Tarif Cukai Tinggi Picu Pergeseran Konsumsi Rokok
![Tarif Cukai Tinggi Picu Pergeseran Konsumsi Rokok](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2024/06/1a422e2da746a4fac77100135cebee0e.jpg)
Kebijakan cukai hasil tembakau (CHT) yang berlaku saat ini, baik dari sisi tarif dan strukturnya, dinilai masih belum efektif dalam menekan prevalensi perokok dan mengoptimalkan penerimaan negara. Dalam paparan APBN Kita edisi Mei 2024, Menteri Keuangan Sri Muyani mengatakan penerimaan cukai mengalami penurunan sebesar 0,5% dibandingkan tahun sebelumnya. Itu dipicu oleh merosotnya penerimaan CHT yang merupakan kontributor mayoritas penerimaan cukai.
Kebijakan kenaikan CHT sebesar 10% di 2024 dinilai tidak efektif karena masyarakat hanya berpindah konsumsi ke rokok yang lebih murah dan rokok ilegal. Itu tercermin dari penurunan golongan 1 sebesar 3% secara tahunan, tapi terjadi kenaikan di golongan 2, yaitu 14,2 % secara tahunan.
Peneliti Pusat Industri Perdagangan dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Ahmad Heri Firdaus, melihat penurunan realisasi CHT dan produksinya perlu dievaluasi, terutama jika kenaikan cukainya terlalu tinggi. Menurutnya, kenaikan cukai yang fluktuatif hingga eksesif dapat mempengaruhi penurunan penerimaan yang jauh lebih besar lagi.
Baca juga : Penerimaan Cukai Rokok Turun Bukan Berarti Kurangi Konsumsi Rokok Masyarakat
Walau sudah ditetapkan sistem multiyears yang memudahkan pelaku usaha, Heri mengatakan besaran tarifnya juga harus tetap diperhatikan dan jangan terlalu eksesif.
"Karena cukai kan bergantung pada CHT, jadi kenaikan ke depan harus hati-hati betul jangan sampai penerimaan cukai justru tidak optimal," ungkap Heri melalui keterangan resmi, Kamis (6/6).
Heri menjelaskan kenaikan harga rokok yang lebih tinggi dari inflasi akan mengubah perilaku perokok untuk menyesuaikan konsumsi rokok dengan pendapatan. Artinya kesempatan perokok untuk berpindah konsumsi ke rokok yang lebih mudah dijangkau atau rokok murah akan semakin tinggi, bahkan ke rokok ilegal. Hal ini tentu merugikan kesehatan masyarakat dan adanya potensi penerimaan cukai yang hilang.
Baca juga : Bea Cukai Batam Gagalkan Penyelundupan Rokok Ilegal dan Terapkan Asas Ultimum Remedium
"Artinya harus ada benteng lain selain cukai yang harus dikuatkan karena selama ini unsur pengendalian yang berjalan baru cukai. Tapi tetap harus memperhatikan perlindungan industri dan penyerapan tenaga kerjanya, jadi harus hati-hati betul," ucapnya.
Dalam menetapkan kebijakan cukai, Heri merekomendasikan perlu adanya roadmap jangka panjang untuk struktur tarif cukai agar perhitungannya transparan.
"Jadi memang perlu dibenahi struktur tarif cukai supaya semua tahu argumentasi dan rumusnya. Formula tarif cukainya juga harus jelas supaya kuat argumennya," tegasnya.
Baca juga : Asap Rokok Tingkatkan Risiko Kanker Paru Hingga 20 Kali Lipat Baik untuk Perokok Aktif Maupun Pasif
Terkait peralihan konsumsi ke rokok murah, Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Agus Suyanto, menjelaskan banyaknya layer dalam struktur tarif cukai rokok mempengaruhi besarnya tarif cukai dan harga produk-produk tembakau di Indonesia.
“Perbedaan pungutan cukai dari masing-masing layer itu cukup signifikan. Ini yang memicu produsen berpindah dari satu layer ke layer lainnya dengan cara memproduksi barang sejenis bermerek baru dengan harga lebih murah,” katanya.
Menyoroti cepatnya pertumbuhan rokok yang lebih murah di golongan 2 dan 3, Agus menyarankan kerumitan ini perlu diselesaikan dengan membenahi struktur tarif cukai di Indonesia yang saat ini termasuk paling kompleks di dunia. Hal ini dikarenakan penerapan struktur tarif cukai yang berlapis dapat mendorong menjamurnya merek rokok baru dengan harga yang lebih murah.
“Pemerintah harus berani memangkas gap pungutan cukai antara satu layer dengan layer lainnya untuk mempersempit perbedaan harga. Dengan demikian, pilihan konsumen ke produk yang lebih murah menjadi semakin sempit,” tuturnya.
Senada dengan pernyataan Agus, berkaitan dengan struktur tarif cukai, Heri juga menyarankan agar jarak antara satu layer dengan layer lainnya untuk dikecilkan secara optimal. “Aturan ini juga perlu diimbangi dengan penetapan tarif cukai yang ideal dan tidak eksesif atau tidak terlalu tinggi untuk mengurangi perpindahan konsumsi ke rokok yang lebih murah,” tandas Agus. (Z-11)
Terkini Lainnya
YLKI Pertanyakan Ditundanya Cukai Minuman Berpemanis dalam Kemasan
Bea Cukai Batam Gagalkan Penyelundupan Rokok Ilegal dan Terapkan Asas Ultimum Remedium
Masyarakat Dinilai akan Maklum jika Cukai MBDK Segera Diterapkan
Setelah Kenaikan Cukai, Masyarakat Perlu Edukasi Bahaya Konsumsi MBDK Berlebihan
Minuman Berpemanis Dalam Kemasan Diupayakan Kena Cukai Tahun ini untuk Turunkan Obesitas
Tingkatan Dampak Polusi Udara Kotor hingga Sebabkan Kanker Paru
Rokok dan Kanker Paru
Perokok Tiga Kali Lebih Tinggi Terancam Masalah Kesehatan Ketimbang Orang yang tidak Merokok
Wujudkan Pola Hidup Sehat Masyarakat demi Masa Depan Bangsa yang Lebih Baik
Produk yang Dikonsumsi Masyarakat Harus Disertai Analisis Risiko
Tantangan Pendidikan di Indonesia
Membenahi Pola Tata Kelola PTN-BH
Ngariksa Peradaban Nusantara di Era Digital
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap