visitaaponce.com

Ketepatan Data Menentukan Capaian Target Angka Kemiskinan

Ketepatan Data Menentukan Capaian Target Angka Kemiskinan
Presiden Joko Widodo saat menyampaikan RUU APBN 2024 dan nota keuangan di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (16/8).(AFP/Adek Berry )

EKONOM Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet mengatakan tantangan untuk mencapai target pada asumsi makro terutama di tahun 2024 tidak ringan.

Eskalasi geopolitik global memang menjadi ancaman. Sebab ketika eskalasi ini meningkat, maka akan mempengaruhi dinamika dari pertumbuhan ekonomi global itu sendiri.

"Dan ketika ekonomi global melemah, maka akan banyak negara yang dipengaruhi termasuk Indonesia," kata Yusuf, saat dihubungi, Kamis (17/8).

Baca juga: Refleksi Kemerdekaan: Presiden Joko Widodo Bicara soal Tantangan Geopolitik Indonesia

Namun demikian, Indonesia punya keuntungan karena punya pasar dalam negeri yang relatif besar. Sehingga peluang untuk kemudian bisa mendorong pertumbuhan ekonomi sesuai yang ditargetkan pemerintah, masih dapat dilakukan dengan mengandalkan ekonomi dalam negeri. Di ekonomi dalam negeri sendiri, ada dua hal yang akan mempengaruhi pertumbuhan PDB di tahun 2024, yaitu konsumsi rumah tangga dan investasi.

"Pertumbuhan konsumsi rumah tangga saya kira juga akan linear dengan upaya pemerintah dalam mencapai target angka kemiskinan dan pengangguran yang sama seperti mencapai pertumbuhan ekonomi. Ini tentu tidak mudah karena akan ada beberapa tantangan," kata Yusuf.

Baca juga: Pertumbuhan Stabil, Pemulihan Ekonomi Indonesia Berlanjut

Dari sisi penurunan tingkat kemiskinan misalnya, Yusuf melihat pemerintah sudah tepat mengalokasikan bujet yang dikhususkan untuk menurunkan tingkat kemiskinan, terutama dari sisi atau pos anggaran perlindungan sosial.

Hanya memang titik kritisnya adalah bagaimana eksekusi dari anggaran pos perlindungan sosial ini bisa dilakukan secara lebih baik. Alasannya, dalam beberapa tahun terakhir, isu utama dalam penyaluran perlindungan sosial adalah ketepatan data dan ketepatan data.

Data inilah yang akan ikut mempengaruhi bagaimana pemerintah mencapai target untuk menurunkan angka kemiskinan di kisaran 6,5% hingga 7,5%.

Kolaborasi dengan pemerintah daerah terutama, akan juga ikut menentukan bagaimana ketepatan data ini bisa dihasilkan.

Hal ini mengingat kantong kemiskinan di daerah juga tersebar dan dibutuhkan kemampuan verifikasi yang andal dari pemerintah daerah terkait data penduduk miskin yang seharusnya menerima bantuan.

Sementara dari sisi penurunan pengangguran, salah satu poin kritisnya adalah bagaimana pemerintah mendorong agenda pencipta lapangan kerja.

Sebab meski data angka pengangguran menurun dalam satu 1 - 2 tahun terakhir ini, tapi di beberapa komponen atau data tertentu, tingkat pengangguran relatif belum bisa kembali ke kondisi sebelum pandemi.

Agenda penciptaan lapangan kerja, yang sekiranya mendorong sektor-sektor yang punya kemampuan untuk menyerap angkatan kerja yang besar, adalah hal yang bisa dilakukan pemerintah untuk mencapai target tersebut.

Salah satu misalnya sektor industri manufaktur, yang dilihat dari komposisi penyerapan tenaga kerja, sektor ini relatif besar dalam menyerap jumlah angkatan kerja.

Di saat yang bersamaan sektor ini ketika tumbuh maka juga bisa membantu pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Ini mengingat komposisi sektor industri manufaktur terhadap PDB Indonesia menjadi yang terbesar.

"Sehingga bagaimana pemerintah mendorong kebijakan yang pro terhadap sektor manufaktur, menurut saya juga akan ikut menentukan bagaimana pemerintah mencapai target penurunan angka pengangguran di tahun depan," kata Yusuf. (Try/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat