visitaaponce.com

Jadi Isu Prioritas, Janji Kampanye Bangun Perumahan Rakyat Harus Realistis

Jadi Isu Prioritas, Janji Kampanye Bangun Perumahan Rakyat Harus Realistis
Pembangunan rumah untuk rakyat harus realistis agar tidak terkesan menipu rakyat(Antara)

SEKTOR perumahan kini telah jadi isu bersama para calon presiden-calon wakil presiden (capres-cawapres) 2024-2029. Namun, kemampuan anggaran negara saat ini dipertanyakan, dimana pemerintah baru mampu mengalokasikan dana sebesar 0,4% dari APBN untuk merumahkan rakyat. 

Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan Dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdilah mengatakan, mimpi untuk merumahkan rakyat memang perlu jadi prioritas. Namun, target membangun rumah sebaiknya harus realistis sehingga tidak terkesan menipu rakyat. 

“Kita jangan mimpi tinggi tapi bicara realita. Kalau target 2 jutaan, 5 jutaan itu rasanya mimpi. Kenapa? Karena anggarannya dari mana? Keterbatasan anggaran negara itu dibagi untuk hal lainnya. Mewujudkan 1 juta rumah itu berat secara rill dan realita, belum pernah terjadi 2 juta. Idealnya, merumahkan rakyat itu dengan jumlah yang tidak tipu-tipu,” ungkap Junaidi di Jakarta, Rabu (29/11). 

Baca juga: Janji Anies di Hari Pertama Kampanye, Sediakan Perumahan Rakyat

Dok.Ist

Seperti yang diketahui, pasangan Anies-Cak Imin berencana menekan angka backlog yang saat ini mencapai 13 juta, menjadi 8 juta unit pada 2029 mendatang. Mereka berencana menyiapkan, akan hunian terjangkau minimal 2 juta bagi milenial dan Gen Z di pusat kota yang terkoneksi dengan fasilitas transportasi umum.

Pasangan Ganjar Paranowo – Mahfud MD (GaMa), beberapa waktu lalu menawarkan program rumah rakyat dengan membangun 10 juta hunian. Program ini termasuk pembangunan hunian baru, renovasi, rumah sederhana, rusunami, rusunawa dengan lahan yang strategis dan terjangkau dari pusat perekonomian serta transportasi umum.

Baca juga: REI Usulkan Propertinomic Sebagai Road Map Ideal Perumahan Nasional
 
Sementara itu, Pasangan Prabowo Subianto – Gibran memiliki beberapa program mempercepat penyediaan perumahan bagi rakyat yang belum memiliki tempat tinggal dengan membangun atau merenovasi sebanyak 25 rumah per desa atau kelurahan per tahun. Sehingga, akan dicapai sebanyak 3 juta rumah di kota dan di desa mulai tahun kedua.

Atas rencana ini, Junaidi mengatakan, realita penyediaan rumah layah huni bagi masyarakat tidak semudah membalikan telapak tangan. Saat ini dengan 3.500 anggota, Apersi baru mampu menyediakan 100 ribu unit rumah bersubsidi dan 20 ribu unit rumah non-subsidi. 

“Kami adalah pelaku, dan tahu realitanya seperti apa. Meski jumlahnya digabung dengan asosiasi pengembang lainnya, merealisasikan 1 juta unit pertahun saja sudah berat,” jelas Junaidi. 

Menurut Junaidi, hal yang perlu diperbaiki di sektor perumahan adalah memastikan iklim investasi dalam bisnis properti berjalan stabil. Sebab, perubahan aturan tentu akan berdampak pada bisnis properti. 

“Kadang aturan tentang pertanahan yang berubah, lalu perizinan dari IMB menjadi PBG dan ada aturan tentang penetapan LSD (Lahan Sawah Dilindungi). Hal ini lah yang menjadi penghambat penyediaan rumah bagi rakyat,” lanjut Junaidi.

Padahal, kata Junaidi, masalah perumahan adalah hal fundamental dan kebutuhan asasi manusia. Terlebih mengingat angka backlog kepemilikan perumahan mencapai 12,75 juta, Apersi butuh iklim yang kondisif untuk mencapai pemenuhan penyediaan rumah rakyat. 

“Idealnya, iklim dalam bisnis properti ini harus dijaga sekondusif mungkin. Agar, 

Kemampuan Daya Beli Masyarakat

Menurut Junaidi, berbicara pemenuhan rumah rakyat bukan soal statistik semata. Sebab, daya beli masyarakat juga harus diperhitungkan. 

Saat ini Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) masih kesulitan mengangsur di atas Rp1 juta apabila harga rumah bersubsidi naik. Padahal, kenaikan harga rumah tentu dipengaruhi berbagai aspek misalnya, harga tanah dan material naik. 

“Soal perumahan bicaranya tentang bagaimana masyarakat dapat fasilitas dari program pemerintah. Sehingga 5 tahun mendatang subsidinya naik, jumlah masyarakat yang dibantu juga lebih banyak,” kata Junaidi. 

Junaidi mengusulkan tenor angsuran bagi penerima Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumaha dipersingkat. Sehingga, masyarakat penerima manfaat akan jauh lebih banyak. 

“Karena ini pakai APBN, lebih banyak masyarakat yang dapat manfaatnya akan lebih bagus tentu,” kata Junaidi, 

Tidak hanya itu target zero backlog tahun 2045, apabila masih diselesaikan dengan cara yang sama maka tidak mungkin tercapai dengan mudah. Sebab, pertumbuhan jumlah rumah tidak berbanding dengan pertumbuhan penduduk tiap tahunnya

“Saya pikir tidak mungkin 2045 lagi zero backlog. Kecuali hingga 2045 orang dilarang menikah dan punya anak,” imbuh Junaidi.

Dengan sejumlah persoalan krusial bidang perumahan, tentunya urusan perumahan butuh diselesaikan oleh institusi selevel kementerian. Sebab perumahan mengurusi hajat primer masyarakat. 

“Perumahan tidak bisa disandingkan dengan infrastruktur. Saya pikir tidak bisa diurus dengan hanya selevel dirjen harus lebih dari itu agar keputusan yang dibuat juga lebih cepat,” tandas Junaidi. (Z-10)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Gana Buana

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat