visitaaponce.com

Rencana Pengoperasian Maskapai Asing di Dalam Negeri Perlu Dikaji Matang

Rencana Pengoperasian Maskapai Asing di Dalam Negeri Perlu Dikaji Matang
Pengamat Transportasi Bambang Haryo Soekartono(Dok)

MENYIKAPI pernyataan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) yang mendorong maskapai asing untuk masuk ke Indonesia, Pengamat Transportasi Bambang Haryo Soekartono (BHS) meminta pemerintah melakukan kajian secara mendalam, terutama resiko yang berpotensi terjadi di masa depan.

Ia menyatakan dalam UU 1/2009 tentang Penerbangan, dinyatakan bahwa pemerintah harus melindungi armada penerbangan dalam negeri.

"Ketentuan ini juga sejalan dengan asas cabotage yang dianut Indonesia. Sehingga jika ingin tetap dilakukan, ada beberapa ketentuan yang harus diterapkan. Yaitu, dibatasi untuk jangka waktu tertentu, rute tertentu, dan bahkan jenis muatan tertentu. Tidak bisa kalau dibebaskan seenaknya. Diharapkan semaksimal mungkin harus menggunakan armada domestik untuk rute dalam negeri," kata BHS pada keterangan resminya,Rabu (22/5). 

Baca juga : Vietjet Air Raih Penghargaan Tertinggi dalam Manajemen Keuangan dan Penerbangan

BHS menjelaskan ada beberapa resiko yang muncul dengan membiarkan maskapai asing masuk ke dalam rute penerbangan domestik.

Pertama, dengan masuknya maskapai asing, ada potensi mematikan maskapai dalam negeri. Akhirnya penerbangan di dalam negeri akan dikuasai oleh maskapai asing. 

Hal ini sangat berbahaya bila negara yang memiliki maskapai tersebut dengan sengaja menarik kembali armadanya, maka akan terjadi kekosongan transportasi udara dan transportasi penerbangan Indonesia akan lumpuh total. 

Baca juga : Rute Baru Citilink Lombok - Bima Diharap Dorong Ekonomi NTB

"Atau kita akan dikuasai oleh mereka, makanya perusahaan penerbangan domestik malah harus diperkuat agar bisa ikut menjaga keutuhan NKRI kita," tegasnya.

Kedua, maskapai asing bisa membawa muatan yang tidak terdeteksi yang bisa membahayakan keamanan dan keselamatan negara. Seperti produk produk barang ilegal maupun penumpangnya.

“Resiko ketiga, kita akan kehilangan devisa negara akibat biaya penerbangan dari masyarakat masuk ke negara lain saat menggunakan maskapai asing tersebut. Apalagi Indonesia adalah negara kepulauan yang terbesar di dunia, maka transportasi udara banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Bila itu dilakukan oleh maskapai domestik maka uang masyarakat saat menggunakan transportasi penerbangan akan masuk ke negara kita sendiri,” ujarnya. 

Baca juga : Armada Kedelapan Pelita Air Siap Layani Penumpang

BSH pun menyarankan apabila pemerintah menginginkan tarif penerbangan murah, maka pemerintah bisa mengumpulkan asosiasi dan pengelola bandara untuk duduk bersama mencari solusi atas permasalahan yang selama ini timbul di industri penerbangan.

"Permasalahan ini harus dibicarakan bersama, sebagai contoh dengan memberikan insentif pada penerbangan lowcost milik domestik seperti menyediakan bandara lowcost. Sehingga penerbangan domestik lowcost betul betul bisa mendapatkan parkir pesawat, biaya bongkar, biaya navigasi hingga pajak yang murah." Ujarnya

Dikatakan bila diragukan oleh pemerintah perusahaan penerbangan terlalu banyak mengambil keuntungan saat melayani publik, maka pemerintah bisa melakukan audit analisa tarif untuk mendapatkan tarif yang proposional. Seperti yang diberlakukan pada moda transportasi angkutan penyeberangan, yaitu adanya keterbukaan perhitungan tarif kepada masyarakat luas.

Dan terkait masalah supply-demand, di mana dalam pernyataan Menko Marves dinyatakan banyak wisatawan yang mengeluhkan tidak adanya armada menuju lokasi wisata, BHS menyatakan sebaiknya ditinjau kembali datanya.

"Kalau menurut saya, penerbangan di Indonesia masih belum dimaksimalkan. Dalam arti, jumlah yang ada, penerbangan atau jumlah tripnya belum dimaksimalkan," urainya lagi. (Z-8)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putra Ananda

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat