visitaaponce.com

Hasto PDIP Sebut Proyek Food Estate Jokowi Kejahatan Lingkungan Begini Kata Pengamat

Hasto PDIP Sebut Proyek Food Estate Jokowi Kejahatan Lingkungan? Begini Kata Pengamat
Presiden Joko Widodo kunjungi food estate di Bukit Ngora Lenang, Lai Patedang, Desa Makata Keri, pada 2021.(Istana Kepresidenan)

SEKJEN PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan jika proyek Food Estate yang digagas Presiden Joko Widodo merupakan bentuk 'kejahatan lingkungan'. Benarkah demikian?

Pengamat ekonomi pertanian Khudori mengatakan, proyek food estate yang dirintis sejak tahun 1990-an sampai saat ini belum ada yang berhasil. Ini salah satunya karena food estate dilakukan serampangan, mulai dari perencanaan hingga eksekusi di lapangan.

Namun begitu, ia menilai tidak ada salahnya proyek Food Estate diteruskan.

Baca juga : Presiden Pastikan Terus Kembangkan Food Estate Meski Dikritik PDIP

Berbeda dengan orang yang menentang food estate, dia bisa memahami alasan pemerintah membangun food estate.

"Dalam konteks untuk menambah lahan pangan, food estate adalah langkah yang bisa dimaklumi. Lahan pangan kita jumlahnya kecil," kata Khudori.

Baca juga : Warga Keerom Papua Minta Pemerintah Berikan Fasilitas Pascapanen

Sawah misalnya, hanya 7,46 juta ha. Dalam konteks untuk secara gradual mengalihkan basis produksi pangan dari Jawa ke luar Jawa, pembangunan food estate adalah langkah yang harus diambil.

Sebab, menumpukan aneka produksi pangan penting di Jawa pada akhirnya akan berhadapan dengan fakta bahwa lahan pertanian terus dikonversi.


Harus diperbaiki

Lahan-lahan food estate rerata lahan bukaan baru dari hutan dll yang perlu disiapkan untuk ditanami. Bukan saja perlu dukungan infrastruktur yang memadai (seperti irigasi, bendung, jalan, dan lainnya), tapi tanah lokasi food estate pun perlu disiapkan agar tanaman yang ditanam bisa tumbuh baik.

Tentu perlu waktu, teknologi tertentu, dan tenaga lapangan yang cukup dan cakap, dan lainnya. Karena selain lahan bukaan baru, lahan-lahan lokasi food estate itu lahan kelas 2, kelas 3, bahkan 4. Tingkat kesuburannya jauh lebih rendah dari lahan-lahan di Jawa.

"Ini semua memerlukan waktu. Tidak bisa dikejar-kejar dengan cara kerja, kerja, kerja dan akan menghasilkan seperti sulapan," kata Khudori.

Produksi di lahan berbeda dengan produksi manufaktur yang sepenuhnya bisa dikontrol. Produksi di lahan ada banyak variabel yang tidak bisa dikontrol.

Oleh karena itu, program food estate harus diletakan dalam konteks jangan menengah-panjang. Melalui program ini Indonesia membangun fondasi yang benar, baik untuk menambah lahan pangan maupun secara gradual memindahkan basis produksi pangan dari Jawa keluar Jawa.

"Kegagalan demi kegagalan program food estate harus menjadi pembelajaran penting untuk memperbaiki program ini di masa depan," kata Khudori. (Z-4)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat