visitaaponce.com

Pemerintah Diminta Realistis Tatap Ekonomi 2024

Pemerintah Diminta Realistis Tatap Ekonomi 2024
Ilustrasi MI(MI/Seno )

PEMERINTAH diminta untuk realistis menatap perekonomian pada tahun depan. Jangan sampai rasa optimistis berlebih justru mengabaikan berbagai risiko dan ancaman yang berpotensi mengganggu kinerja ekonomi dalam negeri.

"Kita pun berharap pertumbuhan bisa bagus tahun depan. Tapi kita juga harus realistis. Risiko global masih cukup banyak, ketidakpastian masih tinggi, ada konflik geopolitik, tak hanya Rusia-Ukraina, tetapi Hamas-Israel," ujar Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti, Jumat (22/12).

Selain potensi risiko dari global, ekonomi Indonesia juga dinilai masih mengalami dampak pandemi covid-19. Hal itu tercermin dari tingkat utang yang masih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan posisi sebelum pandemi.

Baca juga: Outlook Perekonomian Indonesia 2024: Optimisme Penguatan Ekonomi Nasional

Itu disebabkan oleh lonjakan defisit anggaran guna memenuhi kebutuhan penanganan pandemi. Hal yang demikian dinilai Esther akan menjadi beban anggaran bagi Indonesia. Pasalnya, pengadaan utang akibat pelebaran defisit bakal dirasakan dalam beberapa waktu ke depan.

Risiko yang berpotensi mengancam ekonomi dalam negeri di tahun depan ialah fenomena El Nino. Jangan sampai pemerintah abai dan kejadian tahun ini berulang di tahun depan. Itu akan mengkhawatirkan karena berurusan langsung dengan kebutuhan hidup masyarakat.

Baca juga: Ini 3 Mesin Pendorong Ekonomi Nasional

"Pangan itu supply kita terbatas dan kita rely on pada impor. Sedangkan impor itu memengaruhi ekonomi domestik karena dengan begitu kita tidak bisa menghemat devisa," terang Esther.

Karenanya, dia meminta tak hanya melempar jargon optimis semata. Pengambil kebijakan mesti bisa memberikan solusi konkret atas risiko-risiko yang berpotensi mengganggu kinerja ekonomi ke depan.

Salah satu yang paling urgen, kata Esther, ialah mengenai pemenuhan kebutuhan beras. Bansos beras yang diperpanjang hingga Juni 2024 menurutnya bukan reaksi konkret atas persoalan yang ada.

Guliran beras kepada masyarakat miskin itu justru dinilai sebagai cara terselubung pemerintah mengumpulkan suara untuk kepentingan Pemilu 2024.

"Itu hanya solusi sementara dan hanya untuk gathering voter. Itu dibagi-bagi dekat dengan pemilu untuk gathering voters. Itu menggunakan anggaran negara untuk meraih suara rakyat. Kalau menang benar pemerintah ingin hindari krisis, harus perkuat fundamen ekonomi," kata Esther. (Mir/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat