visitaaponce.com

Kemenkeu Utang Bagian Dari Pilihan Kebijakan Suatu Negara Untuk Ekspansi

Kemenkeu : Utang Bagian Dari Pilihan Kebijakan Suatu Negara Untuk Ekspansi
Ilustrasi utang(Antara)

JURU Bicara Kementerian Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan dari sisi ekonomi, utang merupakan bagian dari pilihan kebijakan suatu negara.

Apabila suatu negara ingin ekspansif, sedangkan pendapatan negara tidak memadai dan APBN defisit, maka negara harus menambah pembiayaan dari utang.

"Itu konsekuensi. Bukan soal boleh atau tidak boleh utang. Tapi ini soal pilihan kebijakan," kata Yustinus, pada diskusi Denpasar 12 Edisi 176 Mengenai Prospek Ekonomi Indonesia 2024, Rabu (10/1).

Baca juga : Kereta Cepat Terjebak Utang APBN Masuk Lewat Pintu Belakang

Yang menjadi tantangan yaitu pertama, utang tersebut dikelola. Kedua, produktivitas dari penggunaan utang. Dua hal ini menjadi isu yang lebih penting.

Dia katakan di hampir banyak negara memiliki utang. Fokus pada mengelola peningkatan utang menjadi penting bagi negara. Sebab penambahan utang memiliki konsekuensi terhadap beban yang akan mempersempit ruang fiskal negara.

"Betul selama pandemi Covid-19, ada kenaikan jumlah penarikan utang. Tetapi dalam dua tahun terakhir, rasio utang Indonesia juga secara konsisten diturunkan," kata Yustinus.

Baca juga : Kemenkeu: Efisiensi Belanja Penting untuk Kembalikan Defisit Maksimal 3%

Rasip utang Indonesia sempat menyentuh di level 41% PDB, dan kini ada di level 38% PDB. Rencana penarikan uang pada 2023, hanya terealisasi separuhnya. Artinya tercipta efisiensi.

Menurut Yustinus, ada 2 tantangan untuk pemerintah soal utang. Pertama, mengoptimalkan pendapatan negara. Pemerintah mesti menimbang bagaimana bauran kebijakan, optimalisasi pendapatan negara tanpa mengganggu iklim usaha.

Kedua, efisiensi utang juga penting dilakukan, penajaman belanja agar efisien, efektif, sekaligus ke sektor-sektor yang lebih produktif.

Baca juga : Kemenkeu: 32.587 Debitur Kecil Bisa Ikut Program Keringanan Utang

Dia menekankan porsi terbesar utang Indonesia sekarang adalah surat utang negara (SUN/SBN), bukan pinjaman, yang dahulu di Orde Baru, pinjaman yang sifatnya multilateral atau bilateral.

"Sekarang utang lebih kepada surat utang negara berupa obligasi, surat berharga negara, sukuk dan mayoritas dalam denominasi rupiah. Sehingga bisa lebih terjaga volatilitas atau stabilitasnya. Di sisi lain juga bisa kami jaga dampak ikutan dari dinamika di pasar global," kata Yustinus. (Z-5)

Baca juga : Menkeu: Defisit dan Utang RI Paling Terkendali dan Produktif

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat