatan penyelesaian proyek, biaya konstruksi membengkak, hingga masa konsesi bertambah, dan proyek yang dialihkan saat pembangunan sedang berlangsung.

Kepada DPR, Kepala BPJT Danang Parikesit menjelaskan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti rekomendasi dari KPK. "Bapak direktur jenderal telah mengirimkan surat ke deputi pencegahan dan monitoring KPK mengenai hal-hal yang perlu dilakukan oleh kementrian PUPR," kata Danang.

Baca juga : KPK Bagikan Cara Mengadukan Kekayaan Pejabat yang Dinilai Janggal

Ia melaporkan bahwa terdapat dua hal yang telah diselesaikan oleh BPJT. Pertama, Danang memastikan bahwa persoalan rangkap jabatan pejabat yang menduduki kursi komisaris badan usaha jalan tol sudah tak ada lagi.

Kedua, Danang juga menjelaskan rincian dari potensi kerugian negara Rp4,5 triliun itu merupakan dana pinjaman yang diberikan pada Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) yang kini tengah diproses untuk proses pengembalian.

"Dana BLU tanah sebesar Rp4,5 triliun terdiri dari 2 komponen. Pertama, Rp4,2 triliun itu adalah pinjaman pokok dan Rp300 miliar sekian adalah bunga, denda, dan nilai tambah terhadap pinjaman tersebut," urainya.

Untuk pinjaman pokok, lanjut Danang, pihaknya sudah melakukan perjanjian ulang penuntasan pembayaran terhadap 12 badan usaha jalan tol yang saat ini meminjam. Dari 12, satu BUJT sudah melunasi dan 11 lainnya telah melakukan penjadwalan pengembalian pinjaman hingga 2024 mendatang.

Saat ini Kementerian Keuangan telah menyetujui besaran nilai tambah dari bunga dan denda pinjaman terhadap BUJT. Seusai peraturan menkeu diundangkan, imbuh Danang, maka proses penagihan dapat dilakukan dengan pembayaran paling lambat pada 2024.

"Sedangkan nilai tambah bunga dan denda sudah ditandatangani peraturan Menkeu yang akan menentukan besarnya nilai tambah bunga dan denda yang akan mengacu pada hasil audit BPKP," kata Danang.

Pertimbangkan pansus
Meski telah mendapatkan penjelasan BPJT, kalangan legislatif belum puas juga.

Anggota Komisi V DPR Suryadi Jaya Purnama mengatakan, kesalahan tata kelola jalan tol seharusnya tidak perlu tejadi jika pemerintah melakukan penghitungan cermat.

"Cermat dalam memetakan proyek tol yang tidak merugikan masyarakat dan menjadi komersialisasi jalan sebagai layanan dasar. Melihat persentase tadi, begitu cepat pertumbuhan jalan tol kita. Artinya ada komersialisasi pelayanan dasar oleh negara. Memang perlu hati-hati dalam menetapkan ruas yang akan dijadikan jalan tol berbayar ini," kata Suryadi.

Untuk membahas secara lebih komprehensif, Komisi V DPR RI mempertimbangkan dibentuknya Pansus atau Panja khusus membahas tata kelola jalan tol. Keputusan Pansus masih akan diambil melalui rapat internal Komisi V DPR RI selanjutnya. (MGN/Z-4)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat