visitaaponce.com

Indef Pemerintah Gagal Menjaga Stabilitas Harga Pangan

Indef: Pemerintah Gagal Menjaga Stabilitas Harga Pangan
Harga beras yang makin mahal telah membuat masyarakat resah.(MI/Adam Dwi )

DIREKTUR eksekutif Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti menilai pemerintahan Presiden Joko Widodo tidak becus menjaga stabilitas harga pangan.

Mengutip data panel harga Badan Pangan Nasional (Bapanas), harga beras premium tembus Rp16.090 per kilogram (kg) pada Senin (19/2), naik 0,44% dibandingkan Minggu (18/2).

Harga beras medium juga melonjak 0,64% menjadi Rp14.080 per kg. Harga bawang merah di pasaran menjadi Rp33.570 per kg pada hari ini, naik 0,30% dibandingkan Minggu (18/2). Harga bawang putih juga meroket 0,42% menjadi Rp38.700 per kg. Harga cabai merah kriting naik 3,07% menjadi Rp62.440 per kg.

Baca juga : Pemerintah Prioritaskan Bansos Jelang Pemilu, Harga Beras Jadi tidak Terkendali

"Pemerintah gagal menjaga stabilitas harga pangan," kata Esther saat dihubungi Media Indonesia, Senin (19/2).

Pemerintah dianggap tidak mampu memprediksi kebutuhan permintaan beras pada saat pemilu dan menuding harga beras naik karena stok dipakai untuk bantuan sosial (bansos) pangan.

"Permintaan beras untuk bansos dan berbagai bantuan lain dari para caleg untuk kampanye politik juga meningkat. Tidak heran bila harga beras meningkat tajam," tegas Esther.

Baca juga : Kenapa Harga Beras Melambung? Ini Jawab Erick Thohir 

Pemerintah juga disebut gagal memenuhi kebutuhan pangan dari dalam negeri. Sehingga, hanya mengandalkan impor pangan dari waktu ke waktu.

Untuk solusi jangka pendek, direktur eksekutif Indef itu meminta pemerintah melakukan operasi pasar secara masif dengan menjual beras dan bahan pangan lainnya secara murah.

"Sehingga, suplai di pasar meningkat dan permintaan beras dan komoditas pangan di pasar bisa terpenuhi," ujar Esther.

Baca juga : Beras Langka di Minimarket. Apa Solusi Pemerintah dan Apa Kata Warga?

Sedangkan, untuk solusi jangka panjang perlu melakukan kebijakan swasembada pangan dan upaya diversifikasi pangan atau usaha untuk mengajak masyarakat memberikan variasi terhadap makanan pokok yang dikonsumsi, agar tidak terfokus hanya pada satu jenis.

Musim paceklik

Dihubungi terpisah, pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori menuturkan produksi beras domestik memang lagi terbatas. Hal ini disebabkan musim paceklik. Panen raya diperkirakan baru terjadi di akhir April atau awal Mei 2024.

Harga ayam dan telur juga meroket karena harga pakan naik. Harga pakan naik karena harga jagung naik. Harga gula juga tercatat naik karena musim giling masih akan mulai lagi pada Mei nanti setelah giling tebu selesai November lalu.

Baca juga : 498 Ton Beras Impor Masuk Lamongan

"Saat ini stok gula sudah di tangan pedagang. Mereka yang bisa mendikte harga. Rata-rata berbagai komoditas harganya naik karena paceklik," terang Khudori.

Menurutnya, yang bisa dilakukan pemerintah, pertama ialah memastikan tidak ada gagal panen dan jika ada stok atau cadangan segera gulirkan ke pasar agar harga bisa turun atau setidaknya menahan harga pangan.

"Kalau tidak ada stok dan tak ada panen dalm waktu pendek, ya mesti impor," ucapnya.

Baca juga : Presiden Pastikan Indonesia Impor Beras Lagi

Impor pangan pun mesti dikalkulasi dengan benar. Khudori mengingatkan ke pemerintah jangan sampai impor datang saat panen tiba. Ini justru memukul produksi petani domestik

"Penting bagi pemerintah untuk memastikan pasokan beras dalam jumlah memadai. Jika tidak, harga bahan-bahan pangan potensial naik dan akan menimbulkan kegaduhan," pungkasnya. (Z-4)

 

Baca juga : Pemerintah bakal Impor 2 Juta Ton Beras Tahun Ini

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat