visitaaponce.com

Neraca Dagang Indonesia Catatkan Surplus 40 Bulan Beruntun

Neraca Dagang Indonesia Catatkan Surplus 40 Bulan Beruntun
Aktivitas bongkar mut kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta(Antara/Aditya Pradana Putra)

NERACA dagang Indonesia kembali mencatatkan surplus pada Agustus 2023. Nilai surplus itu tercatat sebesar US$3,12 miliar. Hal tersebut sekaligus menjadi yang ke-40 kali secara beruntun.

Nilai surplus dagang Agustus 2023 itu naik 1,83% dari posisi Juli 2023 (month to month/mtm) yang tercatat US$1,31 miliar. Namun bila dibandingkan dengan Agustus 2022 (year on year/yoy) yang mencapai surplus US$5,78 miliar, maka terjadi penurunan 2,65%.

Hal itu disampaikan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti dalam konferensi pers, Jumat (15/9). Dia mengatakan surplus di bulan kedelapan tahun ini banyak ditopang oleh kinerja neraca perdagangan non migas.

Baca juga : BPS Catat Nilai Ekspor Agustus 2023 Capai US$22 Miliar 

"Neraca perdagangan non migas mencatat surplus US$4,47 miliar dengan sumbangan utama berasal dari lemak dan minyak hewan nabati, bahan bakar mineral, dan besi dan baja," ujarnya.

Sedangkan neraca dagang migas Indonesia pada Agustus 2023 tercatat defisit US$1,34 miliar. Defisit pada neraca dagang migas banyak disebabkan dari komoditas minyak mentah dan hasil minyak.

Baca juga : BPS: Neraca Perdagangan Indonesia Surplus 40 Bulan Beruntun

Surplus dagang Agustus 2023 diperoleh dari kinerja ekspor yang lebih baik ketimbang impor. BPS mencatat nilai ekspor Indonesia sebesar US$22 miliar, naik 5,47% (mtm) dan turun 21,21% (yoy).

Secara bulanan, kata Amalia, peningkatan ekspor banyak ditopang oleh kenaikan ekspor non migas seperti terak logam dan abu lainnya HS26, lemak dan minyak hewan nabati HS15, dan pakaian dan aksesoris, terutama rajutan HS61.

Sedangkan secara tahunan, penurunan nilai ekspor kembali melanjutkan tren perlemahan ssdari awal 2023. Kondisi tersebut banyak disebabkan oleh melemahnya harga-harga komoditas unggulan Indonesia di pasar internasional.

Sementara nilai impor secara bulanan tercatat turun 3,53% (mtm) dari Juli 2023 menjadi US$18,88 miliar. Penurunan impor bahkan lebih dalam bila dibandingkan Agustus 2022 yang turun hingga 14,77% (mtm).

"Total nilai ekspor hingga Agustus 2023 mengalami penurunan sebesar 11,85% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penurunan terbesar terjadi pada pertambangan, yaitu sebesar 16,58%," jelas Amalia.

Secara kumulatif dalam periode Januari-Agustus 2023, nilai ekspor Indonesia tercatat US$171,52 miliar, turun 31,85% (yoy) dari periode yang sama. Sementara nilai impor kumlatif di tahun berjalan tercatat US$147,18 miliar, turun 7,83% dari periode yang sama di 2020 sebesar US$159,85 miliar.

Total nilai impor pada Januari-Agustus 2023 adalah sebesar US$147,18 miliar, turun 7,83% dari periode yang sama tahun lalu. Penyumbang utama penurunan adalah impor bahan baku/penolong yang turun 13%" lanjut dia.

Adapun nilai kumulatif neraca dagang Indonesia tercatat mencapai US$24,34 miliar, lebih rendah dari Januari-Agustus 2022 yang sebesar US$34,89 miliar, atau turun US$10,5 miliar.

Waspadai Potensi Defisit Dagang

Di kesempatan berbeda, periset dari Center of Reform on Economic (CoRE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mewanti-wanti agar pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya mewaspadai potensi defisit dagang dalam beberapa bulan ke depan. Hal itu dinilai perlu lantaran tren surplus dagang menunjukkan pelambatan setiap bulannya.

"Kemungkinan menurunnya surplus Indonesia itu masih akan terjadi, bahkan bukan tidak mungkin di akhir tahun neraca dagang akan kembali defisit," jelasnya saat dihubungi.

Defisit dagang potensial terjadi utamanya disebabkan oleh tren penurunan harga komoditas unggulan Indonesia yang terus tejadi. Di saat yang sama, data histori menunjukkan adanya pola lonjakan impor di tiap penghujung tahun.

Lonjakan impor tersebut, kata Yusuf, didorong oleh peningkatan impor bahan baku/penolong maupun impor barang konsumsi. Kondisi itu yang akan menyebabkan kemungkinan terjadinya defisit neraca dagang Indonesia.

Kemungkinan tersebut perlu diantisipasi. Sebab, dikhawatirkan defisit neraca dagang akan berimbas pada defisit neraca transaksi berjalan. Jika itu terjadi, maka mau tak mau instrumen kebijakan dari moneter akan digunakan sebagai respons dan itu bisa memengaruhi kondisi perekonomian.

"Yang bisa dilakukan untuk memastikan agar kinerja neraca dagang tidak mengalami penurunan, tentu bisa misalnya mendorong kinerja yang lebih tinggi atau lebih baik, terutama di pasar-pasar ekspor alternatif di luar negara tujuan ekspor utama saat ini," terang Yusuf. (Z-5)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat