visitaaponce.com

Waduh, Kenaikan Utang bukan Cuma di Amerika Tapi juga Tiongkok

Waduh, Kenaikan Utang bukan Cuma di Amerika Tapi juga Tiongkok!
Bendera Tiongkok(AFP)

KENAIKAN plafon utang yang terjadi di Amerika juga dialami Tiongkok. Rasio utang ekonomi Tiongkok saat ini mencapai rekor tertinggi pada kuartal I-2023. Rasio leverage makro atau total utang terhadap GDP melonjak sebanyak 279,7% pada kuartal I-2023.

"Secara persentase, ini naik 7,7%, sebuah kenaikan terbesar dalam kurun waktu 3 tahun terakhir," kata Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus, Selasa (9/5).

Rasio utang untuk korporasi nonkeuangan juga naik 5,8%. Rasio leverage untuk sektor rumah tangga dan pemerintah masing masing naik 1%.

Baca juga : Menteri Keuangan Peringati AS Tidak Bisa Bayar Utang

Menurut Bank Sentral Tiongkok, rasio leverage makro mengalami kenaikkan sebanyak 280% pada kuartal I-2023 karena adanya faktor musiman perpanjangan pinjaman yang lebih cepat serta penerbitan obligasi pemerintah yang di muat di awal.

Peminjam juga didominasi oleh mereka yang perusahaannya membuka kembali bisnis dengan pinjaman bank setelah Covid. Bagi Bank Sentral Tiongkok, rasio harus tetap stabil pada tahun ini, karena adanya momentum pemulihan ekonomi.

Baca juga : Tak Hanya Negara Asia, Negara Afrika juga Terjerat Utang Tiongkok

Peningkatan ini merupakan risiko yang akan diambil oleh Bank Sentral Tiongkok, agar pemulihan ekonomi tetap berjalan dengan sebagaimana mestinya. Hal ini lebih penting dibandingkan memikirkan momentum pemulihan ekonomi yang dapat hilang sewaktu-waktu.

"Apalagi, masih sangat susah untuk menumbuhkan kepercayaan bagi masyarakat Tiongkok untuk melakukan konsumsi dan menjaga daya beli. Kami cukup senang dengan risiko yang diambil oleh Bank Sentral Tiongkok, untuk memperlihatkan komitmen," kata Nico.

Potensi bencana ekonomi di AS

Di Amerika, Menteri Keuangan AS Janet Yellen mengatakan bahwa sejauh ini tidak ada pilihan yang baik untuk menyelesaikan permasalahan batas utang oleh DPR atau pilihan yang paling berat adalah menggunakan Amandemen ke 14, yang berpotensi akan memicu krisis konstitusional.

Yellen mengatakan bahwa Amerika berada pada titik mempertimbangkan apakah Presiden Amerika Serikat Joe Biden dapat melanjutkan penerbitan utang tanpa menunggu DPR mencabut plafon utangnya.

"Tentu hal ini akan menjadi salah satu masalah yang sangat penting. Di satu sisi plafon utang belum selesai, di sisi lain plafon utang harus segara disahkan," kata Nico.

Bagi Yellen, ini merupakan tugas dari DPR. Oleh karena itu, apabila DPR gagal melakukannya, Amerika akan berpotensi mengalami bencana ekonomi dan keuangan yang dibuat oleh Amerika sendiri. Ketika itu terjadi, tidak ada satu pun langkah yang dapat diambil oleh Presiden dan Kementrian Keuangan.

Oleh karena mereka tahu betapa pentingnya hal tersebut, Biden langsung akan bertemu dengan Ketua DPR Amerika Kevin McCarthy dan para pemimpin parlemen lainnya untuk membahas mengenai plafon utang.

Kongres dari Partai Republik sendiri menuntut janji dari Presiden Joe Biden untuk dapat memotongan pengeluaran di masa depan sebelum pada akhirnya menyetujui batas kenaikkan plafon utang.

Partai Republik juga ingin menunjukkan pengaruhnya terhadap Presiden Joe Biden apabila peningkatan plafon dilakukan sebesar US$1,5 triliun. Angka ini cukup untuk mencegah terjadinya default hingga 31 Maret mendatang. Namun Partai Republik ingin adanya pemotongan anggaran sebesar US$4,8 triliun.

Biden sendiri sejauh ini tidak ingin melakukan Amandemen ke 14, karena menurut Yellen meminta Amandemen hanya akan memberikan guncangan kepada pasar, sehingga Yellen menolak gagasan tersebut sejak terjadinya kebuntutan utang pada tahun 2021 silam.

Cadev RI Turun

Bank Indonesia dalam rilisnya kemarin menyebut cadangan devisa Indonesia bulan April 2023 tercatat sebesar US$144,2 miliar, turun dibandingan dengan bulan sebelumnya. Sementara posisi pada akhir Maret 2023 sebesar US$145,2 miliar.

Penurunan terjadi seiring kebutuhan pembayaran utang luar negeri pemerintah dan kebutuhan likuiditas valas sejalan dengan antisipasi dalam rangka Hari Besar Keagamaan Nasional. Meskipun turun, namun cadangan devisa masih positif atau tetap tinggi.

Posisi cadangan devisa tersebut menujukan setara dengan pembiayaan 6,4 bulan impor atau 6,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Sehingga cadangan devisa yang dimiliki Indonesia masih layak atau memadai dalam mendukung stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.

"Di sisi lain, meski posisi cadangan devisa masih positif, tampaknya pasar mempunyai kekhawatiran jika cadangan devisa turun terus menerus, maka akan membuat dampak ekonomi dalam negeri ke depannya mengalami banyak perubahan. Hal ini tentu akan mendorong efek volatilitas nilai tukar terhadap mata uang negara lainnya," kata Nico.

Di sisi lain pasar juga mempertimbangkan meski cadangan devisa masih memadai namun tekanan eksternal perlu diwaspadai yaitu tekanan kebijakan The Fed.

Sebelumnya Bank Indonesia (BI) menyampaikan penurunan cadangan devisa pada April 2023 disebabkan oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan meningkatnya kebutuhan likuiditas valas.

Pasar berharap dan mendorong bank sentral untuk menjaga stabilitas keuangan dan ekonom dalam negeri sehingga bauran kebijakan yang dimiliki bank sentral akan mendukung proses pemulihan ekonomi dalam negeri. (Z-4)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat