visitaaponce.com

Brantas Energi Tegaskan Butuh Inovasi Pendanaan untuk Proyek EBT

Brantas Energi Tegaskan Butuh Inovasi Pendanaan untuk Proyek EBT
President Director PT Brantas Energi Satiyobudi Santoso menjadi nara sumber pada acara Executive Forum di Hotel Arya Duta, Jakarta,(MI/VICKY GUSTIAWAN)

PT Brantas Energi (BREN) yang merupakan anak usaha PT Brantas Abipraya (Persero) menyatakan membutuhkan inovasi pendanaan dalam investasi pengembangan usaha proyek energi baru terbarukan (EBT). Perusahaan tersebut membutuhkan investasi Rp16 triliun dari periode 2024-2030.

Inovasi pembiayaan itu berasal dari pendanaan hijau, dana dari penawaran umum saham atau initial public offering (IPO), dan asset recycle atau melepas sebagian aset unit pembangkit.

"Kita melakukan inovasi pendanaan seperti IPO, asset recycle, mencari partner investasi dari badan usaha milik negara (BUMN) atau dari swasta," ungkap Direktur Utama Brantas Energi Satiyobudi Santoso dalam Executive Forum Media Indonesia: Pembiayaan Renewable Energy di Hotel Aryaduta, Jakarta, Kamis (19/10).

Baca juga: PLN: Kebutuhan Investasi Hijau hingga 2040 Capai Rp2.487 T

Ia juga menyatakan salah satu partner utama investasi BREN berasal dari PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI). Melalui program Menuju Transisi Energi Rendah Karbon (Mentari), BREN bersama SMI berupaya mendapatkan hibah dari Palladium Internasional, Ltd.

Dilansir laman resmi BREN, perusahaan itu meneken perjanjian untuk mendukung tiga proyek energi terbarukan tenaga air dengan total kapasitas pembangkit sebesar 7 MW pada Maret 2023 lalu. Dari total biaya pembangunan yang dibutuhkan sebesar Rp210 miliar, Pemerintah Inggris akan ikut berkontribusi sebesar Rp21 miliar melalui hibah Program Mentari.

Baca juga: Emiten Minyak Bumi bakal Panen Raya Sampai 2024

"Kami mendapatkan hibah atau grant dari program Mentari di tiga proyek kami. Ada kunjungan dari menteri energi dari Inggris untuk memastikan proyek Mentari berjalan," terang Satiyobudi.

Proyek yang dimaksud ialah tiga pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTM) yakni PLTM Batanghari di Sumatra Barat, PLTM Titab di Bali, dan PLTM Pandanduri di Nusa Tenggara Barat. Proyek tersebut akan memberikan manfaat dengan menghasilkan listrik dari kelebihan debit air yang mengalir dari bendungan eksisting.

Di sisi lain, Satiyobudi menerangkan di tengah kondisi global yang tak menentu, mulai dari perang Rusia-Ukraina, memanasnya perang Israel-Palestina, dan inflasi yang tinggi, pihaknya mengalami masalah terkait kebutuhan turbin untuk pengadaan pembangkit listrik tenaga air.

"Soal pengadaan turbin, kami mengalami kesulitan karena biasanya mengambil dari Eropa. Dengan kondisi global saat ini, kami akan mengambil dari Asia atau dalam negeri," pungkasnya. (Ins/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat