visitaaponce.com

Data Ekspor, Impor, dan Inflasi Beberapa Negara akan Menjadi Perhatian Pelaku Pasar

Data Ekspor, Impor, dan Inflasi Beberapa Negara akan Menjadi Perhatian Pelaku Pasar
Ilustrasi - Pekan ini data ekspor, impor, dan inflasi sejumlah negara akan mendapatkan perhatian untuk menentukan pasar.(Freepik)

BEBERAPA hal terkait data ekonomi yang membaik, diharapkan akan berlanjut pada pekan ini. Beberapa data ekonomi yang akan datang yaitu data ekspor, impor Indonesia, dan inflasi dari Eropa, yang diperkirakan akan mengalami penurunan.

"Dari dalam negeri, akan terbit data ekspor dan impor yang diproyeksikan akan turun, namun masih surplus. Ini akan masih memberikan harapan. Namun, turunnya ekspor juga memberikan kecemasan apakah perlambatan permintaan dunia memberikan dampak yang signifikan atau tidak terhadap Indonesia," kata Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus, Senin (17/7).

Dalam pertemuan Menteri Keuangan G-20 di India, Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani Indrawati mengatakan optimistis pertumbuhan ekonomi di Indonesia akan mencapai 5%, meski prospek global semakin gelap terutama dari Tiongkok.

Baca juga: Suku Bunga Stagnan, Sektor Properti Kembali Menggeliat

Sri Mulyani juga yakin pemilu tahun 2024 akan memacu perekonomian karena adanya tambahan belanja pemerintah maupun partai politik.

Baik Indonesia dan India, keduanya ingin bekerja sama untuk memperkuat hubungannya karena keduanya merupakan salah satu mitra dagang terbesar dengan Tiongkok.

Baca juga: Pengamat: Matinya Koperasi di Daerah karena tidak Dibentuk Berdasarkan Keinginan Bersama

"Yang menarik, Menkeu kemarin mengatakan Indonesia telah memangkas estimasi defisit anggaran 2023 dari 2,8% menjadi 2,3% dari GDP, karena neraca fiskal mencatatkan surplus yang cukup besar hingga pertengahan tahun," kata Nico.

Defisit anggaran yang lebih kecil memberikan pemerintah Indonesia ruang yang lebih besar, sebelum memasuki pasar global untuk menerbitkan obligasi. Oleh karena itu, Indonesia telah mengurangi penjualan obligasi setiap minggunya, dan akan mengandalkan cadangan kas untuk membiayai anggaran.

"Ini merupakan langkah tepat. Penerbitan obligasi yang rendah dan minim telah mendorong pasar obligasi menjadi lebih stabil, sekalipun pasar global penuh dengan volatilitas," kata Nico.

Dari global, proyeksi inflasi di Eropa, diperkirakan akan turun dari 6,1% menjadi 5,5% - 6%. Untuk inflasi inti Eropa, diproyeksikan akan turun dari 5,4% menjadi 5% - 5,2%.

Data inflasi di Eropa, akan menjadi sebuah gambaran, sejauh mana Christine Lagarde bersama dengan Bank Sentral Eropa akan menaikkan tingkat suku bunga mereka untuk mengendalikan inflasi.

Bank Sentral Eropa jauh lebih berhati-hati dibandingkan Bank Sentral AS The Fed yang memang lebih agresif dalam menaikkan tingkat suku bunga. Sebab The Fed jauh lebih yakin terhadap perekonomiannya dibandingkan Bank Sentral Eropa.

Apabila inflasi Eropa tidak dikendalikan, tentu akan merugikan ekonomi. Data inflasi di Eropa akan hadir pada Rabu (19/7), waktu setempat. 

Setelah Eropa, data prioritas yang kedua adalah Tiongkok, yang pada Senin (17/7) akan mengeluarkan data pertumbuhan ekonomi Tiongkok, diikuti dengan beberapa data penting lainnya.

Data pertumbuhan ekonomi Tiongkok, secara tahunan pada kuartal II-2023 diproyeksikan akan naik dari 4,5% menjadi 6,5% - 7%. Namun secara antar kuartal (QoQ) kuartal II-2023, pertumbuhan ekonomi Tiongkok diproyeksikan akan turun dari 2,2% menjadi 0,5% - 0,8%.

"Secara kuartal, pertumbuhan ekonomi Tiongkok tidak terlepas dari tekanan perlambatan ekonomi, apalagi setelah kita ketahui ekspor Tiongkok anjlok, diikuti oleh inflasi yang rendah yang terjadi di Tiongkok yang mendekati 0%," kata Nico.

Data pertumbuhan ekonomi Tiongkok ini akan menjadi fokus penting, karena akan memberikan gambaran sejauh mana perlambatan ekonomi negara itu terjadi dan dampaknya terhadap dunia.

Pada Senin (17/7) juga akan keluar data industrial production secara tahunan (YoY) yang diprediksi turun dari 3,5% menjadi 2,5% - 3%. Penurunan ini juga akan terjadi di Retail Sales (YoY), yang diproyeksikan akan turun dalam dari 12,7% menjadi 3% - 3,5%.

Pertumbuhan ekonomi yang rendah, akan bersanding dengan data penjualan ritel yang juga memberikan gambaran yang terhadap kemampuan daya beli.

"Apabila data yang keluar hari ini kurang baik, maka akan memberikan tekanan kepada pasar hari ini, apalagi bagi Indonesia dimana Tiongkok merupakan mitra dagang utamanya," kata Nico.

Prioritas data kedua akan datang dari data inflasi Jepang, yang akan keluar pada tanggal Kamis (20/7). Secara proyeksi, inflasi di Jepang berpotensi meningkat kembali dari 3,2% menjadi 3,2% - 3,5%, dan inflasi inti (YoY) diproyeksikan akan turun dari 4,3% menjadi 4% - 4,3%.

Data inflasi menjadi salah satu data yang sangat penting bagi Bank Sentral Jepang, karena akan memberikan sebuah gambaran sejauh mana Bank Sentral Jepang akan bereaksi dalam membaca data tersebut.

Inflow Meningkat

Dalam kurang waktu semester pertama tahun 2023, Bank Indonesia menyampaikan aliran modal asing yang masuk ke pasar keuangan sebesar US$ 4,7 miliar. Arus modal asing masuk dalam bentuk investasi portofolio.

Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti kepada Badan Anggaran DPR RI mengatakan masuknya dana asing ke dalam negeri akan mampu memperkuat ketahanan eksternal Indonesia dan juga membawa dampak positif terhadap pergerakan nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian global.

Namun Destry mengingatkan tetap perlu waspada mengingat masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global yang akan berdampak pada Indonesia.

Pencapaian aliran masuk modal asing tersebut tentunya masih memiliki potensi meningkat hingga akhir tahun. Ini tidak terlepas kondisi fundamental ekonomi dalam negeri yang terus membaik, dan juga sebelumnya lembaga pemeringkat Standard and Poor's (S&P) mempertahankan Sovereign Credit Rating Republik Indonesia pada BBB dengan outlook stabil.

Sinyal ini menunjukkan keyakinan kuat pemangku kepentingan internasional atas stabilitas makroekonomi dan prospek ekonomi jangka menengah Indonesia yang tetap terjaga di tengah peningkatan risiko global yang berasal dari tensi geopolitik dan perlambatan ekonomi global.

"Dengan outlook stabil, memberikan indikasi pemulihan ekonomi dalam negeri terus berlanjut sehingga membuat para investor semakin percaya berinvestasi di dalam negeri," kata Nico. (Z-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat